webnovel

bab 6. meyakinkan Lestari

"I-is-tri-mu,mas?"ulang Lestari, dia tak mau pendengaran nya salah.

Meneguk beberapa teguk sisa minuman di hadapannya.

Agak kering kerongkongan nya, Rizal memperhatikan tingkah gadis itu, mungkin Lestari terkejut mendengar kejujuran nya.

"Maaf mas, apa mas Rizal tidak merasa menghianati istri mas?" Tanya Lestari, setelah dia merasa bisa menenangkan perasaan nya.

"Mas memang salah, tapi  beberapa hari ini, mas merasa ingin kenal kamu lebih dekat, padahal cuma lewat chat aja, kamu kan selalu menolak bila di ajak mas bertemu" jawab Rizal.

"Tapi mas sudah beristri, bagai mana perasaan istri mas, bila mas ada perasaan kepada wanita lain, aku pun dulu sakit mas merasakan nya" Lestari menunduk.

Pembali teringat sakit nya ketika Bagas memutuskan cinta nya, dan memilih kekasih barunya.

"Mas juga bingung Tari, apa mas bisa melupakan kamu, pahala mas juga tahu, mudah untuk melupakan kamu, kita belum lama kenal"

"Lebih baik begitu mas, jangan sampai istri mas mengetahuinya, aku tak mau di sebut perebut suami orang, maaf mas"

Lestari memohon, lelaki itu tak bergeming, mungkin dia sedang berfikir.

"Tari, kita bisa berteman kan?" Tanya Rizal ragu.

Lestari, merasa matanya berkunang kunang, kepalanya pening, tiupan angin sore tak membantu nya menghilangkan rasa sakit yang tiba tiba saja di rasakan nya.

"Tari, kamu kenapa ?" Rizal bengkit dari duduk nya, melihat Lestari memijit mijit kepalanya.

Lestari menolak bantuan Rizal, ketika lalakinitu akan meraih tubuhnya.

"Aku tidak apa apa mas, lebih baik sekarang kita pulang" ajak Lestari.

Dia berdiri, seolah mengajak Rizal untuk meninggalkan tempat itu.

"Tapi, mas masih ingin bicara sama mu, Tari " tolak Rizal,

"Mas, kepala ku sedikit pusing, biarkan aku pulang, dan- dan- tak usah mas menghubungiku lagi!" Ujar Lestari agak membentak lelaki yang ada di hadapan nya itu.

"Baik lah, mas antar kamu pulang, takut nya nanti di jalan kamu kenapa napa" Rizal mengikuti langkah Lestari yang sudah berjalan meninggalkan tempat itu.

Lestari menghentikan langkah nya, dia menunggu angkot lewat yabgvakan membawa pulang ke rumahnya.

"Mas bawa mobil, tunggu lah di sini, biar mas antar" tawar Rizal, kesempatan ini tak mungkin dia lepaskan begitu saja, dia harus tahu alamat rumah gadis yang telah merebut hatinya itu.

"Tak usah mas, aku bisa naik angkot" Lestari tetap menolak tawaran Rizal.

Sebuah angkot berhenti tepat di depan Lesatari, tanpa berkata apapun, gadis itu masuk ke dalam angkot, meninggalkan Rizal yang berdiri mematung.

Tak biasa lagi dia mengejar gadis itu.

Tapi dia akan tetap berusaha agar bisa bertemu dengan Lestari.

Di dalam angkot, Lestari merasakan pandangan nya buram, mungkin pengaruh dari sakit kepala yang di rasakan nya.

Kenapa nasib nya hanya bertemu dengan laki laki yang tak bisa menjaga kesetiaan cinta nya, walau pun dia belum mengenal Rizal.

Tapi kejujuran lelaki itu membuat dia harus bisa menjauhi Rizal.

Bagai mana perasaan istri nya, bila tahu suami yang dia sayangi mendua cinta.

Rumah masih sepi, mungkin orang tua nya belum bisa pulang hari ini, apakah nenek belum sembuh dari sakitnya, ah menyesal Lestari Tek ikut mereka, agar tak bisa bertemu Rizal.

Mungkin Lestari belum mengenal Rizal, tapi pertemuan nya sore tadi, membuat hati gadis itu merasakan perasaan yang lain, mungkin kah ada rasa suka?

Melihat penampilan Rizal yang begitu sempurna di mata Lestari, tutur kata nya yang selalu penuh dengan perhatian, membuat jantung Lestari berdebar lebih kencang.

Andai saja Rizal masih sendiri, mungkin Lesatari sudah menerima rasa suka lelaki itu, walau hanya untuk melupakan Bagas.

Lelaki itu beristri, itu yangembuat  Lesatari tak kan bisa menerima Rizal sampai kapan pun.

Tid! Tid!

Sebuah mobil berhenti di depan pekarangan rumah Lestari, baru saja gadis itu melangkah masuk, dia menoleh, mobil siapa yang di parkir di depan rumah nya.

Seorang lalaki turun dari dalam mobil, menoleh ke arah nya, bejalan perlahan menghampirinya.

Lestari tak dapat lagi menahan beban tubuh nya, lukut nya begitu lemas, matanya tertuju kepada lelaki yang mendekatinya.

Ya Tuhan!

Itu Rizal.

Kenapa dia nekad mengikutiku.

"Aku ikuti angkot yang membawamu, untung masih terkejar" Rizal tersenyum.

Lestari menghempaskan bokong nya di kursi teras, dia tak bisa berkata apa apa

Lestari menatap Rizal, yang berdiri di luar pagar.

"Rumah mu sepi Tar, kemana orang tuamu?" Tanya Rizal, dia tetap berdiri, menunggu Lestari mempersilahkan nya masuk.

"Mereka tidak ada mas, sedang ada keperluan, eh- oh- masuk mas" baru dia ingat mempersilahkan masuk, menggeser kursi teras nya.

Rizal menatap Lestari, mungkin gadis itu bertambah sakit kepala nya, karena masih terlihat pucat den meringis memijit pelipisnya.

"Mas, gak lama, hanya ingin tau rumah kamu aja Tari, maaf mas sudah mengagetkan kamu, pasti kepalanya tambah pusing ya"

Lestari tersenyum tipis, tak baik bila dia tak sopan kepada tamu, tapi bila tamunya ini adalah Rizal, harus kah dia mengusir nya?

Ya memang kepalanya terasa bertambah berdenyut, karena kedatangan Rizal.

"Mas kok nekad ya, sampe ngikutin angkot yang aku tumpangi!" Ujar Lestari.

"Mas hanya ingin tahu rumah kamu, lain waktu mungkin mas bisa berkunjung lagi ke sini" jawab Rizal,

Menatap Lestari dengan perasaan khawatir.

"Sebaiknya mas pulnlqng, istri mas pasti menunggu di rumah, dan - maaf mas tidak usah datang kemari lagi"

"Tari, mas hanya ingin berteman, mungkin mas bisa bertukar cerita dengan kamu"

"Maaf, mas aku sibuk" jawab Lestari ketus, dia berdiri dari duduk nya, menatap Rizal yang masih duduk di kursi teras.

Rizal mengerti, lelaki itu pamit.

"Mas pamit pulang, mudah mudahan Tari masih mau mengenal mas, mas memang tak bisa meyakin kan, bila persaan mas ini tidak bohong, mungkin nanti mas bisa menjelaskan nya, kalau mas datang lagi kemari"

Lestari menatap badan lelaki itu, Rizal memasuki mobil nya, setelah mobil yang di kendarai Rizal berlalu, Lestari masuk ke dalam rumah nya, dengan perasaan yang masih tak karuan.

Sore mulai menjauh, gelap mengintip membawa matahari yang akan kembali keperaduannya.

Lestari masih berbaring di tempat tidurnya.

Terdengar suara ribut di dalam rumah, rupanya ayah dan ibu nya sudah kembali dari menjenguk nenek.

Suara Fatimah, adik perempuan nya yang baru duduk di bangku Sekolah Menengah Atas pun ada di antara suara ayah dan ibu.

Mereka sudah kembali, fikir Lestari, dia pun beranjak dari kamarnya, hari sudah masuk magrib.

Sedangkan dia belum memebersih kan diri.

Melangkah kan kaki nya ke kamar mandi, biar dia mandi dan shalat dulu, baru akan menemui keluarga nya.

***