webnovel

Town

"Kalau begitu aku harus segera pergi dan sekali lagi terima kasih untuk semuanya, Iris," lanjutku sambil bergegas pergi keluar

"Tunggu sebentar, bawalah ini, Raven."

Ia pun memberikan sebuah kantung cokelat dengan simpul mati kepadaku.

"Apa ini?" tanyaku sambil mengguncangkannya sedikit, bunyinya seperti benda logam, "apakah ini mata uang di sini?" tanyaku sambil menebak sebuah keberuntungan yang terdapat pada kantung kecil ini.

"Yup, itu adalah sekantung perak mungkin kau bisa menggunakannya untuk keperluanmu nanti. Oh, satu lagi—"

Kali ini aku mendapatkan sebuah serangan telak dari ciuman hangat pada pipiku.

"—Semoga beruntung," lanjutnya dengan senyum manis.

Wajahnya yang tampak seperti tak keberatan itu membuatku kebingungan harus menunjukkan reaksi seperti apa.

"Ap-ap-apa yang kau lakukan Iris !?" tanyaku dengan tergagap.

"Hanya sebuah ciuman keberuntungan," sahutnya dengan wajah polos

"K-kalau begitu aku pergi dulu."

Aku tidak percaya ini. Baru pertama kali aku dicium oleh seorang perempuan secantik itu dan lagi kami baru bertemu tidak lama, mengapa ia mencium pipiku? Lalu... mengapa ia bisa sebaik itu terhadap orang asing yang baru saja ia temui?

Setelah itu aku keluar dari rumah Iris dengan perasaan yang aneh. Semua telah siap dan aku pun mulai berjalan pergi meninggalkan rumah Iris.

"Selamat jalan dan berhati-hatilah," ucapnya halus.

Setelah itu ia melambaikan tangan sambil memberiku peringatan kecil, aku pun mengangguk tanda mengerti.

"Lalu, seperti apa perjalananku kali ini?"

Butiran salju mulai seperti serpihan bintang kecil yang menyilaukan. Hitam kelabu mulai merambat dilangit cerah itu. Aku terus mencari jalan menuju kota yang Iris tunjukkan padaku..

Sepertinya itu tidak akan terlalu lama untuk aku temukan karena sebuah kedipan cahaya terlihat di depan sana.

"Cahaya? Apakah itu kotanya?" tanyaku sendiri.

Aku pun langsung berlari ke arah sana, meninggalkan jejak kakiku yang tertinggal di belakang. Karena kali ini aku sedang mengejar masa depan yang entah seperti apa dan petualangan baru yang menanti diriku.

***

Tidak lama setelah itu akhirnya aku tiba tepat di depan kota itu. Kota ini di kelilingi oleh tembok raksasa yang melingkarinya, terbuat dari beberapa campuran batu. Itulah yang aku lihat pertama kali karena setiap pasang batu yang tersusun memiliki warna dan ukuran yang berbeda.

Aku tidak tahu siapa yang membangunnya, tetapi tembok ini mengingatkanku akan satu negara.

Perhatianku langsung berubah ketika sebuah gerbang raksasa yang terlihat penuh akan sebuah sejarah terbuka. Gerbang itu mengeluarkan suara deruman yang amat berisik dan rantai berderit yang terus saja berbunyi meminta diperbaiki.

Sedikit demi sedikit jaraknya semakin dekat. Kota di depanku ini kini terlihat sangat besar dan di setiap langkah yang aku keluarkan, salju di bawahnya semakin menebal hingga akhirnya kuseret kakiku agar terus bergerak maju.

Dan semakin aku mendekat, semakin aku penasaran dengan kota di dalam sana. Namun, begitu aku sadar samar-samar aku melihat sebuah bangunan di pinggir kirinya. Berbentuk persegi tidak terlalu besar. Atapnya ditutupi oleh dedaunan yang mengering dan keras. Dua buah jendela terbuka lebar dan di dalamnya ada beberapa orang.

Orang? Apakah ini pos penjagaan?

Apakah peradaban di dunia ini masih sedikit tertinggal dibandingkan duniaku. Seperti pos penjaga yang terbuat dari kayu atau pakaian mereka yang mungkin bisa aku jabarkan seperti kuno. Entah. Mungkin saja ini hanya sekian dari banyaknya kota di dunia ini dan aku tidak bisa mengatakannya seperti itu.

Namun, mengingat penampilan Iris sebelumnya. Aku yakin memang peradaban di dunia ini belum secanggih seperti di duniaku.

Ketika aku sedang berpikir dan membayangkan bagaimana semua itu muncul di depanku. Tiba-tiba saja perhatianku teralihkan oleh sebuah suara yang begitu akrab. Memang tidak terlalu akrab, tetapi setidaknya suara itu berusaha membuatku tenang.

"Seperti yang kau lihat sendiri, ini memang pos penjagaan. Sebelum kau masuk kau harus diperiksa terlebih dahulu," ucap salah seorang penjaga. Suaranya bersahabat tetapi penuh dengan kewaspadaan.

"Heii! Biar aku saja yang memeriksanya-pou," timbal seekor kucing.

"Apakah kau seekor kucing?" celetukku dengan kaget.

Bukankah tadi Kobold, ya? dan sekarang adalah kucing?

Makhluk yang kini berada tepat di depanku ini berwarna putih dengan bulu-bulu yang menutupi seluruh tubuhnya.

"Kucing-pou ?" herannya, "Bukan kucing, tapi aku bangsa Mingle-Pou," lanjutnya sambil memberi penghormatan dengan tangan mungilnya yang terangkat ke atas.

Sepertinya memang bukan kucing sih. Mana mungkin kucing memiliki hidung merah bulat yang mengkilap. Dan sebuah antena ? apalagi dia tidak ekor seperti kucing kebanyakan.

Kali ini ialah yang memeriksa perlengkapanku hanya cukup melihat dan mengendus. Dalam sekejap tangannya yang mungil dan berbulu putih terangkat kembali dengan cepat.

"Semua aman-pou," tukasnya. "Tidak ada yang berbahaya-pou. Kau bisa langsung memasukkannya-Pou."

Mingle itu berjalan di timbunan salju dengan mudah. Kakinya yang datar dan tak berjari melangkah dengan santainya.

"Ai, ai, kapten," sahutnya dengan cepat lalu menunjuk sebuah pintu kecil di pojok kanan gerbang raksasa itu.

"Bisakah aku bertanya?"

"Boleh saja"

"Apa yang barusan dilakukan oleh Mingle itu?"

"Hahaha... kau pasti kebingungan, ya. Tadi itu ia memeriksa semua perlengkapanmu dari mulai tas hingga pakaian yang kau kenakan. Penciuman bangsa Mingle itu sangat akurat dan sensitivitas karena sentuhannya dapat merasakan sesuatu dengan cepat. Jadi ia hanya perlu melakukannya dengan cara itu dan dalam sekejap semua telah selesai," jelasnya dengan tertawa kecil

"Ohh... jadi seperti itu. Aku kira tadi ia hanya bermain-main saja...."

Jika kuperhatikan dengan seksama di pinggangnya itu ada sebuah tombak yang seperti kerucut dengan sebuah bola merah di pegangannya dan tongkat putih sebagai penyangganya. Dan rupanya tidak hanya aku saja yang diperiksa, ada beberapa orang juga yang sedang diperiksa dengan hati-hati.

Di pinggir kiri sana ada seorang berperawakan kecil, tapi sudah memiliki janggut dan suaranya juga berat yang sedang diperiksa oleh seorang kesatria bertombak perak. Sedangkan di depannya lagi ada beberapa rombongan orang-orang cantik dan rupawan yang sedang diperiksa oleh tiga orang mereka memiliki telinga yang runcing. Tepatnya dua orang Pemanah dan seekor Mingle berbulu putih kekuningan.

Apakah mereka keturunan Dwarf dan juga Elf? Lagi-lagi aku melihat sesuatu yang baru dan ini benar-benar mendebarkan.

Sejenak aku mulai berpikir kembali. Rupanya tidak hanya ada dua penjaga tetapi banyak sekali penjaga di depan gerbang ini.

Setelah itu aku terus berjalan menuju pintu kecil yang berada di pojok kanan gerbang tersebut. Langit kini benar-benar sudah gelap. Salju yang turun masih tetap sama seperti saat aku datang ke dunia ini. Lambat dan perlahan.

Aku pun membuka pintu itu secara perlahan. Cahaya mulai menyerbak mataku dan membuatnya silau, ketika semua itu telah berlalu, aku pun kembali membuka mataku dan mendapati sambutan kota yang dipenuhi oleh keramaian orang-orang.

Bagai kota di malam hari yang penuh akan atmosfer berbeda. Apa yang aku lihat saat ini memang sangat memukau. Dan tanpa kusadari aku pun menyungging kecil, di mana hatiku berdetak kencang sekali seakan-akan tak sabar menantikan petualangan baru yang terpampang di hadapanku saat ini.