webnovel

Anaya dan Hujan Bab 4

Rumah Paman Toni minimalis, tapi terlalu banyak ruang tidak terpakai. Semua ruangan wangi bunga melati, aku tidak mengerti apa memang mereka menyukai parfum seperti ini?

Sesampainya diruangan terkahir. Berada di lantai dua, terdapat balkon, sepertinya sangat nyaman dipakai untuk menyendiri. Tunggu, tujuanku mencari anggota tubuh Adam belum selesai. Firasatku tertuju pada ruangan bernuansa jepang. Saat ku buka pintu itu dan melihat isi ruangan, ternayata lebih canggih dari apa yang aku bayangkan.

Seperti laboraterium dengan banyak bahan kimia. Sepertinya bisa ku ambil dan dipergunakan untuk jaga-jaga.

Bruk!! Bruk!!

Sebuah kotak yang berada dibawah meja mengeluarkan suara, apa isinya? Tapi, ouh astaga bau amis lagi. Sudah dipastikan aku akan diet selama perjalanan ini. Fokus pada kotak, ternyata kotak itu dikunci dan ada paswordnya. Astaga mempersulit saja, baiklah sepertinya kode ini tidak terlalu rumit. Angka-angka disana tidak terlalu asing. Tanggal lahir pasangan itu? Akan ku coba.

"27-09-89" titttt, kotak itu masih tidak terbuka.

"01-09-89" pip pippp, trak! Akhirnya terbuka juga, dan isinya? Sebuah kaki kecil yang di awetkan, terlihat dari warnanya yang masih putih pucat, dan sedikit wangi pengawet mayat. Ada kertas juga.

'Adam kecil, dia tampan dan baik hati. Hanya saja, dia sering mengganggu kebunku. Sering mengolok-olok Ibunya Anaya, dia anak pertama yang mengetahui identitas kami. Maaf anak baik, ini pelajaran untukmu dan keluargamu yang sudah menghina kami.'

Maksudnya, apa mereka mebunuh teman-teman yang sudah membully keluargaku?

"Anaya! Jangan bermain diatas sana, atau nanti kamu paman hukum!" teriak Paman dari lantai bawah. Aku bergegas turun dan memeriksa kondisi Raka diperpustakaan.

Sreett brug!!

"Susst jangan berisik," bisik Raka yang mendekap erat tubuhku. Sangat, hangat dan nyaman.

"Tapi ada satu organ lagi yang belum kudapatkan," kataku mengingatkan.

"Aku sudah menemukannya, dan semua bukti sudah terkumpul. Ayo pura-pura tidak terjadi apa-apa, kamu tetap bersama Paman dan aku pura-pura ke toilet untuk menyimpan kaki itu," ucap Raka. Sepertinya kening Raka terhantup dinding, makanya dia sedikit, pintar. Aku anggukan saja supaya cepat.

"Anaya turun paman!" Aku bergegas turun dan membawa buku kosong milikku agar mereka percaya.

"Lama sekali, Bibi sudah memasak sup untuk kalian berdua. Dimana pacarmu itu?" tanya Bibi.

"Dia pergi ke toilet, Anaya membantu Raka mencari toilet dulu tadi," alibiku.

"Ya sudah, dimakan selagi hangat."

"Kami langsung pulang saja Bi, sudah malam takut Anaya dicari orang tuanya," Raka datang menyusul, akhirnya dia datang tepat waktu.

"Oh baiklah, bawa ini yah untuk bekal dijalan, terima kasih sudah mau mapir kesini," ucap Bibi dan Paman pergi ke lantai dua. Semoga mereka tidak curiga.

Kotak makanan sudah kami pegang, dengan jantung yang terus berdetak, udara semakin dingin, dan Raka yang terlihat lebih waspada saat melihat wajah pucatku.

"Kami pulang Bi, terima kasih atas jamuannya. Salam untuk paman juga," ucap Raka sopan.

"Iya Nak, sama-sama. Hati-hati dijalan," ucap Bibi sambil mengantarkan kami keambang pintu lalu melambaikan tangan.

Setelah kami masuk mobil dan mobilpun melaju dengan kecepatan sedang, Paman dan Bibi terlihat menakutkan. Di tangan paman ada kantung plastik penuh darah. Apalagi itu?

"Ada apa Anaya, wajahmu pucat sekali?" tanya Raka khawatir.

"Tidak ada apa-apa. Cepat pergi dari sini lalu kubur kaki dan … dimana ginjal itu?" Raka menunjuk toples selai yang dibungkus kain.

"Syukurlah, tanganmu dingin?"

"Kamu lupa aku habis di cekik hantu Adam? Sampai sekarang masih terasa dinginnya," jelas Raka. Oh, jadi dia masih takut, haha lucu.

"Kenapa tertawa, ada yang lucu?"

"Ah tidak," jawabku.

"Awas Raka!"

Cekittt Bruk!!

Apa yang Raka tabrak tadi? Hanya batang pisang yang tergeletak dan terdapat darah yang berceceran.

"Sudah tidak beres, kita harus segera pergi dari tempat ini," ucap Raka, wajahnya benar-benar serius sekarang.

"Apa isi kotak itu?" tanya Raka.

"Aku tidak berani membukanya, takut," jawabku. Aromanya membusuk saat keluar dari rumah itu. Aku juga tidak tau apa isinya.

"Kita suah dijalan ramai, didepan jalan ada pemakanam umum. Ayo kubur ini semua dengan kotak nasinya juga, isi didalam kotak nasi lebih tepatnya," ucap Raka sedikit tegas.

Aku dan Raka turun dari mobil, semua benda berbau itu termasuk ginjal dan kaki Adam dikuburkan disatu lubang. Lalu kotak nasi berisi bola mata manusia, kami kubur terpisah.

Tubuhku mulai terasa gatal dan lengket, keringat Raka juga bercucuran, padahal tadi suhu tubuhnya dingin sekali, sekarang kembali hangat.

"Aku ingat, didaerah sini ada pemandian air panas. Bisa kesana sebentar untuk mandi dan istirahat?" tawarku pada Raka, terlihat dari raut wajahnya sudah lelah.

"Ide bagus, ayo kita kesana," ucap Raka sambil tersenyum. Astaga senyumannya.

---------

Sesampainya di lokasi pemandian air panas, Anaya dan Raka mengambil baju yang sudah mereka siapkan. Sekalian mencuci baju yang mereka gunakan tadi. Karena kolam perempuan dan laki-laki tidak terlalu jauh. Raka sengaja bolak-balik dihadapan Anaya, iya apalagi kalau bukan menjahili Anaya.

"Hei pergi sana ini bukan tempatmu!" teriak Anaya pada Raka. Sedangkan Raka tetap diam dan menatap wanita-wanita cantik yang memakai handuk putih sedang berendam.

"Raka hentikan! Jangan menatap mereka seperti laki-laki hidung belang," Anaya geram dan menyeret Raka keluar dari ruangan khusus perempuan.

"Ya ampun Nona, jangan seperti itu pada suamimu. Kalian pengantin baru bukan? Bersikaplah layaknya suami istri," ucap seorang wanita tua yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua lalu tertawa.

"A-apa? Bukan, aku gadis SMS semester dua akhir Bu," ucap Anaya menjelaskan.

"Berarti calon suamimu? Iya ibu juga mengerti, para gadis jaman sekarang suka malu-malu mengakuinya, haha," ibu itu tertawa lagi. Lalu Raka? Sepertinya dia setuju dengan ucapan ibu tadi. Sedari tadi dia hanya tertawa, senyum, dan tertawa lagi.

"Gila kamu," ucap Anaya lalau kembali berendam.

"Calon istri, habis mandi kita makan yah sayang!" teriak Raka, membuat semua orang diruangan itu menatap mereka dengan tatapan aneh, lucu, dan membingungkan.

"Raka!" bentak Anaya disusul tawa ibu-ibu yang berada diruangan Anaya.

----------------------

Di dalam rumah makan padang. Uh jangan salah, cantik-cantik begini tetap mencari nasi padang, sate dan nasi liwet yang berasal dari Jawa Barat. Anaya memesan beberapa menu untuk dia dan Raka. Sedangkan Raka menjauhkan dirinya sebentar ke area perokok.

"Ayo makan dulu, apa kamu sudah menemukan apartemen untuk malam ini?" tanya Anaya.

Raka menunjukan ponselnya. "Sudah sayang, ada satu kamar dengan ukuran kasur Big Size untuk kita berdua," ucap Raka sambil terkekeh.

"Hentikan Raka, jangan mesum sekarang, aku masih sekolah. Atau kamu aku laporkan pada pihak berwajib," ancam Anaya.

"Atas dasar apa aku dilaporkan?" tanya Raka memasang wajah meledek pada Anaya.

"Pelecehan seksual."

"Eh, aku tidak melakukannya."

"Sudahlah ayo kita makan habis itu tidur," ucap Anaya yang sudah mulai kelelahan.

Bersambung