webnovel

BAB 10 : AMARAH KARIN

Karin turun dari mobil Indah, dia bergegas masuk kerumah sakit, menanyakan kepada resepsionis pasien bernama putra yang mengalami kecelakaan. Petugas segera menunjukkan kamar tempat Putra di rawat, Karin meskipun mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari keluarganya ia masih tetap menyayangi kedua orang tuannya itu. Dengan tetesan air mata ia berlari mengitari koridor. Di belakangnya Indah mencoba mensejajari langkah Karin.

Saat sudah berada di depan ruangan itu, Karin melihat Maharani sedang menangis di samping Putra, pikiran Karin melayang entah kemana. Dia tidak ingin jika harus kehilangan saat ini, dia belum siap sama sekali. Karin perlahan masuk kedalam ruangan itu, Maharani yang melihat kedatangan Karin langsung menghampiri dan memeluknya dengan sangat erat. Ingin sekali saat itu Karin berkata, kenapa baru kali ini Ma, kenapa baru sekarang Mama peluk aku. Putra masih terbaring di sana, dengan gips di lehernya, wajahnya penuh dengan lebab. Air mata Karin semakin deras mengalir.

"Karin, Papa Rin." Ujar Maharani dengan tangis yang sejak tadi belum juga usai. Indah yang berada di belakang mereka berdua juga ikut meneteskan air mata, tak tega melihat keadaan Karin saat ini. Karin pun melepas pelukan Maharani, ia berjalan mendekat kearah brangka tempat Putra terbaring lemah.

"Pah, Papa kok bisa kayak gini, siapa yang ngelakuin ini ke Papa. Pa bangun Pa, bilang sama Karin pah, biar Karin kasih perhitungan ke mereka." Karin beberapa kali mengguncang tubuh Putra namun taka da jawaban apapun darinya. Indah mendekat mencoba membangunkan Karin dan memeluknya.

"Papa lo butuh istirahat Rin, lo juga ngga boleh stress!" Indah yang khawatir akan kandungan Karin berusaha menenangkannya.

"Gua harus cari tahu Ndah, siapa yang udah buat bokap gua terbaring lemah di sini. Gua yakin ini bukan kecelakaan biasa, ada orang yang mensalbotasenya." Mendengar itu Maharani angkat bicara. Dengan wajahnya yang tiba-tiba menegang.

"Karin benar, dalam rekaman cctv yang ada di jalanan itu seseorang sengaja menghimpit mobil Papa. Papa hilang kendali hingga menabrak trotoar dan membuat mobil Papa melambung tinggi dan berguling di jalanan. Ini di sengaja, Mama yakin ini pelaku kejahatan." Karin semakin mengepalkan tangannya penuh akan emosi. Karin akhirnya keluar dari ruangan itu, bergegas juga ia mengambil handphonenya, menghubungi Sabiru.

Panggilan itu belum juga diangkat, Karin benar-benar kesal, ia mencobanya lagi dan lagi, tapi sama sekali tak ada respon dari Karin. Karena merasa kesal Karin mengabil tindakan bodoh, ia berlari keluar dari rumah sakit, memberhentikan taxi lalu meminta supir taxi itu untuk membawanya ke rumah Sabiru. Indah yang sejak tadi mengejarnya hampir kehilngan jejak Karin. ia juga akhirnya mengikuti laju taxi itu bersama supir pribadinya yang tadi mengantar mereka berdua.

Selama dalam perjalanan berkali-kali Karin mencoba menghubungi Sabiru tetapi masih saja tak ada jawaban. Semakin kesal Karin dibuatnya. Tak butuh waktu lama mobil taxi itu sudah berhenti di depan rumah yang ada seorang penjaga itu. Karin turun, mencoba menerobos masuk, namun di halangi oleh para penjaga itu.

"Gua mau ketemu Bagaskara." Teriak Karin lantang, namun para penjaga itu masih saja menghalangi langkahnya.

"Woy Bajingan, keluar lo! Keluar lo brengsek!" Teriak Karin yang sudah penuh akan emosi yang membara pada dirinya.

Tiba-tiba seseorang keluar dari dalam rumah, dan meminta para penjaga itu mengizinkan Karin masuk kedalam rumah. Dia adalah Joyvano, Ayah Sabiru. Matanya sangat tajam, senyumnya penuh kelicikan.

"Selamat datang Karin, akhirnya kamu menginjakkan kaki kamu juga di rumah ini." Ujar Joyvano dengan tawanya yang benar-benar licik.

"Om, saya dan keluarga saya, sama sekali tidak pernah mengusik kehidupan om. Apa yang om lakuin sekarang itu udah diluar batas kesabaran kami Om. Om nyawa ayah saya hampir jadi korban, main-mainnya om itu keterlewatan om. Saya bisa saja tuntut om ke kantor polisi, kepihak berwajib."

"Silakan laporkan, kita lihat omongan siapa yang akan di percaya." Joyvano benar, dia bahkan bisa membeli hukum, tak akan ada yang bisa mengalahkannya. Karin kini menatap Joyvano dengan tatapan penuh amarah. Matanya sudah berapi-api. Dan entah sejak kapan Karin menggenggam sebuah kayu yang ujungnya cukup runcing. Karin menyerang Joyvano tanpa ancang-ancang. Alhasil tangannya berhasil di genggam oleh Joyvano, di putarnya tangan Karin hingga ia berbalik arah. Kini rambut Karin di jambak dengan sangat keras hingga sakit begitu memilukan di rasakan oleh Karin.

"Kamu berani melawan saya, saya tidak akan segan-segan menghabisi nyawamu." Ujar Joyvano yang semakin erat meremat dan menarik rambut Karin. Sementara Indah yang menyaksikan sahabatnya kesakitan hanya mampu berteriak dari luar, ia tidak mendapatkan akses masuk sama sekali, kedua penjaga itu telah menghalanginya.

"Papa, Hentikan!!!" Teriak Sabiru dari balik tubuh Joyvano, namun Joyavano masih belum menghentikan aksinya, ia semakin kencang menjambak rambut Karin.

"Kamu lihat Sabiru, perempuan yang saat ini ada didepan kamu ini pantas menerima hal seperti ini. Kenapa? Masih sayang sama dia? Karena perempuan seperti dia kehidupanmu bisa hancur Biru."

"Pa, dia itu ngga ada salah apa-apa. Ngapain papa siksa dia seperti itu. Lepasin dia Pa!" Teriak Sabiru dengan sangat tegas. Lantas Karin di lemparnya kearah Sabiru, tubuhnya terhuyung tepat berada di kaki Sabiru. Sabiru bergegas menggenggam pundak Karin, memintanya untuk berdiri.

"Bawa dia keluar dari rumah ini, saya tidak sudi melihat wajahnya lagi. Dan satu lagi Karin, gugurkan kandunganmu itu atau aku yang akan membuatmu menderita suatu saat nanti." Sabiru terbelalak mendengar apa yang di katakana Joyvano. Bagaimana mungkin ayahnya tahu. Namun ia tepis pikiran itu cepat, ia akhirnya menuntun Karin keluar dari rumahnya. Saat Karin sudah berada di luar rumah Indah langsung memeluk Karin. pecah tangis mereka berdua.

"Lo ngapain sih ke sini? Lo cari mati?" bentak Sabiru pada Karin.

"Seharusnya gua yang nanya sama lo, kemana lo saat gua butuh lo. Telpon gua ngga lo angkat, ya jalan satu-satunya gua harus kesini agar bisa ketemu lo. Lo tahu, bopak gua hampir mati, dan gua yakin itu ulah bokap lo. Gua ngga salah datang kesini, setidaknya gua tahu, sifat kejam lo kegua sekarang nurun dari bokap lo." Meluap sudah amarah Karin pada Sabiru, ini kali pertama bagi Karin mengatakan hal menyakitkan seperti itu pada kekasih hatinya.

Indah lantas menarik Karin, mengajaknya pergi dari hadapan Sabiru. Seketika suasana hening, Sabiru terus memikirkan apa yang dikatakan Karin. sedangkan Karin masih menangis dengan kehidupannya yang begitu memilukan ini. Malam seakan ikut menangis melihat dua pasang kekasih ini akhirnya merasakan pahit yang sama. Entah kapan akan usai, tiada yang tahu. Semuanya hanyalah misteri kehidupan, yang terkadang sama sekali kita tak mengerti bagaimana akhirnya.