webnovel

Gambar 1: Pasukan Kelinci

Setelah berhasil kabur dari meja kecil mereka yang meleleh karena ada lahar terbang, dengan panik Mary langsung buru-buru menggunakan sihirnya lagi untuk membuat benteng batu besar dan menarik dua temannya untuk berlindung.

"A-a-a-a-apa yang terjadi?! Kenapa kelincimu jadi raksasa dan mengamuk begitu?!" Teriak Mary gemetar dengan jantung yang meledak-ledak. Soalnya tadi saja mereka juga hampir mati ditendang oleh raja kelinci yang sedang menari dengan gila. Bahkan sekarang saja sepertinya ada sesuatu lagi yang menubruk benteng mereka. "Omg, kak Fiona benar-benar!!"

Dengan takut-takut, Alisa kemudian mencoba untuk melongokkan kepalanya ke balik batu untuk sekali lagi melihat pemandangan mengerikan sekaligus mengagumkan itu. Dan masih sama seperti tadi, sekarang semua orang juga masih panik menyelamatkan diri dan menembakkan sihir mereka ke raja kelinci yang mengamuk itu beserta para prajurit kecilnya—yang juga besar.

Tapi bukan cuma pandai menghindar, tubuh mereka juga tidak mudah hancur meski ditembakkan api-es-batu-dll sebanyak apapun. Apalagi yang raja kelinci juga bisa menggunakan sihir dengan tongkatnya.

Meski untungnya Hazel, juga beberapa anggota Osis lain yang ada di situ juga berusaha sekuat tenaga untuk menahan serangan mereka sambil coba mengevakuasi semua orang secara perlahan. Walaupun itu juga bukannya mudah.

"Kau juga kan bisa beberapa sihir berguna. Cepat bantu mereka!" Kata Arin pada Mary.

"...I-Iya, tunggu—Eh, kau kan juga bisa banyak sihir sekarang! Jangan hanya menyuruhku dong."

"Aku kan bukan Osis!" Balas Arin lagi.

"Tapi mereka semua kelincimu—"

"Handphoneku tidak ada!" Sela Alisa tiba-tiba, yang setelah dicari-cari ternyata kelihatan sedang tergeletak di dalam bekuan gunung es di tengah lapangan. Jadi dia pun cepat-cepat menoleh ke arah Mary. "Mary, handphonemu mana? Kita harus tekan tombol daruratnya atau beritahu kak Hana atau siapa saja."

"Oh? Ah, benar juga. Biar cepat, Aku akan kirim pesan darurat saja ke forum Osis." Sahut Mary yang kemudian buru-buru merogoh kantong jaketnya.

Tapi tepat saat dia akan melakukannya, sekarang Alisa malah tiba-tiba menarik kedua tangan temannya sampai mereka tersuruk ke tanah. Karena rupanya tidak sampai satu detik setelahnya, benteng batu mereka hancur karena ada satu pohon utuh yang terbang ke arah mereka. Bahkan saat mereka belum sempat bangun, raja kelinci itu juga kelihatan akan melompat ke tempat mereka.

Walaupun untungnya sebelum mereka mati diinjak, Arin yang ketakutan akhirnya spontan mengeluarkan petir dari tangannya sehingga kelinci itu jadi buta sebelah dan sekarang kelihatan seperti zombie. Dan mereka bertiga pun mulai lari lagi ke sisi lapangan lain.

Padahal sebenarnya lapangan yang ada di depan asrama ini adalah lapangan terbuka yang tidak dibatasi oleh pagar apapun. Hanya saja sejak tadi, setiap ada yang berusaha keluar dari lapangan, para anak buah kelinci yang tersebar di mana-mana selalu saja menyerang balik dengan tombak mereka. Makanya semua orang jadi kesulitan untuk keluar dari sana.

"Kak Hazel bukannya bisa buat portal?" Teriak Arin yang mulai ngos-ngosan. "Tidakkah dia bisa memindahkan semua kelinci itu ke luar atau ke mana gitu?"

"Tadi sudah, 2 kelinci." Sahut Alisa. "Tapi sihir itu sepertinya melelahkan, jadi…" Tambahnya lagi sambil melirik ke arah Hazel yang sedang mati-matian menggunakan semua sihir yang dia bisa untuk menyelamatkan semua orang di lapangan. Melihat itu, Alisa jadi sadar kalau sepertinya Hazel masih bisa menggunakan 10 sihir lain(?) selain yang sudah dia tahu.

Kalau dilihat, anak-anak yang pandai menggunakan sihir sebenarnya banyak yang berhasil kabur dari tempat itu. Tapi mungkin karena kemampuan yang kurang, juga panik yang berlebihan, yang belum bisa kabur juga banyak. Terutama para anak kelas satu seperti Alisa dan yang lain. Itulah kenapa orang-orang seperti Hazel dan anggota Osis yang lain harus menahan semua kelinci itu selagi melindungi mereka.

"Melihat anak kelas satu panik memang paling seru." Gumam si pelaku kejahatan yang sedang santai merekam semuanya dari atas tenda. "Hilda, kau tidak mau duduk di sini juga?" Panggil Fiona pada Hilda yang masih berdiri di bawah.

"...Kau benar-benar tidak mau menghentikan ini?"

"Mm, tidak." Sahut Fiona.

Karena tidak bisa banyak membantu, Hilda sebenarnya sudah cukup merasa menyesal sekarang. Tapi yang paling membuatnya merasa bersalah adalah fakta bahwa dia tidak menyadari rencana Fiona meski daritadi dia sudah lihat orangnya kelihatan bawa-bawa spidol. Apalagi setelah melihat ke arah tiang tenda di mana gambar kotak musik itu masih berbekas… Tidak salah lagi, kotak musik dan semua kelinci itu adalah hasil gambarnya.

Soalnya kalau mengingat kemampuan 2 dimensinya--yang bisa memasukkan benda ke kertas sampai menghidupkan gambar--semua orang sudah tahu kalau mereka harus waspada setiap Fiona kelihatan bawa-bawa kertas. Tapi Hilda sama sekali tidak tahu kalau sekarang Fiona juga bisa menggunakan media selain kertas.

"Dan kenapa Rei belum datang?!" Gemas Hilda lagi.

Meski saat mulai gemas seperti itu, tiba-tiba saja dia menangkap sosok Alisa yang kelihatan terlempar ke salah satu meja kayu karena habis jadi umpan supaya Arin dan Mary bisa keluar lapangan. Bahkan belum selesai di situ, buruknya Alisa juga terjatuh di dekat si raja kelinci.

Tidak bisa diam saja, Hilda akhirnya tidak tahan dan mendorong si kelinci prajurit yang daritadi menjaganya dan lari ke sana--bahkan meski dia tahu kalau sihirnya tidak akan berguna. Tapi sebelum dia benar-benar memasuki lapangan, Fiona tiba-tiba saja melompat ke depannya.

"Mana boleh!" Kata Fiona sambil melebarkan tangannya.

"Fiona, kumohon--"

"Tidak boleh. Rei akan membunuhku kalau kau sampai terluka juga."

"Palingan kau hanya tidak mau vudu Rei aktif!"

"Yaa, itu juga." Aku Fiona langsung. Itulah kenapa kelinci-kelinci yang menjaga Hilda daritadi tidak memegang senjata sama sekali dan cuma berperan sebagai boneka berbulu yang besar. Itu karena Fiona tahu, kalau Hilda sampai terluka, segerombolan beruang dan dinosaurus akan mulai bermunculan juga.

"Hentikan semuanya, kumohon." Pinta Hilda lagi.

Seakan mulai mempertimbangkannya, Fiona terdiam sejenak. Lalu dia juga melirik ke arah Arin dan Mary yang sudah berhasil lari keluar dan mendesah pelan saat menyadari kalau mereka berdua kelihatan baik-baik saja. Meski keduanya masih kelihatan was-was seakan sedang mempertimbangkan bagaimana mereka harus mengeluarkan Alisa juga dari sana.

'Tapi mereka keluar lebih cepat dari yang kuharapkan…'

Dan seketika itu Fiona pun melirik tajam ke arah orang yang merupakan sumber masalahnya. Yaitu anak yang masih lari-lari di tengah lapangan karena terus ditembaki si raja kelinci, Alisa.

Padahal orangnya cuma kelihatan menggunakan sihir telekinesis yang standar, tapi anehnya sejak awal dia pandai sekali mengorbankan dirinya demi kedua temannya. Sebelum dilempar saja dia sudah kena banyak tendangan kelinci demi melindungi temannya, bahkan orang yang tidak dia kenal juga.

Rasanya benar-benar mirip seperti saat dia berusaha menyelamatkan Rei waktu itu.

'Dia sedikit mengganggu pemandangan…'

Untuk sesaat Fiona malah jadi ingin melukai Alisa, tapi karena hari ini sasarannya adalah Arin, dia pun mengurungkan niatnya. "Setelah kupikir lagi, tidak sekarang." Balas Fiona akhirnya sambil menyuruh salah satu kelincinya untuk menahan Hilda lagi.

"Kau tahu gambarku tidak bisa bertahan lama juga, jadi biarkan mereka bersenang-senang sampai mati." Lanjutnya. Dan dia pun langsung pergi ke tempat Arin dan Mary.

"Fiona, tunggu—" Hilda berusaha memanggilnya, tapi tentu saja Fiona tidak mendengarkan.

Sehingga akhirnya Arin dan Mary harus berhadapan lagi dengan Fiona yang tiba-tiba muncul di depan mereka. "Kak Fio--"

"Wah lihat, kalian ternyata sudah berhasil keluar karena teman kalian yang berani, mm, dan bodoh, atau yaa, sekaligus pintar." Oceh Fiona yang kembali melirik ke arah Alisa yang ternyata masih sibuk melarikan diri dari si raja kelinci. "Dan keras kepala mungkin…"

"Ke-Keluarkan Alisa juga, kumohon." Pinta Arin langsung.

"Bukankah kau sudah bisa menggunakan banyak sihir sekarang? Kenapa tidak selamatkan saja dia sendiri? Kau juga katanya bisa banyak." Balas Fiona pada Arin juga Mary. Tapi karena keduanya diam, Fiona pun mengembangkan senyumnya. "Tapi oke, karena Aku kakak Osis yang baik hati."

"Kalau begitu—"

"Tapi beritahu Aku bagaimana cara Rei memberikan sihir-sihir itu padamu."

Glek. Jauh di dalam hatinya, entah bagaimana Arin sudah punya firasat kalau jadinya pasti akan seperti ini. "Ka-Kak Rei bilang dia akan memberitahu kakak sendiri."

"Yaa, tapi dia tidak akan mengatakannya kecuali Aku memojokkannya ke ujung neraka… Dan sayangnya Aku butuh waktu berminggu-minggu kalau mau melakukan itu." Balas Fiona.

"Jadi ayo, cepat bilang. Tidak ada ruginya kan? Tidak seperti Aku akan merampas sihirmu atau apa. Tidak butuh juga."

"Kalau begitu kenapa—"

TUK. Tapi Fiona tiba-tiba saja menyentil dahi Arin. "Aww!"

"Semua orang memang tidak ada yang mau langsung menurut ya…" Gerutu Fiona. "Dengar ya, Rei itu—"

BRUKK! Tapi tiba-tiba saja terdengar lagi suara benturan besar yang juga disertai gempa kecil. Yang setelah dilihat ternyata disebabkan oleh jatuhnya si raja kelinci ke tanah karena kakinya sudah mulai menguap ke udara, begitu juga para prajurit kelinci yang lain.

"Hh, lebih cepat dari yang kuharapkan…"