webnovel

"Bitch, I Love U!"

Ikbal_Saputra_8964 · Fantasy
Not enough ratings
9 Chs

"Bitch, I Love U!" [8]

Aku menghanyutkan beberapa tangkai bunga yang baru aku petik di taman.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya seseorang di belakangku.

"Ni.. Nicko?" Kata ku terkejut menyadari keberadaan Nicko yang tepat berada di belakangku.

Nicko menghampiriku dengan wajah datar, kantung mata terlihat jelas terukir di kelopak matanya.

"Maaf Nick, aku gak bermaksud untuk menghina kamu alay waktu itu." Ucapku.

"Ah aku udah dengar ceritanya dari ka Nadia! Dan maaf tentang Agnes." Sambungku kemudian.

"Ini semua bukan salahmu, memang aku saja yang terlalu berlebihan." Ucapnya memandang danau yang tenang.

"Agnes satu-satunya orang yang memberikanku warna hidup setelah keluargaku tidak ada lagi disisiku." Sambungnya.

Aku menatapnya dari belakang, pakaian yang ia kenakan tampak kusam dan lusuh.

"Aku baru saja menemuinya tadi, aku menceritakan apa yang sedang menimpaku akhir-akhir ini." Jelasnya.

Suaranya terdengar parau, nafasnya juga tersengal-sengal.

"Maafin aku Nick, tapi kamu harus bisa bertahan! Apa kamu fikir dengan kondisi kamu saat ini Agnes bakalan seneng?" Ucapku.

Nicko menoleh kearahku.

"Ada apa dengan kondisiku hah? Aku sehat! Aku baik-baik saja." Kata nya.

Aku menarik nafasku.

"Singkirkan rasa sedih itu dari matamu, kau tau aku dapat dengan jelas mengetahui keadaanmu saat kita pertama kali bertemu." Jelasku.

Nicko terlihat terdiam memikirkan sesuatu.

"Aku... Aku ngga pernah bisa lepas dari kejadian itu." Lirihnya.

"Saat itu, bagaimana aku gagal menjaga orang yang sangat aku cintai... Itu.. Itu membuatku sangat terpukul! Ada apa? Apa yang salah denganku hingga Tuhan tega merenggut semua kebahagiaan yang aku miliki dulu!" Sambungnya kemudian.

Matanya memerah dan bibir tipisnya ikut bergetar.

Ia menahan tangisnya, sungguh dia adalah orang yang sangat tegar.

"Semua ini bukan salah kamu Nick, kamu harus terima kenyataan ini dan keluar dari keresahan yang kamu alami!" Pintaku kepadanya.

Nicko menatapku sinis.

"Radju Saputra.. Tau apa kau tentang hidupku? Berhenti ikut campur atas apa yang telah menimpaku!" Gertaknya.

Aku merasakan sedikit rasa sakit mendengar ucapannya, kata-katanya hampir sama dengan yang aku lontarkan ke mas Fajar dulu.

"Sebenarnya.. Kau tau kenapa mas Fajar mengajak ku pindah ke kota? Memintaku untuk kuliah dan mengejar impianku?" Ucapku.

"Itu karena aku adalah seorang pelacur di desa." Sambungku.

Nicko menatapku lagi, matanya sedikit menampakan cahaya yang sulit aku mengerti.

"Aku.. aku pernah menceritakan kisah hidupku kepadamu bukan? Aku bukanlah pelayan petani atau orang yang membantu kerja serabutan di desa. Tapi aku adalah pelacur! menjajahkan diriku dan menjual diriku untuk di nikmati oleh para predator.. Dan sebagai gantinya aku mendapatkan uang dari mereka." Jelasku kemudian.

"Dan yang lebih jauhnya aku melayani orang-orang yang memiliki nafsu tidak wajar. Aku adalah gay." Sambungku dan berusaha tersenyum menatapnya.

"Sampai akhirnya mas Fajar mengetahui profesi hinaku, dia membantuku untuk meninggalkan pekerjaan itu. Dia menyelamatkan hidupku dan mengubah kehidupanku menjadi lebih baik." Kata ku lagi.

Nicko tetap terdiam, wajahnya terlihat sayu menatapku tanpa berkata apa-apa.

"Aku tidak bermaksud apa-apa. Hanya ingin menyampaikan bahwa aku bisa berubah, dan aku yakin kau juga bisa berubah. Aku tidak peduli apa yang akan menimpaku kemudian setelah aku menceritakan kehidupan kelamku padamu. Entah kau akan menjauh atau merasa jijik denganku itu sama sekali bukan masalah untukku." Ucapku lagi membelakanginya.

"Yang aku tau, aku dapat berubah. Begitu pun juga denganmu... Jika kau membenciku dan ingin menjauhiku aku akan menerimanya, tapi jika kau tidak ingin merubah hidupmu karena ku.. Cobalah berubah untuk Agnes. Aku senang bisa berteman denganmu, kau adalah orang yang baik." Sambungku lagi dan berjalan menjauh meninggalkan Nicko yang tetap terdiam.

Mungkin ia terkejut dengan apa yang aku utarakan, entah.. Tapi aku melakukan ini agar Nicko bisa merubah dirinya.

Kesempatan itu selalu ada, dan tidak pernah hilang bagi siapapun yang ingin mencobanya.

"Tolong jangan pergi."

Kedua tangan Nicko memeluk ku dari belakang, nafasnya terasa sangat jelas di sekitar leher dan kupingku.

"Saat melihatmu aku sudah menyangkanya, kau adalah orang yang Agnes kirim untuk ku." Jelasnya.

Nicko memelukku lebih erat, ia bahkan membenamkan wajahnya di leherku.

*****

"Apa yang lagi kamu pikirin?" Tanya mas Fajar memecahkan lamunanku.

"E..engga mas." Jawabku sedikit terkejut.

"Hhm.. Gitu, pulang-pulang kayak anak abis kesambet setan diem aja. Masa iya kayak gitu gaada yang dipikirin." Kata nya.

Aku menoleh kearahnya, mas Fajar tampak sedang asyik bermain dengan Rajar.

"Aku... Aku udah bilang semuanya." Ucapku.

Mas Fajar menoleh kearahku.

"Bilang apa?" Tanya nya.

Aku tersenyum dan mengabaikan pertanyaan mas Fajar.

"Dia nerima kekurangan aku.. Tapi sepertinya dia ngga akan bisa nerima cinta aku." Ucapku.

"Tapi seenggaknya aku bersyukur dia engga mandang aku negatif." Sambungku.

"Nicko?" Tanya mas Fajar.

Aku menoleh kearahnya dan mengangguk.

"Kamu bilang kalo kamu gay? Terus kamu nembak dia?" Tanya nya sedikit heboh.

"Aku cuma ceritain kalo aku gay, tentang profesi aku... Tapi aku belum ungkapin perasaan aku." Jawabku.

Mas Fajar terdiam, ia sedikit memijat keningnya.

"Apa kamu udh gak waras? Itu kan aib! Masa iya kamu beberin ke orang! Kalo nanti dia kasih tau orang lain gimana?" Tanya mas Fajar lagi.

Aku menggeleng.

"Engga mas.. Nicko itu orang baik! Setelah aku cerita semuanya dia gak jijik kok dan malah masih mau temenan sama aku." Jawab ku.

Mas Fajar menarik nafas membuat kedua bahunya ikut terangkat.

"Temenan kan? Awas nanti kamunya ke baperan dan tambah pengen pacaran sama dia." Ucap mas Fajar.

Aku memanyunkan bibirku dan merebut Rajar dari tangannya.

"Emang iya.. Itu tujuan utama aku lagi, siapa tau nanti Nicko jadi suka sama aku eh kita pacaran eh kita ml eh kita..."

'Bruk'

Mas Fajar memukul wajahku dengan bantal.

"Ngayal aja kerjaan nya! Udah tidur! Banyak pekerjaan kamu di kantor yang harus di kelarin ya besok!" Umpatnya kesal.

Aku mengusap wajahku yang sebenarnya tidak sakit.

"Mas mah mainnya kasar, lembut aja mas biar enak rasanya." Goda ku.

Mas Fajar tertawa dan membekap wajahku dengan ketiaknya yang sedikit lebat oleh bulu.

.

.

.

.

.

"Selamat bekerja ya.. Semangat ;)"

Ucap Nicko melalui pesan singkat yang baru saja aku terima.

"Kamu semangat juga ya Nick kuliahnya! Selamat mengerjakan tugas akhir~" jawabku.

'Bruk'

Mas Fajar memberikan setumpuk map kepadaku.

"Berhenti mainan hape! Sekarang kamu pisahin dokumen-dokumen yang masih kepake dan engga! Waktunya 5 menit!" Perintahnya dengan ketus.

"Loh-loh mas?! Segini banyaknya cuma 5 menit?! Yang bener aja dong!" Elakku ngga terima.

"Siapa bos nya? Pokoknya mas mau ini kelar 5 menit!" Ucapnya dan berlalu keluar.

Aku memukul meja kesal, entah apa yang terjadi dengannya.

Mas Fajar bener-bener ngeselin hari ini, entah dia atau mba Lyla yang sedang pms hari ini.

"Apaan sih mas Fajar! Seenaknya merintah." Celotehku sembari membereskan map.

'Ceklek'

Mas Fajar datang masuk dengan tiba-tiba, membuat ku panik karena belum selesai mengerjakan tugasnya.

"Aduh mas cepet amat! Be..belum selesai!" Kata ku panik sembari dengan cepat memisahkan beberapa map.

"Ada yang nyari kamu." Ucapnya.

Aku menoleh kearahnya bingung, mas Fajar hanya mengangkat kedua bahunya dan kembali mengerjakan pekerjaannya.

.

.

.

.

"Loh mas Damar?" Tanya ku ketika mendapati mas Damar menungguku.

"Eh Radju turun juga hehehe." Ucapnya.

Aku mengernyitkan dahiku.

"Kenapa mas?" Tanyaku.

"Ohh engga, kebetulan tadi aku abis meeting sama Fajar." Jelasnya.

Aku mengangguk paham dan bergegas membuatkannya secangkir kopi.

"Di minum mas." Pintaku.

Mas Damar mengangguk kemudian menyeruput sedikit kopi yang baru aku buat.

"Gimana pekerjaan kamu?" Tanya nya.

Aku menghela nafasku panjang.

"Gaada problem sih mas, cuma gak tau kenapa hari ini mas Fajar rada ngeselin. Bikin aku gak mood aja." Jawabku.

Mas Damar tersenyum simpul.

"Keluar yuk." Ajaknya.

"Eh? Gabisa mas! Kerjaan aku lagi banyak banget." Tolak ku.

Mas Damar memanggut.

"Halo Jar, Radju boleh gue ajak pergi bentar kan?" Ucapnya melalui telpon.

Aku menatapnya heran tanpa berkedip.

"Nah udh di acc sama Fajar. Gapapa kok." Jelasnya.

Aku mengangguk bingung dan kemudian mas Damar menarikku keluar kantor untuk pergi.

"Gimana kuliah kamu?" Tanyanya membuka percakapan.

"Alhamdulillah mas lancar." Jawabku.

"Kamu hebat loh! Kuliah sama kerja sekaligus, kalo aku kaya kamu mah yang ada udh gantung diri hahaha." Jelasnya.

Aku menggumam.

"Perjuangan itu gak akan menghianati hasil mas." Ucapku.

"Berarti perjuangan mas juga nanti membuahkan hasil ya." Kata nya.

Aku menoleh kearahnya, wajahnya terlihat sedikit bersih.

Kumis dan janggut nya yang sempat tumbuh kemarin sudah tidak terlihat lagi.

"Perjuangan apa mas?" Tanyaku.

"Deketin kamu." Jawabnya tersenyum.

Jantungku sedikit berdegup, rasanya pipiku panas dan memerah sekarang.

"Ah mas Damar bisa ae." Kata ku tersipu malu menyenggol lengan kirinya.

Mas Damar sedikit tertawa, ya Tuhan wajahnya sangat tampan.

"Rad... Kalo mas mau main sama kamu lagi boleh?" Tanya nya dengan suara yang sangat kecil.

Aku menggumam sebentar.

"Gi..gimana ya mas, aku udh terlanjur janji sama mas Fajar untuk gak jual diri lagi." Jelasku.

Mas Damar terdiam, raut wajahnya terlihat jelas sekali kecewa.

"Mas gapapa kan?" Tanyaku menggenggam tangannya.

Ia tersenyum menampilkan giginya yang bersih dan rapih.

"Gapapa kok Rad.. Aku bisa ngerti heheh." Ucapnya.

"Aku fikir mau jalanin hidup dengan serius mas, jadi aku mau coba cari pasangan yang serius." Jelasku.

"Pengen ngerasain berhubungan dengan orang yang aku cinta dan juga cinta sama aku, pasti lebih seru." Sambungku.

Mas Damar membelai lembut kepalaku.

"Hhm jadi kamu mau cari cinta sejati gitu? Cinta yang tulus hahaha.." Ucapnya tertawa.

Aku mengangguk malu, menutupi sebagian wajahku dengan telapak tangan.

"Aku tau harus kemana..." Katanya.

Aku menoleh ke arah mas Damar yang terlihat memikirkan sesuatu.

Ia pun memacu mobilnya pergi dengan cepat memasuki jalanan tol.

"Kita mau kemana mas?" Tanyaku.

"Liat aja nanti." Jawabnya sembari tersenyum.

Aku dan mas Damar pergi kesebuah tempat yang cukup ramai, terdapat laut yang terpampang indah dengan dihiasi beberapa turis dan wisatawan.

"Ini dimana mas?" Tanyaku.

"Di bagian timur laut, bagus kan?" Jawabnya.

Aku mengangguk takjub, langit senja yang bercampur dengan laut yang terbentang luas. Terlihat sangat indah dan sedikit menyejukan hati.

"Keren ya mas.. Gak nyangka ada tempat beginian juga di kota." Ucapku.

Mas Damar tersenyum,

"Kita makan dulu yuk, kan dari siang belom makan." Ajaknya.

Aku mengangguk sekali lagi, kami pun bersama makan malam di salah satu warung lesehan seafood yang ada disini.

"Halo? Iya sayang! Aku lagi makan nih! Gimana keadaan kamu? Kevin sehat kan?" Tanya nya berbicara melalui telpon.

"Iyaa nanti papa pulang ya sayang! Jangan tidur larut ya, dadah." Ucapnya lagi.

Aku terus memperhatikan mas Damar yang terlihat asyik berkangen ria dengan keluarganya.

"Siapa mas? Keluarga kamu ya?" Tanyaku.

Mas Damar mengangguk dan menyimpan handphone nya di dalam saku.

"Iya Rad, si Kevin kangen sama papa nya katanya hahaha." Jelasnya.

"Kasian kan ditinggal-tinggal mereka nya." Ucapku.

"Iyaa.. Nanti kalo urusan aku disini udah selesai pasti langsung pulang! Kangen juga sama mereka." Jelasnya.

Aku tersenyum dan menyuapi mas Damar daging kepiting yang baru saja aku buka.

Malam ini sangat berkesan bagiku, bisa pergi dengan mas Damar ketempat yang indah seperti ini.

Ya ini seperti kencan dadakan yang ngga di duga..

Kami saling bertukar fikiran, dan mas Damar adalah orang yang sangat baik dan sangat dewasa.

Dia menceritakan hidupnya, bagaimana masa mudanya hingga memiliki keluarga yang cukup harmonis.

Mas Damar sangat beruntung sejak kecil hidup berkecukupan, ayahnya seorang arsitektur dan ibunya adalah koki terkenal.

"Bentar lagi." Ujar mas Damar.

Aku menggumam menatapnya penuh tanya.

"Kenapa mas?" Tanyaku.

"Engga.. Aku cuma nungguin waktu tengah malam." Jawabnya.

"Buat apa?" Tanya ku lagi.

Mas Damar tersenyum melirikku dan merapikan rambut nya.

"Katanya kamu mau cari cinta sejati kan? Nanti mas tunjukin caranya." Jelasnya.

Aku menggumam dan menatap bintang yang bertebaran acak dilangit.

"Dulu ya mas jaman nya aku kecil, bintang itu banyak banget loh! Sampe aku aja gakelar-kelar itungnya. Eh tapi sekarang tinggal diitung pake jari aja udh ketauan." Ucapku bercerita.

"Hehehe mungkin karena polusi di bumi, atau entah.." Kata nya.

"Kalo aku rasa sih bintang pada sembunyi karena mereka bingung mau bersinar untuk siapa." Jelasku.

"Kalo dulu nih ya setiap orang selalu nganggep bintang itu istimewa, setiap bintang selalu bersinar karena mereka merasa selalu di perhatikan! Dulu masih kecil juga aku sama mba Nesa suka liatin bintang, kita suka berebutan untuk milih bintang punya kita yang bersinar terang." Sambungku.

"Tapi manusia jaman sekarang udh pada nggak peka, kebanyakan mengabaikan dan udah nggak seramah dulu." Lirih ku lagi.

Mas Damar menatapku dan tersenyum.

"Aku juga dulu sama kayak kamu, gabisa yang namanya gak lihat bintang semalem aja. Dulu sampe aku namain bintang yang aku pilih. Namanya Classy. Biasanya aku selalu ngeliat dia di malam hari.. Kadang aku juga suka bicara sama dia, tapi entah kapan bintang itu hilang.. Aku sama sekali ga nyadar heheheh." Jelasnya.

"Pasti Classy sedih banget pas kamu udah mengabaikan dia.." Ujar ku.

Mas Damar tersenyum lagi, pandangannya kini menatap kebawah.

"Kalo aku bisa liat Classy lagi pasti aku seneng banget! Janji gak akan ngelupain dia lagi." Ucapnya.

"Rasanya sama seperti saat itu, aku kehilangan sesuatu yang berharga untukku. Setiap hari aku selalu berdoa supaya bisa liat dia lagi." Katanya.

"Dan sekarang doa ku udah terkabul! Harapanku semoga dia bisa terus aku lihat dan selalu bisa memberikan aku kebahagiaan." Sambungnya.

Aku menoleh kearahnya, walaupun sedikit berlebihan tapi itu terdengar murni terucap dari lubuk hatinya.

"Cie.. Pasti ngebahas tentang istri mas tercinta ya hehehe." Godaku.

Mas Damar menatapku dan kemudian tertawa.

"Sok tau kamu." Ucapnya mencubit pipiku gemas.

Waktu sudah menunjukan pukul 23.47, mas Damar mengajakku ke sebuah jembatan yang dibawahnya mengalir air sungai.

Tempat yang sangat indah, sebuah jembatan melengkung berwarna merah di hiasi dengan banyak botol kosong di pinggirnya.

Air dibawah jembatan juga sangat jernih, terdapat beberapa lampu lentera yang mengapung diatasnya.. Memberikan cahaya di tengah gelap bagaikan bintang dilangit.

"Keren mas... Tempat apaan nih?" Tanya ku takjub.

Mas Damar menarik tanganku, kami berhadapan sangat dekat. Tangan mas Damar juga menekan pinggangku untuk lebih dekat dengannya.

"Sebentar lagi jam 12 malem, nah saat itu mitosnya kalo kamu minta sesuatu disini pasti akan terkabul." Bisiknya.

Mas Damar mengambil 2 botol yang kosong dan memberikan satu botol dan secarik kertas kepadaku.

"Kamu tulis permintaan kamu dikertas itu, ya mungkin kamu minta pacar yang setia gitu.. Terus nanti kamu gulung kertasnya dan masukin kedalam botol beserta pasir. Setelah itu kamu gantung deh diantar ratusan botol yang lain." Jelas nya.

Aku sedikit melebarkan senyumku, ini semua mengingatkanku kepada Nicko.

Aku melirik sebentar dan menulis permohonan yang aku mau dan memasukannya ke dalam botol, begitu pun juga dengan mas Damar.

Botol kami digantung bersampingan, sebagai tanda aku memberikan sebuah cangkang keong ke dalamnya.

"Apa yang kamu minta?" Tanya mas Damar kepo.

"Rahasia dong hehehe! Kalo mas apa yang diminta?" Tanyaku kembali.

"Rahasia juga dong." Balasnya yang kemudian membuat kita tertawa bersama.

Tuhan, aku memang tidak terlalu percaya dengan hal seperti ini.

Tapi jika benar, aku harap impianku menjadi kenyataan.

Jika tidak saat ini, aku yakin kau telah mempersiapkan hari dimana aku dapat menggapainya.

.

.

.

.

.

.

.

'Tok tok'

Aku mengetuk pintu apartement beberapa kali, sudah pukul 2 malam tapi aku baru aja pulang.

'Tok Tok'

Aku mengetuk pintu sedikit lebih kencang dan cepat.

"Kamu pulang?" Ucap mas Fajar ketus kepadaku.

Aku menggigit bibir bawahku, memohon agar mas Fajar tidak marah kepadaku.

"Mas izinin kamu pergi tapi ngga sampai selarut ini! Kamu abis darimana aja sih hah?" Omelnya.

"Maaf mas.." Lirihku.

Mas Damar menarik nafasnya dan melipat kedua tangannya menatapku.

"Kamu kenal Damar? Oh apa waktu aku nyuruh kamu meeting sama Damar kamu godain dia kayak apa yang kamu lakuin ke pak Farid?" Tanya nya dengan nada ketus.

Aku mengernyitkan dahiku.

"Ma..maksud mas Fajar apasih? Aku sama mas Damar emang udh kenal lama! Dia tetangga aku di desa!" Jelasku.

Mas Fajar mendecak kesal.

"Udah aku duga, dia pasti langganan lacur kamu kan?" Tanya nya.

Aku menarik nafasku panjang, sehari ini mas Fajar sangat merusak moodku. Entah apa yang terjadi dengannya.

"Kamu ngomong apasih mas? Aku kan udah janji gak akan jadi pelacur lagi! Apa kamu belum puas hah?! Aku sama mas Damar cuma temenan, emang dia pernah nyewa aku dulu! Tapi itu dulu pas aku di desa! Lagian mas ini kenapa sih!?" Omelku.

Mas Fajar tidak menatapku, ia terlihat sangat kesal.

"Pergi sama langganan lacur sampe yah gini, kemana lagi kalo bukan ke hotel terus ngewe coba hahaha." Ucapnya menyindir.

Aku menengguk ludahku beberapa kali.

"Aku sama mas Damar cuma pergi ke laut doang tadi! Aku cuma jalan biasa aja sama dia! Emang tadi dia sempet mau book aku, tapi aku gamau karena aku ingat sama janji aku mas! Sumpah aku ngga ngapa-ngapain!" Bela ku.

Mas Fajar menatapku kesal dan mencengkram lenganku kencang sekali.

"Apa lagi yang kamu tutupin dari mas? Kemarin Nicko sekarang Damar! Semurah itu harga diri kamu?" Ucapnya.

Cengkraman tangan mas Fajar dilenganku sangat kencang, membuat lenganku kesakitan dan merasa panas.

"Lepas mas! Sakit!" Rengekku.

Air mataku menetes, kata-kata mas Fajar dan perlakuannya sangat menyakitiku.

Mas Fajar melepaskan cengkramannya.

"Maaf dek, mas khilaf." Ucapnya.

Aku menatapnya dan menyeka air mataku.

"Terserah mas mau percaya apa engga! Tapi aku udh ngomong sejujurnya! Aku tau mana yang salah dan benar! Dan... Dan berhenti nyakitin aku mas, karena seumur-umur mba Nesa kakak kandung aku gapernah nyakitin aku!" Ucapku dan berlalu meninggalkannya yang sedang emosi.

Aku menjatuhkan diriku di kasur, mas Fajar terlihat berbeda akhir-akhir ini.

Sifat mba Lyla udah melekat ke dia sekarang.

Aku menghentikan tangisku yang masih beberapa kali terisak, sembari tanganku menggenggam lengan yang mas Fajar cengkram tadi.

"Apa yang salah? Aku mau pulang aja, karena pada dasarnya mas Fajar ngga bisa aku harapin." Lirihku dalam hati.

Aku memejamkan mataku, rasa kantuk mulai menguasai diriku selepas menangis tadi.

Entah, karena aku juga sangat lelah dan tidak mau mengambil pusing dengan sikap mas Fajar.

Bersambung~