webnovel

Black Card

Kini David hanya bisa melongo mendengar perkataan anaknya. Entah kenapa pagi hari ini Kylie menjadi aneh.

"Kylie, apa kamu sangat membenci mommy?" tanya David yang menatapku dengan serius.

Aku langsung bangun dari duduk dan berkata. "Daddy, aku sangat lapar dan ingin makan spaghetti bolognese buatan daddy. Jadi tolong buatkan aku spaghetti!" titah aku pada David.

"Hei, yang ada kamu buatkan daddy sarapan," protes David.

"No! Aku tidak bisa masak dan aku tidak mau masak-masak tidak penting," balasku.

"Mana ada masak-masak tidak penting!" David hanya geleng-geleng kepalanya.

"Daddy! Wake up and let's go! I am hungry!" Setelah mengatakan itu pada David, aku langsung melangkah pergi begitu saja dari kamarnya.

David hanya bisa menghela nafas dan geleng-geleng kepalanya melihat tingkah anak tunggalnya itu.

"Sepertinya anakku salah makan sesuatu selama seminggu ini," gumam David yang akhirnya bangun dari kasur dan melangkah menuju kamar mandi.

Setelah dari kamar David, aku langsung melangkah menuju sebuah ruangan. Ruangan kerja milik David, perlahan-lahan aku masuk kedalam ruangan itu dan duduk di kursi kerjanya.

Sekilas aku tersenyum tipis dan berkata. "Kenapa aku harus mengalami nasib menyedihkan seperti ini," batinku yang sangat sakit.

Selama satu minggu terakhir, aku terus-menerus berdiam didalam kamar dan makan hanya satu hari satu kali saja. Aku berdiam didalam kamar ingin menangisi semua yang terjadi pada kehidupan dan nasibku. Tapi, entah kenapa aku tidak bisa meneteskan air mataku.

"Apa ada masalah dengan air mataku?" Pertanyaan itu sering sekali aku keluarkan ketika aku ingin menangis namun tidak bisa.

Sekilas aku melirik bingkai foto yang ada diatas meja kerja David. Namun bingkai foto itu di tutupi oleh kain putih. Aku langsung membuka kain putih itu dan melihat sebuah foto keluarga. Foto keluarga David yang berisikan foto David, Dewi dan Kylie.

"Pasti daddy sangat terpukul dengan semua ini," batinku yang sudah mengetahui isi hati David.

Setelah pesta ulang tahun aku selesai, semenjak itu Dewi pergi begitu saja. Sampai saat ini juga Dewi benar-benar tidak menampakkan batang hidungnya.

"Aku kira, hidup bergelimang harta akan bahagia. Ternyata tidak," gumam aku yang semakin sedih.

Tok.

Tok.

Seseorang mengetuk pintu ruangan dan aku langsung menoleh kearah pintu itu.

"Halo bi Ani!" Suaraku yang selalu ceria ketika melihat bi Ani.

"Selamat pagi nona Kylie!" Sapa bi Ani yang perlahan-lahan melangkah menghampiriku.

Aku langsung bangun dari duduk dan berdiri didepan meja kerja. "Bi Ani, apa kabar?" tanyaku setelah satu minggu tidak bertemu dengannya.

"Baik, nona bagaimana? Nona kenapa tidak mau membuka pintu kamar nona?" jawab bi Ani yang diakhiri dengan pertanyaan lainnya.

Aku langsung mendekatkan bibirku pada telinga bi Ani, lalu aku mengatakan. "Aku sedang sibuk melukis," bisikku.

"Wah, melukis apa nona?" tanya bi Ani yang sangat penasaran.

"Nanti bibi lihat sendiri saja kalau sedang merapihkan kamarku," ucapku yang langsung melangkah menuju pintu keluar.

"Baik nona!" Bi Ani hanya menganggukkan kepalanya dan mengikuti langkahku dibelakang. "Nona!" Bi Ani memanggilku.

Aku langsung menghentikan langkah dan menoleh kebelakang. "Kenapa, bi?"

"Nona, apa tuan David menanyakan sesuatu selama satu minggu ini?" Sepertinya bi Ani sedang mengkhawatirkan dirinya.

"Haha, tenang bi! Aku tidak akan mengatakan apapun selama satu minggu ini," ucapku yang langsung menepuk pelan pundaknya.

"Terimakasih banyak nona!" Bi Ani langsung membungkukkan badannya dengan sangat sopan.

"Ah bibi, jangan seperti itu dong!" aku sangat tidak suka kalau bi Ani melakukan itu padaku, walaupun bi Ani hanya asisten rumah tangga disini. Tapi umur bi Ani lebih tua dari padaku, aku tidak pernah mengizinkan pekerja disini melakukan itu padaku.

"Nona, hari ini bibi buatkan spaghetti ya?" Bi Ani sepertinya sedang membujukku.

"Tidak perlu, karena hari ini aku sudah meminta spaghetti pada daddy," ucapku.

Pukul 7 pagi.

Aku dan David baru saja selesai sarapan bersama. David benar-benar membuatkan aku spaghetti bolognese.

"Daddy, ayo kita ke kantor!" aku sudah bangun dari duduk dan berdiri di samping kursinya David.

"Kenapa kamu bersemangat sekali?" David benar-benar bingung dengan tingkahku pagi ini.

"Aku mau ..." Belum selesai mengatakan apapun pada David tiba-tiba saja ponselku berdering.

Aku langsung mengambil ponselku dan menjawab telepon itu.

"Halo," ucapku setelah menjawab telepon itu. "ada apa Lauren?" tanyaku di telepon itu.

"Lie, bisa minta tolong tidak!" Suara Lauren terdengar seperti gelisah.

"Tentu, kamu kenapa?"

"Tolong ke boutique kak Ivan dong, aku lupa tidak membawa dompet hahaha!" Kali ini suara Lauren tidak gelisah lagi.

"Astaga, aku pikir kenapa!"

"Hehe, eh kamu lagi sarapan ya?" Lauren sepertinya baru sadar kalau jam segini waktunya orang-orang sarapan dengan keluarganya.

"Baru selesai sih," ucapku yang sekilas melirik kearah David.

"Syukurlah, jadinya aku tidak megganggu kamu hehe. Jadi, kapan kamu akan ke boutique?" Lauren sangat membutuhkan diriku.

"Berapa total yang harus aku bayar?" Karena aku tidak suka basa-basi.

"Tidak banyak kok."

"Ya, berapa?"

"Seratus juta saja!"

"Heh Juminem, itu bukannya tidak banyak tapi terlalu banyak!"

Aku langsung geleng-geleng kepala setelah mendengar nominal yang di butuhkan oleh Lauren. Entah apa yang Lauren beli di boutique kak Ivan.

"Hehe, maafkan aku!" Suara Lauren kembali memelas.

David hanya geleng-geleng kepalanya lalu mengambil ponselnya dari saku celananya. Dengan cepat aku langsung mengambil ponselnya David dan mengeluarkan black card yang ia selipkan dibelakang case ponselnya.

"Sayang, kenapa ambil black card daddy?" David agak bingung.

Aku langsung mematikan telepon Lauren dan memberikan senyuman manis pada David.

"Aku pinjam ini sebentar saja, dan nanti aku kembalikan setelah jam makan siang ke kantor daddy!"

"Tapi, sayang ..."

Belum sempat David mengatakan apapun pada putri tunggalnya. Kylie langsung mengecup pipi David dan berlari keluar dari ruang makan.

David hanya menghela nafas dengan tingkah anaknya. "Mau belanja apa dia jam segini," gumam David yang sekilas melirik kearah jam.

"Bisa-bisanya dia tau kalau aku menyimpan black card dibelakang ponselku," ucap David yang kembali mengingat tingkah konyol anaknya.

"Permisi tuan!" Pak Asep masuk kedalam ruang makan.

"Ya? Loh kok kamu masih disini? Anak saya pergi sama siapa!" Seketika wajah David cemas dan langsung bangun dari duduknya.

Pak Asep langsung menggarukkan kepalanya. "Maaf tuan, tadi nona Kylie bilang kalau tuan memanggil saya," ucap pak Asep dengan tatapan polos.

"Astaga!" David mengusap wajahnya dengan kasar. "Bisa-bisanya kau kehilangan anakku dan mau saja di bodohi olehnya!" David menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kalau begitu saya akan mencari nona Kylie!" Pak Asep ingin melangkah pergi dari ruang makan.

"Sepertinya Kylie menuju boutique Ivan, coba cari disana!" David sedikit meninggikan suaranya.