webnovel

AlvaCa

Ini hanyalah sepenggal kisah cinta antara Alvaro dan Caca. Sejak awal, ketika bertemu dengan Caca. Alvaro sudah jatuh cinta terhadap gadis itu. Berbagai cara dia lakukan, demi mendapatkan hatinya. Namun sayangnya, Caca justru sangat membeci Varo. Karena pria itu telah menyakiti kedua sahabatnya. Lantas, bagaimanakah kisah cinta mereka akan berakhir?

El_Wida · Teen
Not enough ratings
5 Chs

Jual Mahal

Kalau butuh jangan gengsi. Karena

Gue pasti akan selalu ada buat lo.

_×_×_×_×_

Waktu sudah menunjukkan pukul Lima sore. Dan seorang gadis masih setia berdiri di depan halte, untuk menunggu angkutan atau bus yang lewat. Biasanya dia tidak akan begini, hal ini terjadi karena si Papa tidak bisa menjemput. Beliau berpesan kalau sedang banyak urusan di kantor, ia pulang agak terlambat. Sejujurnya Caca sedikit kesal karena Papa tidak memberitahu sedari pagi. Kalau tau kan, dia bisa pulang dengan Sani.

Dirinya masih terdiam menunggu, namun sayang. Belum satupun dari dua kendaraan itu melintas di depannya. Caca juga sudah cukup letih kalau harus berjalan beberapa kilometer lagi, untuk menuju ke pangkalan ojek. Dan, kalau di ingat-ingat lagi, sangat jarang ada taksi yang melintasi daerah ini.

"Haaah... Papa sih, bikin kesel aja. Mana hp pake lowbate segala lagi. Gimana gue bisa pulang kalau kaya gini. Hih!"

Dengan kesal, gadis itu mencoba sabar, dia terduduk lesu sambil mengayunkan kakinya yang menggantung.

Sedangkan tak jauh dari tempat dimana gadis itu berada, seorang cowok tengah memperhatikannya. Siapa lagi kalau bukan Alvaro, dia cukup bersyukur karena tidak pulang lebih awal. Dan mendapati gadis pujannya tengah duduk sendirian di sana. Tadinya, Alvaro hanya ingin memantau gadis itu dari jauh saja. Ia khawatir, kalau-kalau ada orang jahat yang mengganggu, dan bisa siaga untuk menolong nya.

Akan tetapi, semakin lama, kalau hanya terus di perhatikan. Alvaro jadi kasihan. Tapi, dia masih ragu untuk menghampri gadis itu.

Pasalnya Alvaro masih kecewa, dengan insiden Cilok tadi siang. Yang tadinya dia berikan untuk Caca, malah berakhir di perut ketiga temannya. Dan juga, ucapan gadis itu, yang sedikit menyayat hati Alvaro.

"Samperin gak ya? Eh, tapi kasian juga sih... cuman kan, hati gue masih sakit." Alvaro berucap pada dirinya sendiri.

Dia bingung, dan sedih melihat wajah Caca yang letih, dirinya juga sedikit tidak tega jika membiarkan gadis itu terus sendirian di sana.

"Samperin aja kali ya? Ah, iya deh. Semangat Alvaro, demi cinta. Pokoknya lo harus bisa. apapun yang terjadi." Varo menjeda ucapannya.

"Yah... apapun..." lirihnya kemudian, seolah merasa tidak yakin.

Ia mengenakan helm dan menjalankan sepeda motor, lalu berhenti di depan gadis itu. Awalnya Caca terlihat agak bingung. Dan, pada saat cowok di depannya membuka pelindung kepala itu. Raut wajah Caca seketika jadi masam.

"Ca, mau bareng?" Alvaro bertanya. Berniat untuk mengajak gadis itu pulang bersama.

Namun Caca hanya mendesah kasar, karena merasa jengah. Sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain, agar tidak melihat ke arah Alvaro. Cowok itu sempat goyah, ingin meninggalkan saja gadis itu. Namun dia mencoba bersabar sedikit lagi, semoga saja membuahkan hasil yang baik.

"Ca, gue bukan niat jahat sama lo. Gue cuman mau nganter lo pulang aja kok. Lagian sekarang kan udah sore, bentar lagi gelap. Emangnya lo mau sampai kapan di sini?" Alvaro mencoba untuk membujuk gadis itu.

Tapi tetap saja, ia masih belum juga menoleh, seolah tidak memperdulikan ucapan Alvaro. Meskipun dia mengerti, apa yang di katakan Alvaro memang ada benarnya. Sebentar lagi benar akan gelap. Dan, pastinya tidak akan mungkin lagi ada angkutan umum ataupun bus yang melintasi jalanan ini. Mustahil! Karena sistem operasi mereka hanya sampai jam lima. Lalu sekarang ini sudah hampir melewati waktu yang di tentukan.

Alvaro sempat merasa ingin pergi saja dan meninggalkan gadis itu sendirian di sana. Namun, niatnya itu di urungkan, lalu dengan yakin ia turun dari kendaraan. Kemudian berdiri di samping gadis itu. Meski pandangannya belum juga menghadap ke arah Varo. Ia juga tidak berani memandangnya, jadi cowok itu hanya mampu menghadap ke arah jalanan kosong yang ada di depan.

"Gue tau kok, lo pasti ngerasa risih. Tapi untuk kali ini aja deh, lo coba dengerin gue." masih dengan nada bicara yang pelan, mencoba meyakinkan.

"Apa." balas Caca dengan jutek tanpa mengalihkan pandangan.

"Lo mau sampai kapan nunggu angkot di sini? Lo tau kan sekarang udah jam berapa? Lagian kan niat gue baik. Cuman mau nganterin lo doang, abis itu gue langsung balik deh. Janji..."

Sekali lagi Alvaro meyakinkan Caca.

Gadis itu menghembuskan nafasnya sedikit kasar. Biar bagaimanapun juga, benar apa yang Alvaro katakan. Hari sudah semakin larut dan tidak mungkin Caca akan terus berada di sini.

"Yaudah, mana helmnya!"

Meskipun tanggapan Caca tetap judes ke pada cowok itu. Tapi hal ini sudah cukup membuat hati Varo jadi senang. Dengan cepat ia menyerahkan helmnya ke pada Caca. Tadinya, gadis itu bukan tidak mau di antar oleh Alvaro. Hanya saja...

Karena egonya, dia harus berpura-pura jual mahal terlebih dahulu. Gengsi kan, yang katanya seorang 'Felica Audryana' ini adalah musuh bebuyutan nya Alvaro Mahesa, dan sangat membenci cowok itu. Masa iya sih, dengan mudahnya dia mau menerima langsung tawarannya.

"Makasih ya Ca." dahi Caca mengkerut.

"Buat apa?"

"Udah mau gue antar pulang. Lain kali kalau butuh jangan gengsi, karena gue pasti akan selalu ada buat lo."

Sesaat Caca tersenyum, sedikit terbuai mendengar ucapan Alvaro. Namun, segera ia tepis rasa senangnya itu. Dan kembali menekuk wajahnya. Di jitaknya kepala cowok itu dengan kuat. Varo sedikit mengaduh sambil mengusap bagian yang terasa nyeri.

"Nggak usah sok modusin gue deh. Mendingan lo fokus aja, nyetirnya. Gue nggak mau nanti kenapa-napa."

Alvaro hanya bisa meringis, sedikit gemas, juga senang. Karena ini pertama kali baginya, memboceng gadis yang sudah dia sukai sejak lama.

'Terimakasih Ca, udah ngasih gue kesempatan untuk lebih dekat dengan lo.'