webnovel

Antara Keputusan Yang Kuat Dengan Qadha’ dan Qadar Ilahi

 

Dalam Kalam Hikmah yang ketiga ini berkata Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary sebagai berikut:

"Keputusan-keputusan yang kencang (kuat) tidak dapat memecahkan pagar-pagar qadar Ilahi."

Pengertian Kalam Hikmah ini sebagai berikut:

I. Sebelum kita mengetahui maksud kalam ini ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu pengertian "QADAR". Dan oleh karena qadar itu adalah bertalian dengan qadha' maka seharusnya kita ketahui pula apa itu qadha' dan qadar.

Menurut Mazhab Al-Asy'ary atau Al-Asy'ariyah Al-Qadha' dan Al-Qadar ialah:

[a] AL-QADHA':

"Kehendak Allah s.w.t. pada zaman azal (zaman yang tidak diketahui pcrmulaannya) pada segala sesuatu menurut keadaannya pada waktu adanya. Dan dia termasuk sifat-sifat Dzat di sisi mereka"

Misalnya Allah berkehendak pada masa azal akan menjadikan hambaNya Fuad misalnya menurut apa yang kita lihat pada waktu adanya. Bentuknya begitu, jadi seorang dokter, isterinya dua dan lain-lain misalnya. Oleh sebab itu maka qadha' menurut ini adalah sifat Dzat Allah s.w.t.Dan qadha' menurut ini pula adalah "Qadim" dan bukan "Hadis" (baharu).

[b] AL-QADAR:

"Penciptaan Allah s.w.t. akan segala sesuatu menurut ukuran yang telah ditentukan dan rupa yang telah ditentukan pula sebagaimana yang telah dikehendaki olehNya." 

Maksudnya Tuhan menjadikan sesuatu menurut apa yang telah dikehendaki olehNya pada sebelum menjadikan itu. hal keadaan ini disebut dengan Al-Qadar. Maka Al-Qadar adalah sifat perbuatan Allah (Min Shifaatil Afaal). Karena itu maka Al-Qadar adalah baharu (hadis).

Menurut mazhab Al-Maturidy, Al-Qadha' ialah:

"Allah menjadikan segala sesuatu serta menambah kekokohan dankebagusan — pada yang dijadikan — maka Al-Qadha' 

merupakan sifat perbuatan Allah menurut para Ulama Mazhab ini. 

Contohnya ialah, Allah Ta'ala menjadikan langit, bumi dan lain-lain dengan begitu indah, bagus, kokoh, teratur dan lain -lain dan sifat-sifat yang menunjukkan atas keagungan segala sesuatu yang dijadikan olehNya. Karena itu Al-Qadha' menurut mazhab ini adalah baharu, sebab ia sifat perbuatan Allah s.w.t.

Adapun Al-Qadar menurut mazhab ini ialah:

"Allah menentukan pada azal tiap-tiap makhuk menurut ketentuanNya yang diperdapat pada makhluk ini waktu diadakannya berupa kebagusan, kejelekan, manfaat, mudharat, dan lain-lain. Artinya ilmu Allah pada masa azal tentang sifat-sifat semua makh1uk, maka berkaitanlah Al-Qadar menurut mereka pada Ulama mazhab ini kepada sifat ilmu, sedangkan sifat ilmu adalah sebahagian dari sifat-sifat dzat."

Maksudnya ialah, bahwa Al-Qadar menurut mazhab ini ialah ilmu Allah, artinya pengetahuan Tuhan yang tidak ada permulaan tentang sifat-sifat makhluk berupa ketentuan-ketentuan yang terdapat pada makhluk-makhluk itu, di mana akan diciptakan oleh Allah s.w.t. Umpamanya keadaan kita sekarang baik hidup dan kehidupan, ataupun mati dan sebagainya, sudah merupakan ketentuan dan ketetapan Allah yang telah diketahui olehNya pada masa azal, yakni pada masa yang tidak ada permulaan padanya. Oleh sebab itu maka Al-Qadar menurut mazhab ini bertalian dengan ilmu Allah yang merupakan salah satu sifat dari sifat-sifatNya, sedangkan ilmu Allah merupakan sebahagian dari sifat-sifat Dzat Allah yang wajib ke atas Allah, yakni sifat-sifatnya yang tidak diterima oleh akal atas tidak adanya sifat-sifat itu.

Perbedaan antara Mazhab Asy'ari atau Al-'Asya'riyah dengan Mazhab Al-Maturidy atau Al-Maturidiyah, adalah pada istilah semata-mata, karena pada hakikatnya Al-Qadha' menurut Mazhab Asy'ari adalah Al-Qadar menurut Al-Maturidy. Karena itu maka Al-Qadha' menurut Mazhab Asy'ari adalah qadim, karena merupakan sebahagian dari sifat-sifat Dzat Allah. Tetapi menurut Mazhab Al-Maturidy adalah baharu (hadis), karena Al-Qadha menurut mereka merupakan sifat perbuatan Allah. 

Demikian pula pada istilah Al-Qadar, di mana menurut mazhab Asy'ari adalah baharu, karena merupakan sifat perbuatan Allah dan menurut mazhab Al-Maturidy Al-Qadar itu ialah Al-Qadha', karena itu Al-Qadar merupakan keadaan yang berhubungan dengan ilmu Allah, sedangkan ilmu Allah merupakan sebahagian dari sifat DzatNya. Karena itu maka Al-Qadar 

menurut mazhab ini adalah Qadim.

II. Di dalam Kitab Jauharatut- Tauhid diterangkan: 

Kita wajib beriman dengan qadar dan qadha' seperti telah datang keterangan di dalam Hadis Nabi.

Tersebut dalam satu Hadis yang telah sepakat Imam Bukhari dan Imam 

Muslim sebagai berikut:

"Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah: Hai Rasulullah apakah itu Iman? Menjawab Nabi: Yaitu bahwa engkau beriman dengan Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya dan hari kemudian. Juga engkau beriman dengan Qadar baiknya, buruknya, manisnya dan pahitnya adalah dari 

Allah s.w.t."Dalam Al-Quran:

"Sesungguhnya Kami telah menjadikan sesuatu menurut ketentuannya." (Al-Qamar: 49)

Banyak Hadis-hadis dan ayat-ayat menerangkan tentang qadha' dan qadar. 

Meskipun di dalam ayat dan Hadis kita hanya menemui perkataan qadar saja, sebab antara keduanya menurut ilmu Tauhid tidak dapat dipisahkan.

III. Meskipun kita wajib beriman kepada qadha' dan qadar, tetapi tidak boleh kita jadikan qadha' dan qadar itu sebagai alasan sebelum mengerjakan sesuatu demi untuk sampai kepadaNya.

Misalnya seseorang bermaksud mencuri maka maka sebelum ia melakukan perbuatan itu ia mengatakan bahwa Allah mengqadha' dan mentakdirkan ia untuk mencuri. Hal keadaan ini adalah suatu hal yang tidak pantas, di samping ia telah mendahului Allah Ta'ala apalagi mengerjakan perbuatan yang dilarang olehNya. Atau kita telah melakukan perbuatan yang mesum, maka demi untuk menghindarkan dari hukum, kita katakan bahwa Allah melakukan qadha dan qadarNya atas hal itu. Tetapi apabila seseorang mengatakan seperti itu sekedar untuk menolak celaan orang lain, maka tidak apa-apa. Hal keadaan ini berdasarkan kepada Hadis sahih, yaitu berkata Nabi 

Muhammad s.a.w.:

"Pada suatu kali di zaman dahulu bertemu roh Nabi Adam a.s. dengan roh Nabi Musa a.s. Berkata Musa kepada Adam: "Tuan adalah bapak manusia di mana kami tuanlah maka keluar anak cucu tuan dari syurga, karena disebabkan tuan memakan buah kayu terlarang." Berkata Adam: "Hai Musa engkau telah dipilih oleh Tuhan bercakap-cakap denganNya dan Tuhan telah berikan kepada engkau kitab Taurat. Kenapa engkau cela saya atas satu pekerjaan padahal Allah s.w.t. telah mentakdirkan hal keadaan itu atas saya sebelum Tuhan menjadikan saya pada zaman 40,000 tahun sebelumnya."

Berkata Nabi Muhammad s.a.w.: "Maka dengan alasan Adam demikian Nabi Adam telah mengalahkan Nabi Musa tentang persoalan ini."  : (Tuhfatul Murid 'Ala Jauharatit-Tauhid oleh Syaikh Ibrahim Al-Bayjuri, pada halaman 66.)

IV. Dari pengajian yang lalu kita mengambil kesimpulan bahwa kita harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah s.w.t. atas kita dalam hidup dlan kehidupan kita. Kenapa demikian? Sebab meskipun bagaimana kuat keinginan kita atau maksud yang terkandung dalam hati kita dengan dorongan amal ibadat-ibadat yang kita kerjakan, namun tidak akan dapat memecahkan pagarpagar ketentuan (qadar) Allah s.w.t.

Kita melihat dan berpendapat sesuai dengan ajaran Tasawuf, bahwa Allah telah memberikan kemuliaan (karamah) bagi para waliNya (aulia Allah s.w.t.). 

Karena itu maka kita lihat dan kita dengar kemuliaan yang diberikan oleh Tuhan kepada para waliNya dengan terjadinya hal-hal yang aneh-aneh. Hal keadaan ini disebabkan karena kekuatan jiwa Waliyullah yang timbul karena keberkatan amal ibadat yang dikerjakannya.

Sungguhpun demikian, namun qadar dan qadha' Allah tidak dapat terlampaui. Segala sesuatu dalam alam ini adalah menurut kehendak dan keizinan Allah s.w.t.

Berfirman Allah s.w.t. dalam Al-Quran:

"Mereka tidak dapat menghilangkan bahaya dari siapa pun terkecuali dengan izin Allah s.w.t." (Al-Baqarah: 102)

Karena itulah maka pepatah mengatakan: "Sebelum ajal berpantang mati". Dan kata hikmah orang kita: "Langkah, rezeki, pertemuan dan maut, adalah di tangan yang Maha Kuasa, Allah s.w.t."

V. Mungkin kita bertanya, kenapakah, seperti tukang sihir sampai ada hal-hal atau kejadian-kejadian yang aneh dan luar biasa, apakah itu tidak dikatakan suatu kemuliaan. Jawabnya, kalaulah kemuliaan yang diberikan oleh Tuhan kepada hamba-hambaNya yang dicintai olehNya seperti "Mukjizat" kepada Nabi-nabi dan "Karamah" kepada Wali-wali tidak akan jalan kalau tidak dengan izin Allah (yakni dengan qadha' dan qadarNya). Maka apakah lagi pada hal-hal yang datang dan dari tukang sihir karena kekuatan jiwanya yang didorong oleh maksiat dan mendurhakai Allah s.w.t., lebih-lebih tidak akan jalan kalau tidak berlaku qadha' dan qadar Tuhan. Sebab itu harus kita ketahui bahwa hal-hal yang luar biasa dapat kita lihat adakala pada hamba-hambaNya yang saleh, maka ini merupakan suatu kemuliaan.

Adapun hal-hal yang luar biasa kita lihat pada hamba-hambaNya yang telah menyimpang dari kebenaranNya, seperti iblis, syaitan dan anak-anak buahnya, baik dari manusia atau lain-lainnya:

Maka kejadian hal-hal yang luar biasa pada mereka itu merupakan suatu penghinaan untuk mereka. Sebab pada hakikatnya suatu waktu, apakah di dunia atau di akhirat Allah s.w.t. pasti akan menindaknya. Walhasil dalam segala sesuatu adalah qadha' dan qadar Tuhanlah yang berlaku dengan sebenarnya. 

Karena itu kita boleh berikhtiar dan berusaha tetapi jangan lupa tawakkal dan menyerah kepada Allah, agar Dia menentukan dengan ketentuan-ketentuan yang baik buat kita, duniawi kita dan ukhrawi kita. 

Inilah penjelasan dan syarahan Kalam Hikmah yang telah tersebut di atas. Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita, sebagai salah satu pedoman hidup kita di dunia yang fana ini. Amin!