webnovel

Gadis Dalam Kesulitan

Perlahan-lahan Alvore membuka mata.

Kesadarannya mulai pulih meskipun tubuhnya masih terasa nyeri akibat jatuh dari ketinggian.

Setelah mencoba menggerakkan seluruh anggota tubuhnya, Alvore segera bangun dan membersihkan tubuhnya dari dedaunan dan patahan ranting pohon.

Tubuhnya mengalami luka gores dan memar disana-sini tapi tidak ada cedera yang serius.

Tak ada tulang yang patah.

Tak ada pendarahan.

Sepertinya dahan dan ranting pepohonan telah mengurangi kecepatan jatuhnya sebelum ia menghantam tanah.

Alvore memandang sekeliling.

Busur dan panahnya tergeletak tak jauh dari tempat ia terjatuh. Alvore memungutnya dan memeriksa busur panahnya dengan seksama.

Tidak ada yang rusak dari busur nya. Hanya saja sebagian besar anak panah yang ia bawa patah. Hanya ada empat batang anak panah yang memiliki kondisi yang baik.

'Beruntung sekali...'

Sambil memikirkan arah mana yang akan ia ambil untuk pulang, Alvore memasangkan kembali peralatan berburunya.

Saat itulah Alvore mendengar suara sayup di kejauhan. Suara dentingan besi yang beradu.

Sambil berharap bertemu manusia untuk menunjukkan arah, Alvore memutuskan untuk pergi ke arah suara tersebut berasal.

Semakin Alvore mendekati sumber suara yang didengarnya, semakin jelas bahwa suara dentingan besi yang didengarnya bukanlah suara seorang pandai besi yang sedang menempa dengan palunya.

'Ada yang bertarung. Apakah para petualang, ataukah...?' pikir Alvore.

Karena itu, begitu alvore dapat melihat sosok manusia di kejauhan, Alvore langsung menundukkan tubuhnya serendah mungkin, berusaha bersembunyi dari pandangan sambil perlahan mendekati mereka.

Saat tiba pada daerah yang disembunyikan oleh semak belukar yang rimbun dan bayangan pepohonan yang rindang, Alvore berhenti sejenak untuk mengamati situasi.

Tidak butuh lama bagi Alvore untuk memahami situasi di hadapannya.

Di tengah jalan pegunungan yang sepi, sekelompok pria besar berbaju kumal tengah membantai rombongan yang terdiri dari pria berseragam, orang tua, dan wanita.

Kawanan perampok tengah menjarah kereta pedagang atau bangsawan, Alvore menyimpulkan.

Dari gerakan mereka, Alvore tahu kawanan perampok itu sudah sangat terbiasa bertarung bersama-sama. Pria-pria berseragam prajurit yang menghadapi mereka pun terdesak oleh kerjasama mereka dan satu persatu dihabisi oleh para perampok.

Sebagai laki-laki Alvore menilai dirinya mampu bertarung dengan baik. Beberapa kali ia memenangkan adu jotos di bar Kota Spadia melawan preman dan pemabuk. Tapi lain ceritanya kalau lawannya gerombolan perampok bersenjata.

Jelas ia akan dihabisi dalam sekejap apabila keluar dan bertarung menghadapi mereka.

Keringat dingin mengalir di tubuh Alvore.

Berbahaya.

Sebaiknya ia segera pergi dari sini sebelum para perampok itu menyadari keberadaanya. Ya, Alvore merasa itu adalah keputusan yang bijak.

****

Mirabelle dengan susah payah berdiri menahan kedua kaki nya yang gemetar ketakutan.

Sementara Alice berdiri didepannya dengan sebilah pisau kecil dalam genggaman, berusaha menajauhkan Mirabelle dari tangan para perampok.

Tiga orang perampok yang mengepung mereka berjalan santai mendekati Alice dan Mirabelle sambil tertawa.

"Ada apa gadis kecil? Mau melawan kami dengan pisau kecil itu? oooohh betapa menakutkannya." ejek para perampok itu.

Alice mengayunkan pisau dalam genggamannya dengan liar setiap kali para perampok cukup dekat dengan mereka.

"Woah, lepaskanlah benda yang berbahaya itu dari tanganmu gadis kecil, aku punya hal yang lebih bagus untuk kau genggam hehehe." tawa salah seorang perampok yang menghindari ayunan pisau Alice dengan santai.

"CUKUUP!" suara lantang kembali terdengar dari perampok berjanggut hitam "Jangan membuang waktu kami, gadis kecil." sahut perampok tersebut sambil mematahkan leher kusir yang sudah tua.

Perampok bertubuh besar gemuk itu melangkah mendekati mereka. Seolah memberi jalan, para perampok yang mengepung Alice dan Mirabelle mundur beberapa langkah.

Perampok itu pun berhenti dihadapan Alice.

Saat si Perampok berdiri cukup dekat, Alice dan Mirabelle menyadari betapa besar tubuh si perampok. Ukuran tubuhnya nyaris dua kali ukuran tubuh mereka. Dengan bahu yang lebar, tangan yang kekar, dan perut buncit, perampok di hadapan mereka tampak seperti raksasa. Rasa takut menyerang Alice dan Mirabelle.

Alice menggenggam erat pisaunya berupaya menghentikan gemetar tangannya sambil menatap tajam ke perampok tersebut, Mirabelle berusaha untuk tidak memalingkan matanya dari si perampok meskipun matanya kini sudah berkaca-kaca.

"Wahahahaha." perampok itu tertawa, "Setelah dilihat dari dekat, ternyata kalian gadis yang cantik. Bagaimana kalau kau buang senjata itu dan ikut kami untuk bersenang-senang, wahahahaha."

Ketiga perampok lainnya ikut tertawa terkekeh-kekeh.

Alice dan Mirabelle tidak menjawab.

"Tidak mau?" sahut perampok itu lagi. Lalu sambil sedikit menunduk ia berbisik, "Jika kalian bisa memuaskan kami semua, kalian akan kami biarkan hidup. Tentu saja sebagai budak kami, hehehehe."

Alice tidak menyia-nyiakan kesempatan di depan matanya. Saat sang perampok menundukkan wajahnya untuk berbisik, Alice mengayunkan pisaunya untuk menebas leher si perampok.

Seandainya si perampok tidak menyadari serangan Alice dan menarik kepalanya, tentu lehernya sudah menyemburkan darah segar. Sayangnya, serangan Alice hanya berhasil menebas janggut si perampok.

Melihat kejadian yang berlangsung cepat itu, para perampok yang sejak tadi terkekeh menjadi diam, sebelum akhirnya tawa mereka kembali meledak. Menertawakan teman mereka yang kini berjanggut pendek.

Sementara itu, si perampok yang janggutnya terpotong masih tertegun tidak mempercayai apa yang baru saja terjadi.

Melihat hal itu Alice segera meneruskan serangannya. Kali ini pisaunya bergerak dengan tujuan yang jelas, menusuk leher si perampok.

"Gadis kecil…" si perampok menggeram marah, "Jangan membuatku marah!"

Si perampok menangkap tangan Alice sebelum serangan sampai kelehernya, merebut pisaunya, kemudian menusukkan pisau tersebut ke tubuh Alice.

Darah merah membasahi baju pelayan yang dikenakan Alice.

Mirabelle menutup mulutnya dengan tangannya. Ia berteriak sekuat tenaga, namun tidak ada suara apapun yang keluar dari mulutnya. Pada akhirnya, Mirabelle hanya dapat berbisik lirih saat tubuh Alice jatuh ke tanah.

"Alice…"

"Dasar wanita bodoh!" sahut si penjahat sambil meludahi tubuh Alice. "Bagaimana denganmu, Nona kecil? Kau lebih cantik dari si wanita bodoh ini. Kuharap, kau juga lebih pintar" sahut si perampok sambil berjalan mendekati Mirabelle.

Lengan si perampok terjulur untuk menyentuh Mirabelle.

Namun sebelum sempat si perampok menyentuh wajah Mirabelle, jeritan kesakitan terdengar dari belakang si perampok.

Tanpa disadari seorang pun, sebatang anak panah telah melesat dan mengenai salah satu perampok.

Perampok tersebut jatuh ambruk ke tanah dan tewas berisimbah darah dengan anak panah yang mencuat di lehernya.

Kepanikan melanda kawanan perampok yang tidak menyadari dari mana arah serangan yang telah membunuh teman mereka datang.

"KITA DISERANG! SEMUANYA BERKUMPUL DIDEKATKU!" suara perampok berjanggut kembali membahana. Namun, Sebelum kawanan perampok yang lain sempat bersiap, anak panah kedua kembali melesat. Kali ini mengenai dada kiri perampok yang terlambat berkumpul di dekat perampok berjanggut.

"KURANG AJAARR! SIAPA ITU?" teriak si perampok penuh kemarahan ke arah asal anak panah tadi dilepaskan.

Tidak ada jawaban. Sang perampok yakin anak panah tadi dilepaskan dari arah hutan tapi ia tidak melihat sosok seorangpun.

Si perampok berjenggot memberikan sinyal kepada temannya. Seketika itu juga temannya itu menodongkan pisaunya ke leher Mirabelle, sementara si perampok berjenggot mengambil perisai dari prajurit yang mati didekatnya dan mengangkat perisai itu didepan tubuhnya.

Matanya melotot tajam. Bersiap akan anak panah yang sewaktu-waktu dapat terbang ke arahnya.

"JIKA KAU TIDAK SEGERA MENUNJUKKAN WUJUDMU, MAKA GADIS INI YANG AKAN MENERIMA AKIBATNYA!"

Masih berusaha mencerna apa yang terjadi ditengah teriakan-teriakan si perampok, Mirabelle merasakan secercah harapan.

Ada seseorang yang sedang mencoba untuk menolongnya.

Kemudian Mirabelle melihatnya melangkah keluar dari balik semak-semak dan pepohonan.

Seorang pemuda berambut hitam dengan pakaian yang terbuat dari kain dan kulit hewan melangkah keluar dari tempat persembunyiannya. Busur yang menjadi senjatanya tergenggam erat di tangannya.

"Aaaah, akhirnya kau keluar juga. Kupikir aku harus betul-betul membunuh gadis cantik ini dan membakar hutan untuk menemukanmu. Kau akan membayar mahal karena sudah membunuh teman-temanku." tawa perampok berjanggut itu. "nah.. sekarang buang senjata mu."

Pemuda itu melepaskan busur dan panahnya ke tanah. Bersamaan dengan itu si perampok juga membuang perisai yang tadi melindungi nya.

Perampok itu mendekati si pemuda sambil menggeretakkan jemarinya. Kemudian tanpa basa-basi si perampok itu menghantamkan tinjunya ke wajah pemuda itu.

Darah mengalir dari bibir si pemuda.

"Penderitaan mu baru saja di mulai, anak muda." lanjut si perampok yang kemudian memukuli wajah dan tubuh pemuda tersebut.

Lagi dan lagi.

Wajah si pemuda perlahan dipenuhi memar dan darah.

Nafas Mirabelle tertahan menyaksikan kejadian tersebut.

"Hentikan…"

Hanya suara lirih yang keluar dari mulutnya.

Mirabelle ingin menolong si pemuda. Tapi apa yang bisa dilakukan olehnya yang lemah ini.

Saat melihat sekeliling Mirabelle baru menyadari. Perampok yang menodongkan pisau ke lehernya yang berada di depannya sama sekali tidak memperhatikan dirinya. Perampok itu tertawa senang menyaksikan penyiksaan yang dilakukan oleh temannya.

'Ini kesempatan.' pikir Mirabelle.

Setelah mengambil ancang-ancang yang perampok itu tidak sadari Mirabelle menendang selangkangan perampok tersebut sekuat tenaga.

"Aaaaauuughh!…" jeritan kesakitan keluar dari mulut si perampok yang tubuhnya perlahan-lahan jatuh lemas ke tanah.

Mendengar jeritan temannya, perampok yang sedang memukuli sang pemuda menoleh untuk melihat apa yang terjadi.

Sang pemuda yang sejak tadi menahan rasa sakit, tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Segera ia tarik pisau kecil yang disembunyikannya dalam sepatu kulitnya lalu menghujamkannya ke kaki perampok berjanggut yang tadi memukulinya.

Pemuda itu lalu berguling mengambil busur dan anak panahnya. Dengan cekatan ia segera menarik busur dan panahnya, menembak dada perampok di dekatnya, dan segera mengarahkan anak panah berikutnya ke arah perampok yang kini sedang megerang kesakitan di tanah.

Anak panah pun dilepaskan dan menembus pelipis perampok di dekat Mirabelle.

Menyaksikan kejadian itu Mirabelle hanya bisa melongo. Dalam sekejap pemuda yang sejak tadi dipukuli itu berhasil menumbangkan para perampok.

'Hebat sekali...'

Tubuh Mirabelle terasa panas, dadanya berdebar-debar. Matanya terpaku pada sosok pemuda penuh luka didepannya. Entah kenapa sosok penuh luka itu tampak memukau dimatanya.

Angin berhembus.

Pemuda itu akhirnya berdiri dan menurunkan senjatanya.

Saat itu Mirabelle menyadari bahwa bahaya telah berlalu.

Seolah kehilangan tenaga, Mirabelle terduduk lemas.

Teringat akan Alice yang sedang terbaring pucat tak bergerak, rasa panik menyerangnya.

"Alice… Alice! ALICE!"

Mirabelle memanggil nama pelayannya sambil menyeret tubuhnya mendekati Alice.

"Alice! Bertahanlah Alice! Katakan sesuatu!"

Mirabelle berteriak sambil memangku tubuh Alice. Air mata yang sejak tadi ditahannya mengalir.

"No… na… Mira..belle." Alice menjawab lemah.

"Oh, Alice, syukurlah kau masih hidup." Mirabelle memeluk erat tubuh Alice "Semua akan baik-baik saja Alice, karena itu bertahanlah…"

Betapa leganya Mirabelle mengetahui Alice masih hidup.

Begitu senangnya hingga Mirabelle tidak menyadari kalau pemuda penuh luka yang tadi menolongnya telah berada didekatnya.

"Maaf mengganggu kalian, nona-nona. Tapi kita harus segera pergi dari sini kalau ingin nona yang terluka itu segera diobati."

Mirabelle menoleh ke arah pemuda tersebut.

"Namaku Alvore, seorang pemburu. Kota Spadia tak jauh dari sini, disana kita bisa mengobati luka-lukanya. Apakah kau bisa berkuda nona?"

****

Wuaah lumayan panjang ya.. chapter kali ini.

Outline utama ceritanya sudah ada. Tinggal perjuangan menuliskan kisahnya saja.

Karena sudah berkerja dll Aku akan berusaha rajin menulis agar bisa update setiap minggu. Semoga Kisah Alvore bisa menghibur.

Terima Kasih sudah membaca.

Cheers

ASun1stcreators' thoughts