webnovel

Al Kahfi Land 1 - Menyusuri Waktu

Uge, mahasiswa I TB, mengenal Widi, arsitek di Al Kahfi Land, melalui Chatting Lintas Waktu. Awalnya mereka tidak percaya berada di waktu berbeda, karena penasaran Uge mendatangi kantor Widi. Ternyata di sana tidak ada satu pun bangunan, Uge hanya berjumpa kawasan luas hutan pinus dan danau. Tentu saja, karena ia baru ingin membuat rancangan sketsa kantor itu setelah tiba di sana. Berbagai bukti muncul, akhirnya mereka yakin berada di tahun berbeda. Uge di tahun 1999 dan Widi di tahun 2004. Simak novel romantis yang akan membawa pembaca menuju suasana rentang waktu tahun 1999 - 2004.

penakopihitam · History
Not enough ratings
29 Chs

Terlampau Jauh Melempar Kaul

Al Kahfi Land, Depok, 2004.

"Bo! Itu bukannya si tukang ojek?" tanya Patricia setelah Widi melewati trio gosip.

"Hah? Iya ya!" sahut Sisi.

"Gila! Bajunya, tasnya, sepatunya! Kaya kena serangan jantung gue ngeliatnya," komentar Patricia.

"Alaah! Pasti yang kawe, Nyet!" timpal Gofar.

"Tapi kok kaya asli ya, Bo?" tanya Patricia.

"Barang Pasar Uler, Nyet! Asli tapi selundupan," sahut Gofar.

Hari ini terasa sangat berat untuk Widi. Dia sama sekali tidak bangga pada perubahan besar yang telah terjadi pada dirinya Dia malah merasa seperti hewan langka di kebun binatang

Di depan ruangannya mendadak ramai orang lalu-lalang. Mereka seolah punya kepentingan mendesak, padahal hanya untuk memastikan gosip yang beredar, bahkan ada pula yang merasa berhak memberi ceramah singkat, seolah Widi telah melakukan dosa besar selama ia bekerja di sini.

Setelah matahari terbenam, kantor kembali sepi. Widi merasa lega, ia merasa seperti narapidana yang baru selesai menjalani masa hukuman. Tiba-tiba Soffie mengetuk pintu. Widi pun menoleh.

Aduh, lupa! Ternyata aku belum berhadapan sama perempuan yang ngerasa ratu di kantor ini. Mana mungkin dia melewatkan peristiwa munculnya keajaiban dunia di kantor ini.

Soffie masuk dan langsung menatap Widi dengan teliti dari ujung kaki ke ujung ke kepala, sehingga membuat Widi jengah.

"Gitu dong, dari dulu kek! Kamu hari ini cantik banget deh," puji Soffie.

"Biasa aja lagi! Udah ah, aku ada kerjaan nih," sahut Widi judes.

"Cieee, kamu lagi jatuh cinta ya?" goda Soffie.

"Terserah! Oke, terus, apalagi yang kamu mau komentarin?" tanya Widi ketus.

"Wah, bisa digaet Pak Erlangga nih," goda Soffie lagi.

"Iya, terus apalagi?" sahut Widi.

"Ih, kamu judes banget sih!" protes Soffie.

"Aku buru-buru, ada kerjaan soff," sahut Widi memelas, berharap Soffie berhenti menyiksanya.

"Aku cuma mau ngobrol sebentar aja, kok," sahut Soffie.

"Udah ah, pasti cuma mau ngomongin Pak Erlangga," tolak Widi.

"Ciee, kamu kali yang mau ngomongin dia? Hihi, tahu enggak Wid? Calonku yang kenal kamu itu, cerita banyak tentang kamu, lho" ujar Soffie.

"Ah, paling cuma sekedar kenal," sahut Widi malas.

"Kenal banget, dia sekampus sama kamu tapi beda angkatan, katanya dulu dia temen deket kamu," ujar Soffie berusaha meyakinkan Widi.

"Ah, ngaku-ngaku aja tuh orang," sahut Widi ketus.

"Pacarku itu lulusan ITB," ujar Soffie.

"Aku cuma sebentar kok di ITB," sahut Widi.

"Pokoknya dia kenal banget lah," balas Soffie.

"Siapa namanya?" tanya Widi.

"Rahasia," jawab Soffie sambil tertawa.

"Apaan sih, ngajak cerita tapi pake rahasiaan segala?" omel Widi kesal.

"Dia sempat beberapa kali mampir ke sini, nanti kalo datang aku temuin deh, tapi biar surprise, aku rahasiain dulu namanya. Kisi-kisinya adalah aku sama dia kenalan di chatting lintas waktu, hihihi," ujar Soffie.

Widi terkejut. Hah? Soffiie juga tahu chatting lintas waktu? Jangan-jangan aku emang lagi dikerjain dia.

Widi tidak mau terpancing, ia mengalihkan pembicaraan, "ya bagus deh, intinya kamu udah bisa ngelupain Pak Erlangga."

"Udah aku bilang, aku sama dia cuma kayak adik-kakak. Pak Erlangga itu enggak pernah punya pacar! Eh, sekarang tau-tau kepincut sama seleb kampungan, pake ngumpet-ngumpet segala lagi, emangnya aku enggak tau kalo mereka udah tunangan?" ujar Soffie sewot.

"Ya ampun, udah sama-sama punya pasangan, tapi kamu masih jealous ya, Soff?"

Soffie tertawa. "Yah, enggak ngerti-ngerti juga nih anak! Widi, justru aku mau jodohin kamu sama dia. Serius!"

Widi semakin kesal. "Jangan macam-macam deh, Soff! Aku enggak suka dijodoh-jodohin! Ditambah lagi aku juga enggak suka sama laki-laki model begitu."

"Ih, kalian itu serasi, bisa saling ngelengkapin. Kamu kan baik, solehah, kamu pasti bisa bikin dia jadi cowok alim. Sebaliknya, Pak Erlangga juga bisa bikin kamu … hihi, tau enggak? Dia itu sempet cerita tentang kamu lho."

"Duh! Katanya sebentar, tapi kok panjang ceritanya?"

"Dikit lagi!"

"Oke! Biar cepet, Pak Erlangga juga bisa bikin aku gimana?"

"Bikin kamu jadi kaya sekarang! Tau enggak? Hihi tapi, jangan marah, ya!" Soffie kembali menatap Widi dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Barang-barang dari Pak Erlangga untuk kamu itu, sebenernya aku yang pilihin, hihi."

Widi terkejut, ia merasa tidak punya harga diri lagi di mata perempuan yang sekarang telah resmi menjadi sosok paling dibencinya. Widi tidak menyangka Soffie terlibat dalam proyek renovasi ini.

"Tadinya Pak Erlangga mau ngajak kamu belanja milih sendiri, tapi aku takut perubahannya enggak nendang, abis kamu tomboi banget sih! Hihihi!"

"Makasih deh atas pilihan bajunya, tapi aku mohon banget, urusan proyek ngejodohinnya, tolong selesai sampai di sini. Kamu sendiri yang bilang, Pak Erlangga udah tunangan. Walau menurut kamu perempuan itu seleb kampungan, hargai aja deh pilihan orang."

"Oh, urusan seleb kampung itu serahin sama aku. Kamu dan Erlangga, duduk manis, biarkan Soffie yang bekerja untuk kebahagian kalian."

Widi menyerah. "Terserah aja deh. Oke, udah ya! Aku bener-bener butuh sendiri. Udah capek banget hari ini ngeladenin keisengan orang-orang kurang kerjaan."

Soffie tersenyum. "Iya deh, tapi …"

"Belum selesai juga, Sof?"

"Heh, cantik, ngomel-ngomel aja! Jadi mulai hari ini, aku akan sering numpang sholat. Soalnya kalo di ruanganku, aku malu kalo ketahuan mendadak rajin sholat, mumpung di sini jarang ada yang lewat. Boleh?"

Widi tercengang, ia terpaksa mengangguk. Urusan begini mana bisa nolak?

"Biasa aja dong mukanya! Nah, benerkan? Kalo punya pasangan yang bisa saling ngelengkapin emang beruntung. Kebetulan calonku itu alimnya sama kaya kamu, Wid. Makasih cantik! Assalamu'alaikum!"

Soffie meninggalkan Widi dengan langkah yang sangat ringan.

"Wa'alaikumussalam," jawab Widi pelan.

Siapa ya pasangannya Soffie yang katanya kenal dekat sama aku? Alumni ITB, alim, kenalan lewat chatting lintas waktu.

Widi tampak berpikir keras.

Hah? Jangan-jangan Uge juga chatting sama Soffie! Aku udah bilang sama Uge, seharusnya kalo dia mau nemuin aku di tahun 2004, gampang aja, dia kan udah tahu aku ada dimana. Sekarang aku paham. Ternyata di tahun 2004 Uge udah jadian sama Soffie, untuk nebus harapan palsunya, Uge meminta Soffie menyodorkan Erlangga sebagai pengganti dan berharap aku dan Erlangga saling menambal kekurangan masing-masing. Dasar otak mafia!

Widi pun terkenang chatting terakhirnya dengan Uge.

*****

"Uge, nama asli kamu Erlangga Yusuf?" tanya Widi.

"Betul! Nama lengkapku emang Erlangga Yusuf," jawab Uge.

Widi terkejut. "Wah ternyata bosku itu memang kamu."

"Alhamdulillah," ujar Uge.

Uge menjadi bersemangat, sebaliknya Widi malah menjadi sedih.

"Justru sebaiknya bukan," jawab Widi.

"Lho kok gitu? Bukannya berarti cita-citaku terwujud?"

"Betul, tapi, ya sudahlah. Maaf ya, Ge, karena kamu ternyata Pak Erlangga, maka ini adalah terakhir kalinya kita ngobrol. Aku enggak berani lagi main-main dengan rahasia waktu."

"Kok jadi gini? Emangnya kalo aku jadi bos kamu, kenapa?"

"Mimpi kamu memang terwujud, Ge. Sayangnya, kamu udah enggak seperti yang Kang Ujang bilang. Hal-hal baik pada diri kamu malah hilang. "

"Astagfirullahaladzim. Tapi bukannya, justru kamu satu-satunya orang yang bisa diandelin buat ngebenerin aku yang jadi melenceng?"

"Percuma! Kamu kan udah tahu kalo aku bakal kerja di kantor kamu, tapi kenapa kamu baru nemuin aku kemarin? Kamu juga enggak singgung sedikit pun soal chatting kita. Mungkin kamu emang enggak mau kekonyolan ini diungkit lagi. Udahlah."

Uge berpikir keras. Ia pun teringat sosok Agi.

"Sebentar, walau nama bos kamu itu Erlangga Yusuf, belum itu aku. Coba tolong kasih aku info lain."

"Kamu udah tunangan. Kata orang kantor calon istri kamu itu model terkenal."

Uge tertawa terpingkal-pingkal. "Bos kamu itu pasti ganteng, kulitnya bening kaya perempuan, klimis, tukang dandan, suka pake baju-baju mahal, wangi, keren. Bener enggak?"

"Belum tahun 2004, kamu kenapa udah mulai narsis?"

"Ciri-ciri bos kamu itu cocok sama Si Agi! Salah satu calon investor. Nama dia juga Erlangga Yusuf."

"Hmm, oke, mungkin aja. Tapi, kasihan juga kamu, Ge. Masak kamu enggak jadi pemilik kantor yang udah kamu rancang? Terus kamu dimana sekarang? Setahuku pemilik kantor ini hanya satu orang. Tidak ada yang pernah cerita kalo ada orang lain yang datang ke sini yang punya wewenang setara dengan Erlangga."

"Mungkin aja aku akhirnya tersingkir dari sana, modal berbentuk uang yang bisa aku setor memang tidak sebesar Agi, aku lebih banyak mengandalkan isi kepala."

Widi berubah sedih. "Ge, kalo gitu lupain aja rencana kamu mewujudkan Al Kahfi Land bersama Erlangga yang kata orang kantor memang sewenang-wenang sama karyawannya. Tapi kamu jangan nyerah! Coba cari investor dan tempat lain yang bisa bikin kamu tetap jadi pemilik kantor."

"Widi, aku enggak peduli soal kepemilikan, aku udah bersyukur banget ternyata aku enggak berubah sifat jadi Agi. Aku justru harus terus berusaha mewujudkan kantor itu, supaya aku tahu dimana nemuin kamu di tahun 2004. Insya Allah, aku janji akan melamar kamu di sana."

"Ge, 5 tahun itu waktu yang sangat lama, sebaiknya kamu enggak usah berpikir terlalu jauh, apalagi ngucapin janji segala. Karena kamu sudah tahu aku ada dimana, temui aku kapan aja kamu mau sebagai teman. Lebih baik manfaatin chatting lintas waktu ini untuk ngedukung kesuksesan kamu."

"Widi, aku janji akan melamar kamu di tepi danau di tahun 2004."

"Keras kepala."

*****

Widi menghela nafas panjang bagai ingin menghalau prasangka yang bukan-bukan dari pikirannya. Ia sudah sangat pusing dengan berbagai keajaiban yang terjadi setelah mengenal Uge.

Tadinya Widi senang berkenalan dengan Uge yang bisa mengimbangi sifat skeptisnya, iia merasa mereka cocok berteman karena sama-sama orang yang terbuang dari pergaulan, akibat tidak sejalan dengan gaya hidup orang-orang di sekitarnya. Widi berharap bisa berteman dengan Uge di dunia nyata, tetapi ternyata Uge berada di dunia lain.

Tiba-tiba keajaiban lain datang. Widi sempat merasa kembali bertemu dengan orang yang pernah melamarnya di masa lalu, tetapi ternyata bukan, orang itu benar-benar si Ucup. Kemudian si Ucup pun sempat menjadi Uge, tetapi ternyata bukan, orang itu ternyata Agi, entah siapa lagi manusia itu.

Pada saat semua teka-teki itu gagal ia tebak, tiba-tiba Soffie ikut-ikutan masuk ke lingkaran dunia lintas waktu dan memberinya teka-teki baru, sehingga satu-satunya aktivitas bersenang-senang Widi ini menjadi permainan mengurai benang kusut.

Widi tidak sadar, dugaannya tentang hubungan Uge dan Soffie telah membuat rasa cemburu menghampiri perasaannya. Dia ingin marah pada Uge, tetapi dia tidak mungkin menghukum seseorang atas kesalahan yang mungkin belum dilakukannya, apalagi hubungan mereka memang jelas tidak jelas. Seandainya dia mengesampingkan masalah, ia juga merasa konyol mendengar harapan cinta dari Uge yang ia sudah tahu endingnya. Widi pun jadi serba salah.

Setelah merenungi banyak hal, Widi memilih mengalah. 5 tahun memang waktu yang cukup lama, Uge tidak mungkin terus memelihara hubungan yang memang jelas tidak jelas ini. Widi memutuskan tetap mendampingi Uge sebagai teman baik yang selalu mendukung cita-citanya.

Uge saja mau berkorban untuk tetap mendirikan kantor yang sekarang Widi tempati, walau ia sudah tahu akan tersingkir.

*****