webnovel

Airplane Accident

Cassie Qianzie Putri mengalami kecelakaan pesawat beberapa hari setelah wisudanya disaat dia sedang berlibur bersama temannya. Saat itu dia terjatuh di negara tetangga hingga terjebak di dalam kehidupan Agatha Carls Christian yang merupakan CEO muda yang angkuh, sombong, dingin, dan menakutkan. Agatha mengira jika dia adalah kekasihnya yang hilang karena wajah mereka yang sedikit mirip, Cassie pun mulai hidup sebagai Mirachelia Larissa karena dia kehilangan ingatannya disaat kecelakaan itu terjadi. Namun semuanya berubah disaat Mirachelia Larisa yang sesungguhnya kembali. Akankah Agatha tetap bersama Cassie atau dia akan kembali kepada masa lalunya?

Nova_Fajarna · Teen
Not enough ratings
12 Chs

Kebenaran Yang Terungkap

Di malam yang sepi, Rachel duduk dihalaman depan rumah Agatha dengan sebuah handphone digenggamannya. Dia bersenandung pelan yang diiringi oleh hembusan angin kecil yang menemani gelapnya malam. Akhir-akhir ini Rachel sering kali menonton berita dan mengikuti arus apa saja yang lewat di handphonenya. Bahkan dia sudah jarang mengikuti Agatha, padahal dulu dia tidak pernah lepas disamping laki-laki itu. Namun sepertinya menyendiri telah menjadi hobi barunya sekarang.

Drtt....drrtt.....

Handphonenya berbunyi, lalu Rachel tidak sempat mengangkatnya karena tiba-tiba Agatha datang dan duduk tepat disebelahnya. Rachel langsung menyembunyikan handphone nya dan tersenyum ketika Agatha membawa sebuah kotak dengan ikatan pita diatasnya.

"Ini apa?" Tanya Rachel

Agatha tidak menjawab, dia menaikkan kedua bahunya sambil memberikan kotak kecil itu kepada Rachel. Tak ingin penasaran begitu lama, Rachel langsung membuka kotak kecil itu dengan bersemangat.

"Cincin?"

"Ayo menikah" ujar Agatha

Tiba-tiba Rachel membeku setelah mendengar perkataan itu. Apa yang harus dia lakukan? Dia belum siap. Perlahan ada banyak pertanyaan yang muncul dikepala Rachel, dan yang paling utama apakah dia harus menerimanya?

"Aga gue pikir ini terlalu terburu-buru" sahut Rachel

"Kenapa? Hal apa yang belum aku lakukan untukmu?" Tanya Agatha

"Gue belum lulus kuliah juga aga, kok buru-buru sih" Rachel

Agatha mengerutkan keningnya saat Rachel seakan menolak ajakannya. Dia bisa melihat kebohongan dimatanya, betapa gugup Rachel disaat berbohong kepada Agatha. Mereka sudah dua tahun tinggal bersama, jadi mana mungkin Agatha tidak paham dengan perilakunya. Kebohongan itu jelas bisa dia rasakan dari wajah Rachel yang seakan tidak ingin memandang Agatha. Agatha hanya tersenyum tipis, lalu mengangguk pelan seakan dia tidak curiga sama sekali. Namun diam-diam dia selalu memperhatikan gerak-gerik Rachel yang akhir-akhir ini sangat mencurigakan. Dia semakin khawatir, jika pada akhirnya dia akan kehilangan lagi.

"Aga, gue harus pergi. Gue ada janji sama Melissa" Rachel menyimpan kotak cincin yang diberikan oleh Agatha kedalam tasnya

"Hati-hati" Agatha

Rachel mulai ragu disaat menatap wajah Agatha yang datar. Haruskah dia menolak Agatha yang telah menolongnya, mencintainya, dan merawatnya bahkan disaat semua orang menghempaskannya. Namun hal yang dia takutkan adalah jika suatu hari nanti Agatha akan menghancurkan hatinya. Agatha adalah CEO muda yang terkenal dibanyak negara, pemegang saham terbanyak sekaligus pria terkaya dinegara B. Akankah Agatha bertahan dengan gadis sepertinya? Gadis yang telah kehilangan ingatannya, gadis yang tidak mempunyai apa-apa untuk dia banggakan. Wajar jika dua tahun yang lalu keluarga Agatha memisahkan mereka karena suatu jurang yang memang tidak pantas untuk dia sebrang.

Dia telah menjiwai peran Rachel yang sesungguhnya dikehidupannya. Entah karena dia tidak tau atau memang dia tidak mau tahu.

Rachel meyakinkan dirinya untuk pergi dari hadapan Agatha dengan memberikan alasan bertemu Melissa. Namun baru saja Rachel membalikkan tubuhnya, Agatha sudah menarik lengannya lalu dia menarik Rachel kedalam pelukannya. Rachel bisa merasakan seberapa kuat jantung Agatha berdetak disaat memeluknya dan seketika air matanya jatuh tanpa disengaja. Cepat-cepat Rachel mengusap air matanya agar Agatha tidak curiga

"Bukan untuk bertemu Aaric kan?" Tanya Agatha

"Aaric? Aga ini udah dua tahun, aku gak pernah ketemu sama Aaric lagi sekarang" ujar Rachel

"Aku pergi" Rachel melepaskan pelukan diantara mereka

Rachel langsung pergi dengan taxi yang sudah sejak tadi sudah dia pesan. Dia melambaikan tangannya kepada Agatha lalu mereka berpisah disana

"Melissa" ujar Agatha ketika Melissa sudah mengangkat teleponnya

"Kak aga? Kenapa kak?"

"Kamu dimana?"

"Di bioskop sama devano, kenapa kak? Mau nanya Raquelle ya? Raquelle gak pergi sama gue kak. Gue udah janjian sama devano"

"Hmm okey"

Agatha langsung menutup pembicaraan diantara mereka. Kemudian dia kembali menelpon seseorang.

"Lacak dimana keberadaan Rachel sekarang juga, lalu ikuti dia" perintah Agatha

"Kenapa harus gue, kenapa gak Aksa?"

"Ryan, gue suruh lo bukan Aksa"

Wajah Agatha memerah, dia sudah tidak tahan lagi dengan sikap Rachel  yang akhir-akhir ini berubah. Mereka sudah tidak sering bertemu, sibuk sendiri, dan jika dirumah pun Rachel lebih sering menyendiri. Rachel juga tidak terlalu manja seperti dulu, dia lebih sering mengeluh kepada Aksa dari pada langsung membicarakannya dengan Agatha.

"Dia bersama Aaric" Ryan

✓✓✓

Setelah sampai disebuah restoran, Rachel langsung mencari keberadaan Aaric yang sudah lama menunggunya. Mereka telah membuat kesepakatan untuk selalu bertemu dihari Sabtu tanpa sepengetahuan Agatha dan siapapun. Dua tahun berlalu, Rachel selalu mendapatkan perawatan dari Aaric tanpa sepengetahuan Agatha, karena Agatha melarang keras jika dia bertemu dengan doktor itu. Tapi mau bagaimana lagi, Rachel lebih mempercayai perkataan Aaric dari pada Agatha

Awalnya dia juga meragukan tuduhan Aaric kepada Agatha saat itu, namun setelah acara ulang tahun Raquelle dua tahun yang lalu dia mulai mengingat seseorang yang selalu menemaninya. Ingatannya dibantu dengan setiap kali dia melihat roller coaster saat itu, tempat dimana dia sering bermain dengan kekasihnya.

"Gimana sama ingatan lo?" Tanya Aaric

"Masih sebatas itu, gue cuma ingat sama tunangan gue, Artha" ujar Rachel

"Lo ingat gak sama nama Lo sendiri?" Aaric

"Hmm ingat, Artha sering manggil gue Cassie" ujar Rachel

Rachel perlahan mulai menemukan jati dirinya yang sebenarnya dengan bantuan Aaric. Tetapi dia tidak bahagia, seakan ada suatu penghalang yang mengharuskan dirinya untuk tetap berada disana dan tetap menjadi Rachel yang selalu dicintai oleh Agatha. Dia kehilangan kendali disetiap melihat Agatha, dia lupa dengan masalahnya yang sesungguhnya disaat bersama Agatha, dan satu hal yang selama ini tidak dia dapatkan dari lelaki lain kecuali pada Agatha, kenyamanan. Dia dihadang oleh rasa nyaman sampai melupakan batasan, dia telah terjebak disebuah ruang kosong yang Agatha ciptakan.

Rachel baru menyadari hal itu seminggu yang lalu, maka oleh itu dia mulai menjauh dari Agatha dan mencoba menerima kenyataan jika itu bukanlah tempatnya. Tetapi terkadang dia lupa, dan kembali bermakna dengan Agatha. Hal itu membuatnya takut, khawatir, kecewa, dan marah kepada dirinya sendiri. Pikirannya kalang kabut sehingga dia tidak tau harus bersikap seperti apa didepan Agatha agar dia tidak curiga.

"Apa terjadi sesuatu?" Tanya Aaric disaat melihat wajah Rachel yang cemas

"Agatha ngajak gue menikah. Apa gue harus bolak dia dan kembali kekehidupan gue yang sesungguhnya atau gue harus terima dia dan hidup dibawah identitas Rachel sampai akhir?" Tanya Rachel

"Apa lo nyaman saat berbohong sama Agatha?" Itulah umpan balik yang Aaric berikan

"Lalu gimana sama tunangan lo yang sedang nungguin lo?" Lanjut Aaric

Rachel terdiam dan dia mulai menggigit ujung kukunya sendiri. Dia berpikir lagi tentang tunangannya, namun Aaric menepis tangan Rachel.

"Jangan gigit kuku, kalau didepan Agatha lo bertingkah gitu, dia pasti langsung bisa tau kalau lo lagi bohong" Aaric

"Jadi gue harus gimana? Gue harus temuin siapa keluarga gue sebenarnya" Rachel

"Cassie" panggil Aaric

"Ya, ahh gue gak terbiasa sama nama itu lagi" Rachel

Darrr....

"CASSIE QIANZIE PUTRI"

Teriak Aaric sambil memukul meja didepannya, bahkan Rachel sendiri terkejut saat itu.

"AARIC, nanti ada yang denger" peringat Rachel

Aaric membuka mulutnya lebar-lebar disaat mengingat sebuah nama yang tak asing baginya. Aaric menatap Rachel dari ujung kepala hingga ujung kakinya dengan tatapan kagum yang tidak bisa dia jelaskan. Entah itu pertanda baik ataukah pertanda buruk.

"Gue gak nyangka kalau lo putri dari konglomerat kaya dari negara A" Aaric

"Lo yakin kalau itu beneran Aaric?" Rachel yang masih meragukan tebakan Aaric

"Biar gue tebak, lo anak dari pasangan Edward Alzelvin dan Lesya Alzalea, lo punya saudara kandung namanya Allen Alzelvin. Dan lo tunangan dari anaknya keluarga Rayleigh, namanya...." Aaric berhenti sebentar untuk mengingat nama tunangannya

"Artha Farrely Rayleigh" lanjutnya

"Maybe, soalnya gue cuma ingat nama tunangan gue sebatas Artha doang. Gue gak tau nama panjangnya" Rachel

"Okey, Lo punya sepupu namanya Alexa Raitrama. Paman lo yang ada didunia politik dan tante lo kerja di perusahaan lo, namanya Livia Clarissa. Lo ingat gak?" Tanya Aaric

"Enggak. Btw kenapa lo hafal banget nama-nama dikeluarga itu?" Tanya Aaric

"Papa gue juga dokter dulu, dan om Edward itu temen deketnya papa gue" ujar Aaric

"Gue jelas ingat kalau mereka punya seorang putri yang namanya Cassie Qianzie Putri, gue ingat banget" lanjut Aaric menekankan keyakinannya kepada Rachel

Perlahan kebenaran mulai terungkap, Rachel semakin khawatir jika dirinya tidak bisa pergi. Dia punya keluarga yang harus dia temui agar mereka tidak menganggapnya mati, tetapi dia juga punya Agatha yang harus dia bayar jasanya karena telah menyelamatkannya. Ahh benarkah itu? Bukankah karena dia telah jatuh cinta dan merasa nyaman bersamanya?

"Pulang aja dulu, gue bakalan cari tau soal ini besok pagi, nanti Agatha curiga kalau lo gak pulang-pulang" Aaric

Rachel mengangguk, lagi pula mau dipaksa pun dia tetap tidak mengingat lebih dari itu. Namun jika itu memang kenyataannya, maka dia akan berbahagia karena orang tuanya masih hidup dengan aman sekarang. Karena menjadi sosok Rachel sangat menyedihkan, dia hidup mandiri tanpa orang tua. Selama ini dia pasti sangat menderita, apalagi disaat orang tua Agatha menentang hubungan mereka.

"Aku pulang" ujar Rachel ketika dia sudah kembali kerumah Agatha

Dia terkejut disaat melihat Agatha yang masih berkeliaran diruang tamu. Padahal setau Rachel Agatha tidak biasanya masih diruang tamu di jam 12 malam seperti ini. Kalau pun dia tidak bisa tidur, dia akan tetap dikamar sambil mengerjakan pekerjaannya yang tidak terselesaikan dikantor.

"Belum tidur?" Tanya Rachel

"Mau tidur dikamarku?" Tanya Agatha Kembali

"Tiba-tiba seperti ini?" Rachel menjadi bingung

"Ayo" tanpa menunggu anggukan dari gadis itu, Agatha sudah menarik Rachel untuk pergi ke kamarnya

"Agatha" panggil Rachel

"Diam saja, jangan membuatku marah"

seketika Rachel terdiam dan hanya bisa mengikuti kemauan Agatha. Dia menangis tanpa tau apa yang harus dia tangisi. Dia hanya takut jika Agatha akan menyakitinya, padahal selama ini Agatha selalu menyayanginya.