webnovel

Ikutin Aku Ya!

"Maaf Nay, perasaanku nggak enak. Aku takut," ucap Raya penuh cemas.

"Itu kan perasaan kamu aja Ra. Kamu kan sahabat bukan Ibu aku." Naya dengan nyalang berujar demikian.

"Kamu kenapa sih Nay?"

"Nggak kenapa-kenapa. Aku hanya ingin bergaul lebih luas aja Ra. Biar banyak yang bisa aku cari informasinya saat aku butuh pekerjaan gitu."

Raya memeluk tubuh Naya sambil mengelus punggungnya. "Maaf. Aku terlalu jauh ikut campur dalam urusan pribadi kamu Nay. Aku hanya nggak mau kamu salah jalan. Hati-hati ya!"

Naya tak menjawab sepatah kata pun. Melainkan, sebuah anggukan yang Naya berikan seperti hanya untuk menenangkan Raya saja.

Raya mulai sibuk dengan jaga ditoko sepatu. Ragil sering membantu saat dia sedang tak sibuk. Raya merasa nggak nyaman jika terus dekat dengan lelaki yang baru dia kenal itu. Namun, majikannya selalu berpesan jika butuh pertolongan jangan lupa untuk menghubungi Ragil.

"Ra, ini buat kamu!"

Raya termenung menatap dengan sayu yang disodorkan wanita yang berpenampilan menarik itu.

"Ini terlalu berlebihan Bu," elak Raya mencoba menolak.

"Maaf Ra. Ponsel kamu sudah sangat lusuh. Terimalah ini! Yang penting kamu kerjanya bagus. Kamu tunjukin itu ke aku. Kalau semakin bagus saja kerjaanmu akan aku tambahkan lagi hadiahnya."

"Terima kasih Bu Joana. Aku akan berusaha semampuku mengerjakan semua pekerjaan dengan baik!"

"Aku suka semangatmu."

Raya memandang punggung orang yang telah memberinya pekerjaan itu hingga semakin jauh dan menghilang.

Tanpa Raya tahu Ragil terus mengikuti langkahnya menuju kosan. Ragil semakin gemas dengan Raya yang sudah dua mingguan kerja namun, masih menolak untuk diantar Ragil.

"Terima kasih ya Tante, kalau nggak begitu mana mau dia terima handphonenya," ucap Ragil yang menghampiri ke rumah Tantenya itu.

"Sama-sama Agil. Pesan Tante. Kamu jangan terlalu terburu-buru untuk mendekati Raya. Kita tahu kan Mamih kamu itu orangnya seperti apa? Dia tak akan mudah menyetujui anaknya menyukai orang biasa."

Ragil terdiam lalu menutup mata. Memang benar yang dikatakan Tantenya itu. Jangankan untuk mencari calon pasangan hidup. Untuk teman dekat pun Mamihnya Ragil sangat selektif.

"Tapi Ragil sangat menyukai Raya Tante. Ragil akan berusaha membuat Raya diterima Mamaih sebelum Ragil bawa Raya kehadapan Mamih."

"Jangan terlalu berkhayal yang tinggi dulu! Diantar pulang aja dia nggak mau."

Ragil memanyunkan bibir tak ayal itu membuat Joana tertawa terpingkal. "Jalani aja dulu! Pelan-pelan mendekati wanita seperti Raya yang susah ditaklukkan itu."

"Iya Tante. Terima kasih."

"Sama-sama."

Sementara itu Raya melongo merasa heran. Baik dia ataupun Naya tak ada yang memesan Banana cake. Namun, seorang kurir mengantarkan ke kosan atas nama Raya dan sudah dibayar.

"Udah Ra, rezeky kita ini. Terima saja!" ujar Naya dengan sumringah.

"Tapi aku ragu,"

"Sudahlah Ra. Jangan naif! Ini rezeki!" pekik Naya dengan nada sedikit emosi.

Raya melirik tajam ke arah Naya yang mulai berubah sikapnya itu. Naya jadi lebih mudah tersulut emosi.

"Maaf, aku hanya suka gereget ke kamu yang terlalu naif dizaman serba mahal ini Aya!"

"Aya apa Ra?"

"Malah ngebahas itu. Udah sih kita makan aja!" ujar Naya sembari membawa kotak yang berisi banana cake itu.

"Apa tuh?" tanya beberapa wanita yang duduk disofa. Ada sekitar dua puluh orang dalam satu rumah yang terdapat banyak kamar itu.

"Ada aja." Naya dengan senyum yang terus terkembang berlenggang begitu saja.

"Nay, bagi mereka ke," bisik Raya lalu membuka pintu kamar mereka berdua.

"Kalau mau bagi. Bagi semua emangnya cukup?"

Raya tertawa garing. Sedangkan, Naya mulai membuka dan satu potong Naya arahkan cake itu ke dekat mulut Raya. Raya merasa enek dan mulai mual-mual menyingkirkan tangan Naya dan berlari ke kamar mandi.

"Kamu kenapa Ra?"

"Aku nggak suka baunya. Maaf ya Nay."

"Ya udah. Aku makan sendiri aja ya!"

"Iya. Oh iya Nay. Kamu nggak ngasih Ibu kosan?"

"Oh iya aku lupa hee. Aku ambil piring kecil dulu."

Sorot mata Raya begitu sendu menatap plapon kamar. Teringat akan satu hal yang membuatnya ketakutan. Raya belum datang bulan lagi. Terus tadi. Raya sebenarnya sangat menyukai pisang akan tetapi barusan dia begitu tak suka wanginya.

Karena Naya sudah kerja di salah satu cafe milik temannya jadi sudah nggak dagang gorengan lagi. Setiap pulang kuliah maka Naya langsung ke cafe.

"Lebih baik kamu berhenti Ra ditoko sepatu itu. Kerja sama aku aja. Sekitar satu bulan lagi butuh karyawan baru lagi Ra. Karena ada yang ngundurin diri bulan besok. Soalnya wanita itu usia kehamilannya sudah delapan bulan."

"Nggak ah Nay. Aku mau menikmati dulu kerja disitu. Jangan dikit-dikit pindah. Nanti kita tidak menikmati prosesnya perjalanan kita. Tunggu sampai beberapa bulan kalau ada yang lebih penghasilannya baru aku pindah." Terang Raya dengan menahan semua rasa mual.

"Oh gitu. Ya udah aku berangkat kuliah ya!"

"Iya hati-hati."

Raya meminum teh manis hangat agar lemas dibadannya berkurang. Menuju pasar dengan banyak doa yang dia pnjatkan ke sang pencipta.

"Ra. Kamu ikut Ragil ya?"

"Emang ada apa Bu?"

"Yang di mall toko aku kekurangan orang. Jadi tutup dulu yang disini. Kamu diantar Ragil soalnya aku mau ke kantor polisi dulu."

"Oh. Iya Bu."

Didalam mobil tak ada obrolan apa pun. Kedua insan yang berbeda jenis itu masingmasing sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Ra. Kamu ikutin aku ya!" intruksi dari Ragil yang jalan lebih dulu dari Raya.

Ragil membuka mata lebar dan berlanjut tersenyum saat Raya berada dibelakangnya dengan jarak begitu dekat. Bahkan punggung Ragil mengenai bagian depan badan Raya.

"Maaf ya Bang. Soalnya tadi ada mantan majikan saya," ucap Raya tak enak hati seraya menjauh dari punggung Ragil.

"Iya gak apa-apa Ra." Ragil lalu membuka lift dan diikuti Raya.

Dilantai empat toko sendal dan sepatu dengan merk yang tak asing ditelinga Raya itu ternyata tempatnya. Ternyata benar karena sedang cuci gudang jadi sangat ramai pengunjung.

Semua sibuk melayani pembeli. Raya kembali kelabakan saat melihat ada sesosok lelaki yang begitu membuatnya ketakutan itu.

"Bang. Maaf minjem topinya ya!" pinta Raya ke Ragil dengan senang hati Ragil yang sedang melayani pembeli pun menyerahkan topinya.

Topi dan masker serta kaca mata yang sama dapat minjem dari Ragil juga, sudah menutupi wajah cantik Raya. Dengan terus menahan.rasa mual yang bergejolak di dalam perutnya Rata berusaha seramah mungkin.

Bentar saja Axel masuk ke toko itu. Dia memilih sepatu. Raya mencoba menjauh dan melayani yang lain. Akan tetapi Axel menepuk pundak Raya.