webnovel

Satu

Julyan Lee.

Pria berusia 24 tahun, kelahiran 1997, berasal dari Seoul. Pria yang memiliki 8 Saudara, berasal dari kalangan orang berada, yang ayahnya merupakan pemilik dari perusahaan 127 Company yang mengelola berbagai produk serta produksi brand brand ternama.

Julyan merupakan anak ke 6 dari 8 saudara, ia dikenal pria dingin namun ceroboh, disekolah, di Kampus atau di Kantor. Julyan saat ini mengelola perusahaan ayahnya meskipun masih diawasi oleh sang kakak tertua Tyo, namun Julyan dipercaya untuk menjadi Direktur di Perusahaan ayahnya.

Diantara 8 Saudaranya percayalah hanya

Julyan yang sudah menikah, dan pernikahannya sudah 1,5 tahun, dengan gadis bernama Marisa Riana, sederhana namun mampu membuat Julyan bucin.

Bicara tentang pernikahan, saat ini Julyan masih belum di ijin kan untuk pisah rumah oleh Kakaknya, alasannya karna Sang Kakak belum ada yang menikah, konyol memang, seharusnya Julyan bisa menunggu tapi tinggal satu rumah disaat dirinya sudah menikah benar benar merasa tidak nyaman, lebih lagi ia harus melihat keributan saudara saudaranya pada istrinya, untung saja sang istri tidak mempermasalahkan hal itu, ia pun bisa memaklumi.

Pukul 22.00

Pria itu masih bergelut dengan pekerjaannya di Kantor, menghadapi komputer berjam jam dengan kacamata khasnya, serta harus mengurus proyek dan mengatur segala proyek. Pria itu memang sibuk.

Julyan menyender pada kursi sembari menghela nafas, merasa penat, ia melirik foto dirinya dengan sang istri merenungi atas masalah pernikahannya saat ini. Ya.. Saat ini Julyan sedang dalam masalah pada pernikahannya, yang mungkin sudah diujung tanduk.

Pria itu mengambil jaket dan kunci mobil membiarkan komputer tetap menyala, sembari berjalan menghubungi Winarta, sekertaris pribadinya.

"Win! Besok datang pagi, aku mungkin agak telat, kamu urus kerjaan ku yang belum selesai," ujar Julyan, setelahnya ia kembali berjalan menuju parkiran.

Julyan, berada ditengah perjalanan sekarang, dan pikirannya tidak fokus, masih tertuju pada istrinya.

"Maaf!"

Julyan menunduk merasa kecewa terhadap istrinya, namun ia tidak bisa marah karna memang bukan salahnya. Pria itu tertunduk menahan isak tangisnya dan berusaha kuat, ia tau istrinya lebih terluka dibanding dirinya.

9 bulan menunggu namun hasilnya sia sia, sang istri keguguran.

Julyan merasa sesak saat mendengar kabar dari sang dokter bahwa istrinya keguguran, pria itu benar benar merasa gagal merawat sang istri, rasanya campur aduk, marah, kecewa serta sedih. Pun ia tidak bisa marah pada sang istri.

"Maafin aku mas..." isak sang istri yang masih terduduk di atas ranjang rumah sakit.

"Aku tau kamu kecewa... Aku minta maaf... Aku bodoh, aku gk bisa ngerawat nya dengan baik... Maaf..." lagi lagi sang istri masih terisak.

Esok hari, Julyan membawa sang istri pulang kerumahnya, perlahan menuntunnya ke kamar, Julyan memberi isyarat pada Saudaranya agar tak membahas masalahnya saat ini.

"Aku ambil baju baju dulu, kamu istirahat..." ujar Julyan setelah berada di Kamarnya.

Julyan keluar untuk mengambil beberapa pakaian kotor dan lalu mencucinya, setelah itu ia duduk diruang makan, hatinya masih sangat hancur saat ini.

"Julyan! Beneran keguguran?" Kevin datang bersama Tyo dan Johnny dan ikut duduk bersamanya.

Julyan mengangguk, "Aku harus gimana kak?" tanya nya.

"Kamu pasti kecewa banget," ujar Johnny.

"Gimanapun ini bukan salah Marisa kak," jawab Julyan pelan.

"Sekarang gimana keadaan Marisa?" tanya Tyo.

"Aku gak tega liat mukanya kak, dia lebih terluka daripada aku.." lirih Julyan.

"Kamu gak tega atau kamu marah karna kecewa?" ucap Johnny.

Julyan diam, tak menjawab, sejujurnya pun ia merasa kecewa juga tapi bagaimana lagi, kehendak tidak bisa diubah.

"Aku tidak tau kak.."

Julyan kembali fokus menyetir, kejadian itu satu minggu yang lalu, dimana saat Julyan kehilangan baby kecilnya yang mungkin beberapa hari lagi akan lahir, pria itu masih merasa sedih dan kecewa, andai saja waktu itu Marisa menuruti kata Julyan, andai saja Marisa tidak nekat pergi ke toko rotinya, dan andai saja Julyan bisa lebih cepat mencegah Marisa, andai saja dan terus berandai andai, pria itu menghela nafas lagi lagi, hubungannya sudah benar benar retak saat ini.

Ditambah lagi sang istri yang tiba tiba saja meminta cerai dan menyuruhnya untuk menikah lagi, benar benar membuat nya pening, Julyan tau setelah keguguran mungkin akan lama sembuh kembali, dan mungkin ia akan menunggu tahun depan atau mungkin tidak bisa lagi, bagaimanapun Julyan tetap akan bersama istrinya, sampai kapanpun.

Ponselnya berbunyi, Julyan segera mengangkat setelah tau istrinya yang menelpon.

"Kenapa kamu batalin gugatannya Mas!" bentak Marisa diseberang telepon.

"Marisa..."

"Kamu dimana?"

"Dijalan."

"Mas... Kenapa?! Kenapa?!.... Kenapa kamu batalin lagi!"

"Kamu gila! Aku gak mungkin cerai sama kamu cuma karna itu Marisa!"

"Kamu tidak akan pernah bahagia nikah sama aku Mas! Aku ini gak becus jadi istri! Aku ini bodoh! Aku ini-"

"CUKUP MARISA!!"

Julyan mendengar isakan sang istri, dan hatinya merasa tertohok, pria itu benar benar merasa hancur sekarang, pikirannya tidak fokus menyetir.

Sampai sampai ia melihat lampu mobil yang berlawanan arah dan...

Braakkk!

Julyan tertabrak mobil itu, dan lagi...

Truk menghantam mobilnya hingga terguling dijalan raya, terjadi tabrakan beruntun.

Julyan hampir terpental jauh keluar dari mobil, dan mobilnya terbalik truk yang menabraknya pun ikut tergilir.

Pria itu masih setengah sadar, tangannya merasa ingin meraih ponselnya yang masih menghubungi Marisa, setelah akhirnya ia mendengar sirine ambulan dan matanya tertutup tak sadarkan diri.

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

Rika_Rokiahcreators' thoughts