webnovel

Vestarya

"Huh? Di mana ini?" tanyaku keheranan.

Aku yakin sebelumnya berada di pemakaman, tetapi kenapa aku bisa berakhir di sini? Tunggu sebentar, apakah fenomena sebelumnya itu nyata? Ini benar-benar aneh.

Kobold? Aku yakin makhluk ini adalah Kobold, karena bentuknya mirip sekali dengan apa yang pernah aku lihat dalam salah satu permainan Game RPG.

Hal pertama yang benar-benar aneh adalah ketika kau telah sadar dan kebingungan, di mana seekor makhluk aneh yang biasanya berada dalam Game kini berdiri tepat di hadapanmu.

Selain itu tempat ini sungguh berbeda. Baik itu dari cuaca, lokasi, langit, bahkan pohon-pohon rindang yang tengah mekar di musim dingin seperti ini.

"Suara apa itu?"

"Itu adalah suara perang," tukas si Kobold yang berada di hadapanku sekarang, ia menunjuk ke arah selatan di luar dari hutan ini berada.

"Ah, terima kasih buat informasinya—t-t-tunggu sebentar. Kau bisa berbicara?!" tanyaku kaget tak percaya.

Saat itu juga aku melangkah mundur dan keputusanku itu benar-benar salah, karena saat itu juga kakiku tersandung yang mana membuatku terjatuh membentur pohon. Baik dedaunan dan saljunya langsung menghujaniku sekaligus, begitu dingin dan menyakitkan.

Tentu saja aku tercengang, bagaimana tidak? Ada seekor hewan yang bisa berbicara. Apalagi sebelumnya ia mengatakan perang? apakah ada suatu pertikaian di sekitar sini? Benar-benar membingungkan, pertama aku melihat bulan di siang bolong, kedua apakah aku terlempar tempat yang aneh? Dan yang terakhir adalah seekor Kobold yang bisa berbicara.

"Kau pasti bercanda, 'kan?"

Aku masih bisa merasakan rasa sakit yang menyengat pada bagian belakang kepalaku. Selain itu juga kebingungan dengan situasiku saat ini, bahkan nalarku pun belum bisa menerima semua ini dengan mentah-mentah.

Kobold itu mendekatiku secara perlahan. Berbulu cokelat putih samar, berkumis seperti kucing dan matanya yang hitam kecil memberikan kesan yang sama seperti diriku saat ini. Kaki kecilnya mulai berjalan. Dengan tinggi hanya selutut diriku, tetapi sedikit gemuk. Lengannya yang berbulu halus terlihat tidak bisa diam. Bertelinga sedikit lebar dan kini ia telah berada di depanku lagi.

"Kau berasal dari mana? Bagaimana kau bisa sampai di sini?" tanyanya dengan kepala yang memiring, matanya yang penasaran membuat mulutku berbicara dengan sendirinya.

"Aku berasal dari Bandung... "

"Bandung? Di mana itu? Apakah di sana ada kubis yang enak?" tanyanya lagi dengan antusias, matanya melebar dan sepertinya ia kelaparan. Seingatku aku menyimpan sisa makan siangku. Aku merogoh isi tasku dan kebetulan aku masih memiliki satu kotak susu dan setengah potong roti isian cokelat kismis.

"Seperti itulah. Di sana kubisnya enak lho! Jika kau lapar makan saja ini," ucapku menawarkan sambil memberikan roti itu. Ia pun mengambilnya dengan keheranan lalu bertanya kembali.

"Apa ini? Apakah enak?" tanyanya dengan polos, aku hanya dapat tersenyum tipis.

Ia memakannya dengan lahap dan tampaknya ia juga suka dengan roti itu, mungkin selera kita sama?

Aku bisa melihat sisa cokelat dipinggir kiri mulutnya. Aku pun mengambil tisu dari dalam tasku, lalu memberikannya. Ia bertanya untuk apa, tapi aku hanya bisa menunjuk bagian kiri mulutnya.

Ia mengambilnya, mengerti dengan yang kumaksud, lalu membersihkannya pelan-pelan.

"Kau baik ya, makanan yang kau berikan tadi sungguh enak. Terima kasih," ucapnya dengan wajah yang puas dan ada kemilau ketertarikan yang berasal dari mata hitam kecilnya.

"Bisakah aku bertanya?"

"Ok," sahutnya sambil melompat kecil.

"Apakah kau mempunyai nama? Dan sebenarnya tempat apa ini?"

Mengajukan pertanyaan adalah hal yang krusial saat ini, karena aku sama sekali belum mengerti dengan situasiku saat ini.

"Lalu... kau sendiri sedang apa di sini?" lanjutku sambil mengambil susu kotak yang berada di dalam tas lalu menyeruputnya dengan perlahan.

"Baiklah, namaku Vice. Tempat ini adalah Vestarya. Aku sedang jalan-jalan," balasnya sambil kembali melihat ke arahku dengan tatapan memelas. Aku tidak tahu apakah yang ia lihat adalah diriku atau susu kotak yang belum habis ini.

Vestarya? Nama yang aneh....

"Apakah kau mau?" tanya sambil menghela napas.

Kepalanya mengangguk dan matanya melebar. Ada aura gembira yang mengelilinginya kali ini, ia mengambil susu kotak yang kuberikan lalu meminumnya dengan sekali teguk.

"Ada satu lagi yang ingin kutanyakan," ucapku sambil melihat jam tangan.

Ada hal aneh yang terjadi, itu adalah jamku mati, dan karena kondisi langit yang kelabu dan turun salju, aku tidak tahu apakah saat ini siang hari atau malam hari? Untungnya aku masih mengenakan jaket sehingga aku tidak terlalu kedinginan.

"Apa?" sahutnya singkat, mulutnya tersenyum tanda ia sudah puas. Lalu ia bersendawa kecil.

"Perang, apa maksudmu dengan perang ini?" tanyaku gelisah.

Bukankah seharusnya perang telah lama berakhir? Maksudku itu sudah lama berakhir, dan sekarang ada aturan yang melarang segala tindak kejahatan dunia. Salah satunya adalah perang itu sendiri.

"Ahh... sekarang memang ada perang di antara Bangsa Devaria dan Bangsa Aruna," jawabnya sambil melompat lompat.

"Devaria? Aruna?"

"Devaria adalah bangsa di mana para iblis atau para monster berada. Mereka biasanya tidak ada di dimensi ini, aku tidak tahu mengapa mereka bisa berada di sini. Sedangkan Aruna adalah bangsa para manusia berada dan tidak sedikit dari mereka yang memiliki anugerah hebat"

I-i-ini benar-benar mengejutkan. Mengapa ada bangsa iblis dan manusia yang sedang bertarung? Apakah itu berarti aku bukan berada di bumi?

Aku kaget mendengarnya, aku tidak percaya dengan baru saja apa yang dikatakan oleh Vice. Apalagi tentang dirinya, mengapa namanya terdengar sangat keren dibandingkan penampilannya?

"Bagaimana apakah kau kaget? Dari ekspresimu sepertinya, iya," ucap Vice menebak-nebak dengan alisnya yang terangkat sebelah.

"Hahahaha... kau sudah tahu mengapa kau bertanya, lagi pula ini benar-benar luar biasa. Aku tidak menyangka kehidupan ini sungguh misterius dan baru pertama kalinya aku merasa senang seperti ini. Biasanya kan ini hanya ada dalam Novel Fantasi saja," ujarku, tak kuasa menahan kesenangan aku pun menutupi wajahku dengan telapak tangan.

Padahal baru saja aku pergi ke makam sahabatku. Walaupun aku bukanlah seorang Otaku seperti beberapa temanku yang lainnya. Lagi pula aku hanyalah anak laki-laki biasa berumur 17 tahun yang lahir di Bandung dan tidak menyangka akan jadi seperti ini jalan hidupku.

Parahnya lagi adalah mengapa aku bisa terkirim ke tempat seperti ini? apakah aku bisa kembali ke dunia asalku? Namun, apakah di sana masih ada orang yang menungguku?

"Oiiiii... aku belum mengetahui namamu, bisakah kau memberitahuku?" tanyanya sambil membangunkanku dari lamunan.

"Huahhh... kau mengejutkanku, ohh... namaku adalah Ra—"

Saat itulah aku mengingatnya dan nama alias yang ia berikan kepadaku. Mungkin nama itu adalah nama yang mungkin saja ia berikan agar identitasku di tempat seperti ini berbeda. Ya, itu mungkin saja.

"—Raven, panggil saja aku dengan nama itu"

"Wow... namamu bagus juga ya, Raven," tukasnya takjub

"Seperti itu?" tanyaku sambil mengingat sahabatku yang telah tiada.

"Oh, ya! Kalau aku tidak salah dengar, tadi kau berkata novel, 'kan? Sebenarnya itu apa sih? apakah itu nama makanan? Boleh kumakan tidak?" tanyanya kembali, aku bisa melihat mata memelasnya yang jelas-jelas mengatakan kalau ia masih kelaparan.

Sekali lagi aku tertawa geli, "Novel itu buku. Kau pasti tahu, kan? Apa kau masih ingin memakannya kalau isinya adalah lembaran kertas?"

Namun, meskipun aku memberitahunya. Hal pertama yang aku lihat adalah matanya yang bersinar, tapi setelah itu ia menjulurkan lidah sambil menggelengkan kepalanya. Mungkin ia saat kalau benda yang bernama kertas itu tidak bisa di makan.

Mengingat saat ini aku berada di tempat antah barantah yang sama sekali sangat asing bagiku. Hal selanjutnya yang ingin aku tahu adalah tempat tinggal atau tempat menetap sementara.

"Apakah ada tempat yang aman di sekitar sini?"

" Bagaimana dengan kota terdekat? Di sana kau bisa bermalam dan mendapatkan makanan," sarannya dengan raut wajah gembira

"Dan sedekat apakah kota itu dari sini?"

"Cukup dekat. Kau hanya perlu berjalan menelusuri jalan ini," sahutnya sambil menunjuk belakangku.

"Maksudmu selatan? Tidak, tidak, tidak. Bukankah katamu tadi di sana ada perang," celetukku kaget

"Betul sekali, kau tahu hanya kota itulah yang paling terdekat. Aku membantumu karena kau baik kepadaku Raven," ucapnya ramah, tidak berat tidak juga parau sungguh kata-kata yang tulus yang keluar dari mulut seekor Kobold bernama Vice.

"Aku tidak bisa mengajakmu ke desaku karena manusia dilarang pergi ke sana"

"Hmm? Apakah ada masalah?"

"Singkatnya bagi rasku, kau adalah santapan lezat," jawabnya sambil menggaruk kepala.

"APAAAA?!"

Untuk sesaat aku cukup kaget dengan jawabannya itu, bagaimana tidak? Jika seandainya aku disebut santapan, maka mengapa ia tidak memakanku tadi? Lagi pula kalau memang benar tempatnya adalah kandang macann kelaparan, bisa-bisa aku habis sebelum sempat meminta tolong.

"Jadi seperti itu, berjuanglah. Aku harus kembali ke desaku, untuk makanan yang tadi terima kasih yaaaaa~ "

Ia pun berjalan pergi meninggalkanku sambil melompat-melompat kecil.

Sekarang aku dipaksa untuk memilih. Apakah aku ingin mati kedinginan di sini atau pergi ke kota yang Vice sarankan tadi. Masalahnya ada pada perang itu, aku tidak tahu apakah aku bisa menghindarinya atau tidak.

Karena memang tidak ada pilihan lain, aku pun memutuskan untuk pergi ke kota itu. Kota pertama yang mungkin saja menjadi tempat untukku melihat betapa luasnya dunia ini dan kota pertama yang mungkin saja bisa menjadikanku seseorang bernama "Raven".

Salju turun perlahan dengan tenangnya. Pepohonan yang subur dan bunganya yang mekar terlihat asri dan indah dalam balutan warna putih di sekitarnya. Angin pun berhembus pelan seakan-akan memberiku kemudahan dalam perjalanan ini.

"Lihat saja nanti, aku pasti bisa melakukannya, " teriakku lantang sambil mengarahkan telapak tanganku ke langit.

Mataku melebar penuh rasa ketertarikan, di mana petualangan baru yang mungkin saja bisa mengusir rasa kesepian, dan bosanku selama ini. Vestarya... kita lihat apakah dunia ini bisa melakukannya atau tidak.