webnovel

Unlucky Morning

Kesadaranku perlahan mulai pulih bersama dengan semua indra. Mataku berkedip beberapa kali sebelum akhirnya aku bangkit dari ranjang. Rasanya baik persendian dan juga tulang-tulang di tubuhku berteriak karena kepegalan.

"A-apakah ini sudah pagi?"

Aku pun menguap dan merasakan semua bagian tubuhku telah terisi penuh. Sudah lama sekali aku tidak tidur senyenyak ini. Kembali dengan beberapa peregangan tubuh yang sederhana untuk membuatku sadar seutuhnya. Aku pun menguap dan berdiam diri mengumpulkan nyawa sambil memikirkan kembali kejadian kemarin.

Setelah itu aku membuka jendela dan melihat keluar. Sama seperti sebelumnya, hanya sedikit lebih cerah berkat cahaya matahari meskipun aku tidak bisa melihat dari ketebalan langit di atas sana.

Aku juga penasaran dengan penginapan ini. Apakah mereka memiliki kamar mandi? Atau aku harus mandi di tempat pemandian umum, itu pun jika ada, kalau tidak? Ke mana aku harus pergi untuk mandi?

Mungkin aku bisa menanyakannya setelah berada di bawah. Aku juga lupa tidak membawa sisir rambut, lagi pula mengapa aku harus membawanya? Lagi pula aku datang ke dunia bukan untuk piknik dan berwisata santai seperti saat masih di dunia asalku.

Aku pun menghela napas, setelah itu pergi keluar kamar.

"Mungkin si Nenek tua itu bisa menjawab pertanyaanku," gumamku sambil menuruni tangga.

Tidak lama kemudian aku pun tiba di lantai bawah. Aku tidak bisa melihat pemilik penginapan, tetapi hanya bisa melihat ekspresi aneh dari si Nenek. Ya, nenek yang terlihat baik di luar, tapi berlaga layaknya preman pensiun di dalam.

"Hohoho! Kau datang terlambat, anak muda. Semua makanan di ruang makan telah dihabiskan oleh pengunjung yang lain," ucapnya sambil menertawakanku.

"A-apaaa!? Kau bercanda, 'kan?"

Namun, apa yang ia katakan benar. Begitu aku masuk ke ruang makan, apa yang aku lihat hanyalah piring-piring dan juga gelas yang kosong.

"Mengapa bisa secepat itu habisnya?"

"Itu karena Anda bangun kesiangan, tuan"

"Kesiangan? T-tapi, bukankah ini masih pagi?"

"Pengunjung lain bangun lebih awal dari Anda, tuan."

Aku pun hanya bisa menghela napas, pasrah akan takdir kejam ini. Mengapa mereka juga menyikat makanan milikku? Bukankah itu pelanggaran hak, ya?

"Lupakan itu. Aku bisa mencarinya di luar... apakah di sini ada kamar mandi?"

"Tentu saja. Anda bisa menggunakannya di pagi dan malam hari, tapi jika Anda menggunakannya, maka Anda akan dikenakan biaya tambahan," jelasnya dengan senyum bisnis.

"Bukankah itu sudah termasuk biaya penginapan juga?"

"Tidak. Karena sumber daya semakin menipis, kami terpaksa harus menggunakan biaya tambahan kalau ada yang ingin menggunakan kamar mandi"

"Jadi harganya?"

"50 keping tembaga untuk setiap satu kali pemakaian."

Aku pun mengeluarkan satu keping perak dan langsung memberikannya. Aku belum tahu konversi mata uang di dunia ini.

Berapa jumlah mata uang akan menjadi berapa nominal jumlah mata uang lainnya.

"Ahh. Ini sudah cukup untuk dua kali pemakaian—"

Hmm... itu berarti satu keping perak terdiri dari 100 keping tembaga. Masuk akal juga.

"—dan tentang makan pagi, tenang saja. Saya sudah tahu hal ini pasti akan terjadi, jadi saya menyiapkan makanan ekstra untuk tuan"

"Syukurlah...," sahutku sambil bernapas lega.

***

Setelah semuanya beres. Aku pun pergi ke keluar penginapan untuk mencari bahan perlengkapan lainnya.

Berjalan-jalan di kota salju yang ramai akan penduduk. Berlalu lalang mencari tujuan dan makna yang dapat diperlihatkan, tiada yang pasti tanpa petunjuk, sebuah kenyataan bisa terlihat kejam jika kita melihatnya dari sudut pandang yang berbeda, maka hal yang harus aku lakukan sekarang adalah menerima semua itu dengan lapang dada.

Kepalaku menoleh ke kiri dan ke kanan, berharap menemukan sesuatu yang dapat menarik perhatianku. Apakah aku akan pergi ke toko senjata terlebih dahulu? Ataukah pakaian? Bisa saja mencari informasi.

Namun, aku melihat sesuatu yang tidak asing. Ya, itu adalah seorang gadis kecil yang kemarin aku selamatkan dari serangan seekor makhluk hijau. Sepertinya ia tidak apa-apa dan kulihat semua lukanya juga telah sembuh.

Sayangnya gadis itu tidak sesederhana apa yang kubayangkan. Karena saat ini ia ditemani oleh seorang kesatria perempuan. Apakah aku menginjak sesuatu yang seharusnya tidak kuinjak, ya?

"Liezel, aku ingin makanan seperti dada gulung dengan saus tomat itu"

"Baiklah, tuan putri. Namun, jangan pergi ke mana-mana, ya"

"Paman aku pesan yang seperti biasa, ya"

"Wah, wah bukankah ini tuan putri yang manis. Tunggu sebentar, biar paman buatkan terlebih dahulu"

Astaga, jadi gadis itu tuan putri?! Ahhhhh... kuharap ia tidak menyadariku ada di sini. Semoga saja tidak dan kuharap seperti itu.

"Jadi, bisakah tuan putri menceritakan kembali kejadian saat itu?"

"Ohh... tentang itu, ya. Sebenarnya aku tidak ingin menceritakannya, tapi karena itu kau... Liezel. Jadi aku akan menceritakannya—"

Hmm. Aku jadi ikut penasaran.

Saat ini posisiku tidak terlalu jauh darinya. Mungkin karena ia sedang fokus pada kesatria perempuan itu, mungkin ia sama sekali tidak menyadari kehadiranku di sini.

"—Waktu itu aku diserang oleh seekor Troll. Kira-kira ukurannya sebesar ini," ucapnya sambil memeragakan ukuran makhluk itu.

"Bukankah itu Troll yang cukup besar?"

Gadis kecil itu mengangguk cepat.

"Benar, kan? ukurannya bukan main-main"

"Lalu setelah itu ?"

"Tiba-tiba saja aku mendengar ada seseorang yang berteriak, itu sedikit mengagetkanku. Namun, setelah itu semuanya baik-baik saja... kau lihat jaket ini? ini adalah miliknya"

"Hohhh. Apakah dia tampan?"

Tiba-tiba saja gadis itu menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangan.

"Sepertinya benar."

Oi! Oi! O! orang yang kalian bicarakan itu aku tahu.

"Hmmm... lalu bagaimana dengan monster besar itu?"

"Makhluk jelek itu sudah mati"

"Nona muda ini dia telur gulungnya. Semoga hari kalian menyenangkan"

"Ahh! Terima kasih paman"

"Ini dia uangnya," ucap sang kesatria perempuan sambil memberikan beberapa keping koin tembaga.

Namun, demi sempak Odin. Seseorang tiba-tiba saja menyenggolku dan membuatku jatuh tepat di hadapan mereka.

"Ah!!!!"

"Tenang tuan putri, akan segera aku urus pencuri ini!—"

"Bukan seperti itu, tapi dialah yang menolongku waktu itu"

"Apa?!"

Persetan dengan dirimu orang yang dengan sengaja menyenggol tubuhku.

Gadis kecil itu pun merendahkan tubuhnya.

"Apakah Kakak baik-baik saja?"

Aku pun hanya bisa menghela napas, setelah itu bangkit sambil membersihkan belakang tubuhku.

"Ah, ya. Tidak apa-apa," sahutku sambil mengalihkan pandanganku.

"Saat itu aku belum mengucapkan terima kasih, jadi—"

"Tentang itu, ya? Kau tidak usah repot-repot, saat ini aku sedang—"

"Kalau begitu bagaimana jika kita sama-sama mencarinya?!" tanyanya antusias.

Bagaimana gadis ingusan ini tahu apa yang ingin aku cari?

Ketika aku melihat kesatria perempuan yang menemaninya. Tatapan tajam itu tepat sekali mengarah kepada pakaianku. Ahh... jadi itu toh. Pantas saja ia tahu apa yang sedang ingin aku cari.

Namun, aku dengan sangat halus ingin menolaknya. Sayangnya hal itu mungkin akan membuatnya sedih, melihat bagaimana sikapnya yang periang, mungkin hal itu bisa saja terjadi.

"Anu—"

"Ayo!" teriaknya dengan semangat.

Tiba-tiba saja bahuku ditepuk oleh kesatria perempuan itu, yang mana dari matanya yang melihatku ia mengisyaratkan sesuatu seperti "Menyerahlah, tuan putri kami memang keras kepala".

Ughh... benar-benar hari yang sial.