webnovel

Affair With Brother in Law

Disarankan untuk yang sudah cukup umur Karena ada beberapa (adegan 21+) Zava, derajatnya terangkat karena menikah dengan anak dari Nyonya Ros, majikannya sendiri. Awalnya, dia hanyalah seorang pelayan tapi kini dia berdandan selayaknya seorang nyonya besar dia adalah janda Alfaza Marcellino Putra. Kebahagiaan pernikahan yang sempurna tak berteman baik dengannya, pria yang ia cintai harus pergi untuk selama-lamanya, tuan Alfaza mengalami kecelakaan setelah sekian hari menikahinya. Zava begitu kesepian kehilangan suaminya. 10 tahun ia hidup sendiri, menjadi wanita yang kehausan, haus akan belaian dan kasih sayang pria. Ia pernah bermain main dengan Personal Training, tapi itu tidak membuatnya puas. Kepuasan sulit didapatkan, hingga pada suatu hari, insiden besar menimpanya, insiden yang membuatnya begitu mengidolakan si adik ipar. Pria tampan, berparas bak dewa, dia 'Reino' Adik ipar bukanlah pria yang mudah didapatkan dan membuatnya semakin penasaran. "Adik ipar yang menarik!" Zava berjanji akan membawa pria itu di dalam genggamannya. Hubungan Terlarang yang memberikan 'Kenikmatan'

Deo_Meti · Urban
Not enough ratings
188 Chs

Sayang, 4 Hari tak Dapat 'Jatah'

Beberapa desainer ternama diundang ke kediaman Nyonya Rosimah, yah… 2 hari lagi adalah hari perayaan ulang tahun Nyonya Ros yang ke 62 tahun.

Wanita paruh baya itu, juga putri cantiknya Sunny tampak sibuk, sibuk mempersiapkan diri sedemikian rupa dan secantik mungkin.

Dress sammy pink muda itu tampak anggun dikenakan Sunny, juga serasi dengan mamanya Nyonya Ros. Wanita paruh baya itu tak kalah ketinggalan dengan mengenakan tunik dengan warna senada.

Sanggul tinggi juga selendang sutra itu menghiasi bahunya dengan anggun, juga hiasan kalung mutiara itu menambah kesan kemewahan padanya.

Dada wanita paruh baya itu membusung, menunjukkan derajatnya yang tinggi. Sama dengan Sunny yang ikut berdandan dengan sangat mewah dan cantik.

Menuruni anak tangga dengan dibantu suster Roro, Nyonya Ros tampak berpaut kuat. Karena akhir-akhir ini kesehatan wanita paruh baya itu menurun drastis.

Disusul oleh langkah Sunny yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya, wanita muda dan cantik itu nampak berkali-kali menghubungi tokoh perhiasan langganannya juga EO acara lusa.

"Aku akan menyusul, tunggu saja di bawa ya mah," pinta Sunny pada Nyonya Ros.

Suster Roro menuntun pelan langkah Nyonya Ros, melayani nyonya besarnya dengan sepenuh hati.

Sementara Zava tampak memperhatikan dari lantai 3, yah.. dia memperhatikan kesibukan mertuanya juga Sunny.

Kesibukan beberapa hari belakangan ini, senyum setengah bibir itu menyeringai di wajah Zava. Tentu ia tak ikut bersuka ria seperti mertuanya juga adik iparnya.

Karena kehadirannya tentu tak diharapkan di pesta nanti, ini tahun ke 11 Zava bergabung di keluarga Nyonya Ros, dia sudah terbiasa diperlakukan tak adil dan di rendahkan.

Jelas itu karena derajatnya yang berbeda, tapi tahun ke-11 ini tak akan sama seperti tahun-tahun kemarin, Zava sudah terlalu sabar, ia ingin mengubah dirinya menjadi wanita yang baru.

Menjadi seorang Zava yang tangguh, berani, anggun dan juga pintar. Mungkin itu karena semua kesabaran yang ia berikan selama ini terlalu diremehkan, sehingga dendam itu muncul dalam hatinya.

Menaruh perhatian dari kejauhan, membuat Sunny yang tak sengaja melihat wajah kakak iparnya yang tersenyum aneh. Segera menutup ponselnya.

"Kenapa dengan wanita itu?" lirik Sunny yang curiga.

Tak sebodoh itu, Zava mengalihkan perhatiannya pada ponsel, ia seakan tertawa menatap telepon genggamnya.

"Kau tak akan mungkin bisa mengalahkan ku sayang, kau masih terlalu kecil," gumam Zava dengan tertawa kecil, mendapati wajah Sunny yang terlihat tegang.

_____________

Zava kembali ke kamar tidurnya, membuka lemari pakaiannya, memilih dan mengenakan pakaian yang pantas, kini ia terlihat tak kalah elegant, mengenakan dress pendek berwarna hitam pekat.

Membuka laci lemari hiasnya, ia tak mau kalah ikut mengenakan perhiasan terbaiknya. Juga mengoleskan kuas make up dengan lihai.

Zava memilih mengenakan make up tipis, dengan lipstik berwarna nude, kulit kuning Langsat nya tetap membuatnya tampil segar, sederhana tapi berkelas.

Tak ketinggalan rambutnya yang tergerai panjang kali ini ia tata dengan mengenakan jepit kecil berhias mutiara di sekelilingnya.

Membuat ia semakin terlihat muda, ia bahkan terlihat seperti usia 20 tahun.

"Huhh… sempurna," desis Zava dengan tersenyum.

Berdiri di hadapan kaca besar, Zava memandangi tubuhnya dengan seksama dan detail. Pinggangnya yang ramping juga payudaranya yang membusung membuat ia semakin senang.

Wanita itu begitu bahagia melihat bentuk tubuhnya yang menurutnya jauh lebih indah dari milik adik iparnya Sunny.

Terutama aset itu, yah… kedua gunung kembarnya yang tampak bulat padat kenyal dan membusung, tentu itu merupakan aset yang berharga.

Ia tak akan mengemis untuk berseragam yang sama di hari 'H' Nyonya Ros, tapi Zava memilih pergi menuju butik andalannya.

Tap… tap…

Langkah Zava terdengar pasti menuruni anak tangga, ia berjalan dengan tegak tanpa ragu dan takut dikekang oleh mertuanya.

Wanita paruh baya itu tentu tak segalak kemarin, untuk berjalan saja kini ia harus dituntun susternya, jika tidak maka ia hanya terbaring lemah dan tak berdaya.

Zava melewati ruang tengah dengan sombongnya, menatap bokong Nyonya Ros dan Sunny dengan senyum dusta.

Ini perjalanan pertama Zava mengemudi kendaraannya sendiri, setelah 10 tahun kepergian mendiang suaminya Alzafa.

Gadis itu tampak sedikit gugup. Ia menghela nafas panjang, mencoba lebih yakin dan percaya bahwa ia bisa mengemudi sendiri.

Meletakkan tas mewah berlabel "H" di dalam mobilnya, ia bersiap, dengan duduk tegak di balik setir mobil, menyalahkan… dan...

Satu… dua… ti…

"Tunggu sayang," tahan seseorang pada tangan Zava, tangan hangat dan kekar, tangan itu menggenggam jemari Zava yang halus.

Membuat Zava menoleh, mengangkat dahinya, menatap sosok di hadapannya, "Ah… apa-apaan sih," gerutu Zava dengan wajah jutek.

Haha…. Lelaki itu malah tersenyum, bahkan ia menertawakan wajah Zava yang cemberut, juga bibirnya yang menebal.

"You are so beautiful baby…" kecupnya pada ujung bibir Zava.

Sontak saja membuat Zava semakin kesal, ia memilih mendorong tubuh pria itu dengan tangan kanannya. "Hentikan Ricard!" seru Zava yang tampak tak basa-basi.

Richard tampak tak peduli, ia meloncat cepat masuk ke mobil Zava yang tanpa atap itu, menggeser paksa tubuh Zava dan mengambil stir mobil.

"Biar aku antar Sayang," ucap Ricard dengan mengedipkan sebelah matanya pada Zava.

'Sebenarnya aku sedang muak sekali dengan Richard, tapi ya… sudahlah… daripada aku harus celaka,' gumam Zava dalam hati.

"Antar aku ke sini!" tunjuk Zava pada sebuah kartu nama.

"Wah… rupanya kau ingin fitting baju pengantin? Apakah kita akan meresmikan hubungan kita sayang?" gurau Ricard dengan mencolek dagu lancip Zava.

"Ah… Jangan gila! Lagian kita hanya senang-senang bukan," sahut Zava, yang memilih meraih tas mewahnya dan mengeluarkan telpon genggamnya.

Laki-laki itu tersenyum tipis, kumis-kumisnya nampak mempermanis senyumannya.

"Bodoh… jangan tatap aku seperti itu," protes Zava.

Richard tahu betul kelemahan Zava, dan ia memiliki senjata itu, senjata yang mampu meluluhkan hati Zava.

"Sudah 4 hari kau tak memberikan jatah padaku sayang," ucap Ricard yang dengan lancang meraih tangan kanan Zava, meletakkan tangan itu di pahanya.

Membuat jagoannya terbangun seketika, Richard sangat mudah terangsang, bahkan cukup hanya membayangkan tubuh Zava dalam hening, ia bisa mencapai kepuasannya, bahkan bisa memuncratkan cairan kental berbau khas itu berkali-kali.

"Lepaskan Richard! jangan sekarang, besok saja!" tolak Zava yang mencoba mengulur waktu.

Padahal setiap Zava kesepian dan butuh Richard selalu ada untuk itu, bahkan dalam sekejap mata ia bisa menembus kemacetan ibu kota dan menghampiri Zava.

Tapi sekarang kekasih gelapnya itu berubah, Atau mungkin ini memang tanggal yang tak bagus untuk mood Zava.

"Apa kau sedang datang bulan?" tanya Richard dengan wajah sedikit kecewa.

Zara menggelengkan kepalanya, "Jangan pura-pura bodoh! aku masih menggunakan KB," jawabnya dengan lugas.

Lagi-lagi membuat Richard tersenyum, dan kali ini senyum senang.