webnovel

(Un)Real

Dear Gaharu, Sekarang coba jawab pertanyaanku, siapa yang nyata di antara kita, diriku atau dirimu? Sebab aku masih tidak mengerti. Untuk apa kita dipertemukan jika hanya untuk sementara? Untuk apa kau datang jika suatu saat kau berencana untuk pergi? Untuk apa aku dipanggil jika akhirnya diusir pergi? Jika saja aku tahu di mana letak batas imaji itu, Gaharu. Sudah pasti sejak pertama kali aku datang ke tempatmu, aku akan segera lari menjauh. From your Angel(s), Z.V.

Tsyafiradea · Teen
Not enough ratings
10 Chs

Rumah

Aku membalik-balikkan album foto di pangkuanku. Di sini tersimpan dengan rapi foto-fotoku mulai dari bayi hingga menjadi remaja SMP. Mereka bilang, aku sudah kelas sebelas. Fotoku yang lain terpajang di dinding dan di ponsel mereka -ada foto terbaruku di sana. Untuk meyakinkanku, mereka menunjukkan akte lahir hingga Kartu keluarga.

"Dokternya mana, Pa? Kenapa belum datang juga?" Wanita paruh baya yang mengaku sebagai Ibu kandungku bertanya cemas pada suaminya -yang otomatis menjadi Papaku. Meski sudah berkepala empat, wanita itu masih terlihat cantik. Dandanannya anggun.

"Sabar, Ma, sebentar lagi pasti sampai."

"Apa kita langsung bawa aja ke rumah sakit? Lama kalau harus nunggu. Kalau ada apa-apa mereka bisa menangani Zefanya secepatnya."

"Mama yang tenang dulu. Sebentar lagi dokternya pasti sampai. Semoga Zefanya nggak apa-apa." Kali ini anak lelaki mereka yang menenangkan Ibunya dengan mengusap pelan jemari lentik wanita paruh baya tersebut. Namanya Liam. Dan otomatis dia Kakak kandungku, bukan?

"Dek, kamu benar nggak ingat apa-apa?" Aku menoleh, menggeleng pada laki-laki yang duduknya paling dekat denganku. "Bohong, sebenarnya kamu lagi nge-prank, kan? Ngaku! Mana kameranya, mana?"

"Finn, jangan ngelucu di kondisi kayak gini," Liam memperingatkan.

"Yang lagi ngelucu itu Zef. Kamu nggak bisa bedain, Liam?"

Finn dan Liam, mereka berdua sama miripnya. Kembar. Jika saja mereka berdua tidak saling menyebut nama dalam berbicara dan duduk diam berdekatan, aku tidak yakin dapat mengenal yang mana Finn dan Liam. Waktu aku masuk tadi -dengan berjalan waspada di belakang laki-laki yang menemukanku- Finn langsung mengomel begitu melihatku. Katanya, mereka begitu cemas begitu mendapati aku tidak ada di kamar kemarin pagi. Finn mengira aku menginap di rumah teman dan sengaja meninggalkan ponsel di rumah agar tidak diganggu.

"Aku memang benar-benar nggak ingat apa pun."

"Zefanya nggak ingat? Ini, coba dilihat yang ini." Mama menunjuk sebuah foto acara ulang tahun. "Itu ulang tahun Zefanya yang kelima. Ingat, nggak? Waktu itu luka di lutut sama siku kamu baru sembuh, jatuh dari sepeda." Aku mengecek siku dan lututku, apa benar ada bekas luka di sana. Namun hasilnya nihil. "Tentu aja nggak ketemu. Bekasnya udah hilang."

"Sebaiknya kita bawa saja Zefanya ke kamarnya selagi menunggu dokter." Lelaki paruh baya itu berujar. Mungkin dia merasa kasihan saat aku memijat pelan keningku yang berdenyut. Mama mengangguk, kemudian menuntunku menuju lantai atas sementara yang lain tinggal.

Mama membawaku menuju sebuah kamar yang sangat luas. Begitu masuk, aku bisa mencium aroma strawberry yang segar. Semakin ke dalam, aroma vanilla juga makin terhidu. Dinding yang kebanyakan dilapisi wallpaper itu berwarna rose gold. Aku harus melewati satu set sofa yang juga berwarna rose gold dan TV LED dulu baru bisa menemukan di mana letak tempat tidurnya. Mereka membuatnya menjadi dua ruangan. Mungkin tiga termasuk kamar mandinya -aku belum melihatnya namun aku yakin kamar mandinya ada di dalam kamar mengingat rumah ini sangat mewah.

Begini, saat kita membuka pintu, yang terlihat pertama kali adalah ruangan luas dengan sofa dan televisi seperti yang kukatakan tadi. Selain itu di sini juga terdapat meja-meja empuk berukuran kecil yang di atasnya terletak buku atau majalah. Di sudut terdapat meja belajar dengan lemari sedang berisi buku. Di sudut satu lagi terdapat cermin full body, di sini lebih luas karena tidak ada barang apa pun. Ruangan berikutnya lebih pribadi, seperti kasur besar berwarna Gold dengan kelambu pink lembutnya. Juga meja rias yang penuh sekali dengan peralatan make-up. Aku bisa melihat pintu-pintu di sini. Mungkin itu kamar mandi dan lemari pakaian. Ah, di dinding kamarku juga banyak tergantung lukisan yang terlihat mahal ataupun figura fotoku dan keluarga.

Mama menyibak kelambu, menyuruhku berbaring. Kasurnya sangat empuk dan wangi. Beliau mengusap keningku perlahan dan penuh perhatian. Aku jadi ragu kalau mereka sindikat penipuan. Perempuan ini terlihat tulus. Mungkin benar dia Mamaku dan ini rumahku. Apa aku terkena amnesia mendadak saat menghilang satu hari penuh? Apa yang terjadi sebenarnya?