webnovel

AndurA

Dua sosok berbeda dalam satu tubuh. Itulah aku! Gelap, kelam, dan tak tersentuh! Itulah sisi lain dar bayangan tergelapku. Lalu sisiku yang lain seakan tersingkir sejak aku kehilangan semua hal yang kusayangi. Mereka, para Pangeran Iblis itu, menghancurkan hidupku! Hingga aku harus melenyapkan mereka semua dalam satu sentuhan hingga lenyap bagai debu!

Ellina_Exsli · Fantasy
Not enough ratings
16 Chs

4. Evard Xion Damien

Empat Pangeran iblis dari dunia kegelapan telah memasuki dunia manusia. Mereka menatap dari atas gedung dengan jubah serba hitam yang masih melekat di tubuh mereka. Menatap kebawah, pada kehidupan manusia yang sangat berbeda dengan yang mereka bayangkan.

"Sangat berbeda dari yang aku bayangkan," ucap Dexter dengan menatap ke bawah.

"Wow, terlihat seperti sebuah hiburan untukku. Baiklah, kita lihat. Apa yang bisa kita dapatkan disini," ucap Axenio dengan menggerakkan kedua tangannya hingga jubah yang menyelimuti tubuhnya menghilang.

Axenio tersenyum manis dengan memperhatikan orang-orang yang terlihat sibuk di bawah sana. Lalu dengan senyum puasnya, Axenio merubah pakaiannya dengan gaya manusia yang mengenakan jas rapi.

"Tak buruk," ucap Axenio lirih.

Tiga Pangeran lainnya menoleh.

"Kau," Revander tak melanjutkan kata-katanya saat melihat rambut panjang Axenio telah pendek dan rapi. Lengkap dengan seluruh pakaian manusia yang terlihat pas untuk tubuhnya.

Leon tersenyum dingin. Matanya meneliti ke bawah untuk menemukan gaya yang cocok untuknya.

"Anak sekolah," ucap Leon pelan. Leon langsung merubah pakaiannya dengan seragam anak sekolah yang baru saja ia lihat. Pangeran lain menatap Leon lama hingga mereka mengikuti Axenio dan Leon.

Dexter menghela napas kasar lalu merubah pakaiannya dengan gaya bebas. "Kurasa ini yang cocok untukku,"

Revander diam dan menatap tiga temannya. "Aku tak punya pilihan lain selain mengikuti mereka," Revander mengikuti gaya pakaian Leon yang terlihat sibuk dengan ransel di belakang punggungnya.

Empat Pangeran iblis ini saling bertatapan dan tersenyum datar. Wajah mereka terlihat segar dan tampan dengan gaya yang membuat mereka menjadi benar-benar berbeda. Lalu mereka semua menatap ke bawah dan menghilang. Tak lama mereka semua telah berbaur dengan keramaian kota. Tatapan memuja dari setiap orang yang melihat mereka cukup membuat mereka bangga. Mereka terus melangkah dengan menajakan indera penciuman untuk merasakan kekuatan iblis yang tengah mereka cari.

Sedangkan di dunia iblis, Evard termenung menatap hamparan taman luas dari balkon kamarnya. Tatapan kosong dan rindu yang ia tahan membuat semua kian menyakitkan. Evard masih termenung sebelum kehadiran kaki tangannya membuatnya mendesah kasar.

"Yang Mulia," ucap Zaen sopan.

Evard hanya diam tanpa menggubris panggilan dari Zaen. Menyadari sikap dingin Tuannya, Zaen hanya bisa kian tertunduk dan merasa iba. Bukan suatu hal yang ringan untuk Zaen saat Tuannya tengah ingin sendiri. Kejadian beberapa tahun silam, saat tubuh tunangan Tuannya melebur bagai debu, saat itu juga semua menjadi tak terkendalikan.

Kepribadian Evard benar-benar berubah. Evard menjadi kian dingin dan menutup hatinya rapat-rapat. Tak ada yang dapat menyentuh tangannya, tubuhnya, terlebih hatinya. Hal itu membuat Evard terlihat semakin berbeda dari Pangeran lainnya. Hal lain yang berbeda dari Evard adalah, ia memiliki hati yang lembut meski dirinya seorang iblis. Kesetiaan yang ia junjung tinggi meski tunangannya telah tiada,  membuat para Putri dari kerajaan lain semakin ingin mendapatkan Evard.

"Hamba akan kembali saat Yang Mulia telah ingin betemu hamba," ucap Zaen lagi. Zaen mundur selangkah dengan hormat dan membalikkan badannya sopan.

"Katakan," ucap Evard dingin membuat Zaen terhenti.

Zaen menoleh dan tersenyum samar. "Para Pangeran lain tengah menyamar di dunia manusia demi mencari segala informasi, Yang Mulia."

Evard menatap datar Zaen, "Apa yang mereka lakukan?"

"Berbaur dengan manusia pada umumnya dan hamba belum tahu jauh tentang rencana mereka,"

"Kau boleh pergi. Aku akan menyusul mereka sebentar lagi,"

"Hamba undur diri, Yang Mulia."

Evard lagi-lagi diam dan menatap jauh pada hamparan taman di istananya. Helaan napas berat begitu terdengar sebelum akhirnya ia mengenakan jubah hitam lalu menghilang. Menyusuri hutan iblis hingga sampai di perbatasan. Evard membuka tudung kepalanya dan menatap pintu perbatasan. Menyentuh pelan dan merasakan energi iblis lain yang tertinggal.

"Sang Ratu Kegelapan. Entah kenapa aku memiliki firasat buruk tentang teman-temanku,"

Evard menoleh kebelakang sebelum akhirnya melangkah masuk pada pintu perbatasan dan memasuki dunia manusia. Dengan gerakan cepat, Evard telah sampai pada gedung tinggi tempat para Pangeran lain berkumpul.

"Mereka benar-benar telah berbaur," ucap Evard pelan.

Evard mengganti pakaiannya dengan pakaian santai dunia manusia. Mulai berbaur dan berjalan di tengah keramaian dengan santai. Rambut coklat pendeknya terlihat begitu pas untuk wajahnya yang tampan. Evard begitu dingin meski sapaan banyak gadis terdengar lembut di telinganya.

Di tengah keramaian yang sama, Axelia dan Kay baru saja pulang sekolah. Mereka berjalan bergandengan tangan di antara keramaian yang terlihat padat. Terlihat Kay begitu panik saat Axelia selalu menatap takut ke belakang.

"Kay, Paman gila mesum itu lagi-lagi mengikutiku."

Kay ikut menoleh kebelakang. "Ayo berjalan sedikit lebih cepat lalu kita lewat jalan pintas."

"Tapi ada sungai, Kay." keluh Axelia merasa keberatan.

"Kau akan baik-baik saja bersamaku, Axelia. Aku bahkan akan menggendongmu jika kau meminta itu,"

Axelia bersemu merah saat mendengar kata-kata Kay. Langkah mereka semakin cepat karena Kay menarik tangan Axelia agar mengikuti langkahnya. Di belakang sana, Arven sedikit tersenyum karena dengan hal yang ia lakukan. Arven hanya ingin tetap berada di sekitar Ratunya karena para Pangeran dunia iblis sudah jelas akan mengejarnya. Arven hanya berjalan mengikuti langkah Axelia dan Kay meski mereka sedikit terburu-buru.

"Ahk, Ratuku menghindariku. Tapi setidaknya pemuda yang bersama Ratuku cukup bisa dipercaya." senyum Arven terkembamg melihat Kay yang selalu berusaha melindungi Axelia. Hanya saja, Arven kurang mengakui Kay karena Kay hanyalah manusia biasa.

Napas Kay dan Axelia sedikit memburu dengan langkah yang semakin cepat. Kay dengan langkah lebarnya membuat Axelia sedikit sulit menyamakan langkah mereka. Berkali-kali Axelia sedikit berlari untuk menyamakan langkahnya, hingga tubuhnya menubruk seseorang yang berlawanan arah dengannya.

Brukk! Pegangan Axelia dan Kay terlepas. Kay menoleh kebelakang cepat dengan waswas. Tubuh Axelia langsung terhuyung kebelakang dengan cepat namun sebuah tangan menahan pinggangnya.

"Axelia," panggil Kay sedikit panik mengetahui bahwa Axelia akan terjatuh.

"Ugh," rintih Axelia pelan karena berpikir tubuhnya akan jatuh kebelakang.

"Kau baik-baik saja?"

Sebuah sapaan halus tedengar dingin menyapa telinga Axelia. Axelia tergagap dan langsung sedikit menjauh saat sadar tangan seseorang yang menolongnya masih memegang pinggangnya. Axelia sedikit mendongak dan menatap orang yang telah menolongnya. Untuk beberapa saat mata mereka saling bertemu dan sama-sama terpaku.