webnovel

AndurA

Dua sosok berbeda dalam satu tubuh. Itulah aku! Gelap, kelam, dan tak tersentuh! Itulah sisi lain dar bayangan tergelapku. Lalu sisiku yang lain seakan tersingkir sejak aku kehilangan semua hal yang kusayangi. Mereka, para Pangeran Iblis itu, menghancurkan hidupku! Hingga aku harus melenyapkan mereka semua dalam satu sentuhan hingga lenyap bagai debu!

Ellina_Exsli · Fantasy
Not enough ratings
16 Chs

12. Aku hanya Axelia

Axelia melangkah gontai menuju taman belakang sekolah. Langkahnya terhenti saat suasana sekolah tiba-tiba menjadi ramai. Axelia memutar langkahnya dan mendekati keramaian. Tubuhnya berdiri kaku saat matanya bertemu dengan Evard. Axelia memilih mundur dan pergi. Menghindari tatapan Evard dengan langkah kembali menuju taman.

"Kenapa dia ada disini. Dan seragam itu? Ahk, lalu kenapa dia menatapku seperti itu?"

"Seperti apa?"

"Seperti ingin menelanku hidup-hidup!" mata Axelia terbelalak karena tanpa sadare menjawab pertanyaan dari suara yang terlontar. Gelak tawa kembali terdengar hingga Axelia membalikkan badannya. "Kay...!"

Kay tertawa saat tubuh Axelia menabrak tubuhnya. "Jadi, siapa yang kau sebutkan? Orang yang akan menelanmu hidup-hidup." Kay menaik turunkan alisnya. "Ohh, Axeliaku tengah merajuk dengan mecibirkan bibirnya. Apa bibirmu ingin kucium?"

Mata Axelia kembali melotot. Axelia meninju perut Kay ringan. "Kau,"

"Aku serius," lanjut Kay lagi.

"Ya,  dan seluruh penggemarmu di sekolah akan menelanku hidup-hidup."

"Kenapa kau begitu peduli padanya? Cukup pedulikan aku, karena aku-"

"Kay, apa kau baik-baik saja hari ini? Kau terus merayuku pagi ini. Apa kau-"

"Hahahaha, ayolah. Melihatmu cemberut adalah suatu hal yang menyenangkan bagiku."

Axelia hanya mencibirkan bibirnya. Hal itu membuat Kay gemas hingga ia mencubit kedua pipi Axelia. "Lonceng telah berbunyi. Kita harus masuk,"

Axelia mengangguk. Mengikuti langkah Kay dari jauh. Tersenyum tipis dan kembali tertegun saat langkahnya berhadapan dengan Evard. Untuk sesaat mereka saling bertatapan. Axelia melangkah lebih dulu, melewati Evard dan berhenti saat tangannya di tahan oleh tangan Evard. Axelia menoleh dan kembali beratatapan dengan Evard.

Tak ada kata-kata yang terucap di antara keduanya. Entah kenapa dada Evard terasa sesak saat melihat wajah Axelia. Wajah itu, ingin rasanya Evard memeluk dan menumpahkan segalanya.

"Fransya Laqueta," ucap Evard lirih. Ada setitik air mata kerinduan yang jatuh dari matanya.

Axelia tertegun melihat air mata Evard. Axelia bisa melihat, ada luka dalam di mata Evard. Desisan suara itu membuat Axelia tersadar. "Maaf, aku Axelia."

Axelia menyentuh tangan dingin Evard dan melepaskan tangannya dari genggaman Evard. Kembali melangkah dan meninggalkan Evard yang masih terpaku menatap kepergiannya. Memasuki kelas dan duduk di bangku belakang tanpa menatap sekitarnya. Tanpa mempedulikan semua tatapan tajam yang terarah untuknya karena lagi-lagi Evard menyusulnya dengan cepat.

"Axelia," panggil Evard jelas membuat seluruh isi kelas diam dan menatapnya.

Axelia menoleh dan tak dapat bergerak saat melihat Evard melangkah ke arahnya. Hingga Evard kembali menyentuh tangan Axelia dan memasangkan suatu gelang yang tak ia kenali.

"Kau melupakannya," ucap Evard lagi semakin membuat suasana kelas menjadi sunyi.

"Tapi ini bukan milikku," sanggah Axelia membuat tangan Evard yang memasangkan gelang berhenti.

"Kau menjatuhkannya," ucap Evard lagi.

Axelia diam. Melihat gelang cantik yang melingkar di tangannya. Lalu pada punggung Evard yang melangkah pergi meninggalkan kelas.

"Dia aneh," ucap Axelia lagi.

***

Jam istirahat pertama dimulai. Axelia melangkah sendiri dan terus memperhatikan gelang di tangannya. Dengan gumaman pelan, langkah Axelia kembali terhenti saat sebuah benda kecil meluncur ke arahnya. Berhenti tepat di kakinya karena membentur sepatunya.

"Cincin," ucap Axelia pelan lalu memungut cincin tersebut. "Wow, cincin ini sangat indah."

Dengan bodohnya Axelia memasangkan cincin itu di jari manisnya. Tersenyum kecil saat cincin itu sangat pas di jarinya. Lalu mengangkat tangannya sedikit hingga sinar matahari membuat batu permata di cincin tersebut berkilau.

"Wah, aku tak tahu bahwa sebuah cincin akan terlihat sangat istimewa di jar-"

"Lepaskan!"

Axelia tak melanjutkan kata-katanya saat tiba-tiba sebuah suara membuyarkan semua hal yang ia lakukan. Evard menatap cincin di jari manis Axelia yang terlihat sangat pas di jarinya.

"Lepaskan cincin itu," ucap Evard dingin.

Axelia menurunkan tangannya dan diam saat mendengar nada suara Evard yang sangat dingin. "Apa ini? Dia terlihat sangat berbeda. Apa dia memiliki kepribadian ganda?"

Axelia  melangkah pelan dan menatap wajah Evard. Sedangkan Evard sama sekali tak berkedip saat langkah Axelia semakin dekat dengan dirinya. Bayangan sosok akan tunangannya semakin jelas hingga Evard tak bisa mengeluarkan kata-kata. Namun semua menjadi terasa menyakitkan saat matanya melihat Axelia melepaskan cincin dari jarinya.

Axelia menarik cincin itu lalu memberikan pada Evard. "Aku tak tahu bahwa itu milikmu. Kau harus menjaganya dengan baik jika itu sangat berarti untukmu."

Evard menerima cincin itu. "Aku tak-"

"Axelia,"

Evard berhenti berbicara saat sebuah suara memanggil nama Axelia dengan sangat manis. Seiring wajah Axelia yang menoleh dengan senyum manis yang kian lebar. Dan entah kenapa Evard benci melihatnya.

"Kay," panggil Axelia lalu berlari menghampiri orang yang memanggilnya.

"Kau ada urusan dengannya?" tanya Kay langsung saat melihat mata Evard yang menatapnya marah.

Axelia menggeleng. "Kenapa aku harus memiliki urusan dengannya?"

Kay tersenyum dengan jawaban Axelia. "Jika begitu, ayo pergi bersamaku."

"Tentu," jawab Axelia cepat lalu melangkah pergi bersama Kay tanpa menoleh sedikitpun pada Evard.

"Kenapa aku harus memiliki urusan dengannya?" ulang Evard sambil mengengam erat cincin di gengagamannya. Senyumnya terukir dengan rasa sakit saat mendengar jawaban Axelia. "Kenapa ini terasa sangat menyakitkan?"

Evard kembali mengingat senyum lebar Axelia yang terlihat sangat bahagia saat bertemu dengan Kay. "Dan aku membenci senyum itu."

Evard terlihat sangat kesal hingga mengeluarkan kekuatannya. Menghilang dan kembali ke kerajaannya dalam kedipan mata. Kehadiran Evard yang tiba-tiba sangat cepat kembali membuat Zaen dengan cepat menemui Tuannya.

"Yang Mulia," ucap Zaen lirih saat melihat Evard sama sekali tak menatapnya.

"Aku membencinya!" ucap Evard dingin. Membuat Zaen diam dan tak berani bersuara. "Aku membenci kenyataan bahwa dirinya bukanlah tunanganku! Tidak, kenapa mereka memiliki wajah yang sama!"

Zaen yang mengerti arah pembicaraan Tuannya hanya menunduk dan berujar pelan, "Tuan, Nona Axelia bukanlah Putri-"

"Aku tahu dan aku benci hal itu!" teriak Evard keras.

"Yang Mulia,"

"Tinggalkan aku sendiri," ucap Evard dingin.

"Tapi, Yang Mulia?"

"Kau tak dengar? Aku ingin sendiri!"

Zaen hanya bisa undur diri dengan perasaan sedih. Ini untuk kedua kalinya ia melihat Evard terluka dengan sebuah kenyataan pahit yang sulit di terima.

***