webnovel

"Bitch, I Love U!"

Ikbal_Saputra_8964 · Fantasy
Not enough ratings
9 Chs

"Bitch, I Love U!" [7]

"Sekali lagi mas tanya.. Apa yang kamu lakuin ke pak Farid?" Tanya nya dengan nada yang sangat pelan.

Raut wajah mas Fajar terlihat kesal.

"Pa..pak Farid?" Ucapku cemas.

Aku menelan ludahku beberapa kali, ya Tuhan apa yang aku takutkan kini benar-benar terjadi.

"A..aku.." Lirihku.

Mas Fajar terllihat kalut, matanya memerah melempar pandangannya tanpa menatapku.

"Mas kira kamu bakalan berubah.." Lirihnya menghadap keluar jendela.

Aku menarik nafasku pelan.

"Maaf mas.." Ucapku.

"Bagaimana jika pak Farid mempersalahkan hal ini? Kamu bisa dalam bahaya tau ngga!" Jelasnya sedikit membentak.

Aku tetap terdiam, entah kenapa aku sama sekali tidak terkejut dengan hal ini.

Mas Fajar menarik nafasnya panjang dan kuat.

"Putra... Boleh mas minta sesuatu dari kamu?" Tanyanya dengan mata yg terpejam.

Aku menggumam.

"Tolong berhenti menjadi pel*cur." Pinta nya.

Angin berhembus masuk melalui jendela.

Aku sedikit mengernyitkan dahiku dan meremas map yang saat ini aku genggam.

"Tapi mas.."

"Sebagai gantinya, kamu boleh minta apa aja dari mas Fajar." Ucapnya memotong perkataanku.

Mas Fajar kemudian keluar dari ruangan, bahkan dari tadi dia seperti tidak sudi menatapku.

*****

Suasana yang sejuk mengisi kamar di malam hari.

Aku menatap mas Fajar disampingku yang terus saja sibuk dengan laptopnya.

"Mas.." Panggilku.

Ia menghentikan jarinya yang sedang menari diatas keyboard.

"Mas masih marah sama aku?" Tanyaku.

Mas Fajar menahan nafasnya, kemudian menutup laptopnya dan meletakannya di atas meja samping kasur.

Ia kemudian menatapku sesaat sebelum akhirnya berbaring berbalik membelakangiku.

"Mas.." Ucapku mengguncangkan tubuhnya.

Mas Fajar sama sekali tidak meresponku, aku belum mendengar sepatah kata pun darinya sejak sore tadi.

Aku menggigit bibirku, mendekatkan diri dengannya dan kemudian memeluk mas Fajar dari belakang.

"Kalo mas ngga mau ngomong juga, Putra bakalan balik ke desa dan lanjutin hidup aku sebagai pel*cur!" Ucapku sedikit mengancam.

Mas Fajar tetap tidak meresponnya, membuatku sedih dan membenamkan wajahku dalam-dalam ke punggungnya.

"Maafin aku mas.." Lirihku dengan suara tertahan.

Mas Fajar meraih tanganku yang melingkari perutnya.

"Kamu harus berhenti jadi pel*cur! Selain itu perbuatan gak baik, itu juga akan membahayakan kamu!" Katanya yang akhirnya berbicara.

Aku menganggukan kepalaku dengan wajah yang masih terbenam di punggungnya.

Mas Fajar membalikan badannya berhadapan denganku, tangannya yang besar menyigap poni yang sudah hampir menutupi kedua mataku.

Mata kami bertemu dan saling memandang cukup lama.

"Iya.. Aku akan coba untuk berhenti." Ucapku memutuskan.

"Ta..tapi janji ya mas bakal ngabulin permintaan aku." Sambungku kemudian.

Mas Fajar membelai pipiku, matanya terus memandangku dan tersenyum. Entah mengapa ia sangat tampan jika aku melihatnya semakin dekat.

"Emang apa yang kamu mau?" Tanya nya.

Aku menggumam dan berfikir sejenak lalu kemudian mengangkat kedua bahuku rendah.

"Entah.. Tapi yang pasti nanti mas mau ngabulin permintaan aku kalo aku udh berhenti ngelacur." Jelasku.

Mas Fajar mengangguk dan kemudian menarik selimut menutupi badanku.

"Yaudah kamu tidur sekarang, besok kan masuk kuliah pagi." Pintanya.

Aku tersenyum, mengangguk beberapa kali dan kemudian memejamkan mataku.

Setidaknya mas Fajar sudah tidak marah lagi kepadaku, dan mulai hari ini sepertinya aku memang harus melepaskan pekerjaan hina ku itu.

****

Matahari masih saja menyembunyikan rupanya, membuat langit masih tampak gelap walaupun waktu sudah menunjukan pukul 6.

'Drrrt.. Drrt'

Ponsel ku bergetar di dalam saku celana yang saat ini aku kenakan.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Ka..kamu belum bangun?" Tanya nya.

Aku menjelaskan pandanganku dan menatap layar ponsel milikku.

"Nicko?!" Batinku saat menyadari bahwa Nicko lah yang menelponku pagi-pagi begini.

"Nicko? Kenapa?" Tanyaku lagi.

"Sekarang udah jam 6, aku hanya ingin mengajakmu ke kampus bersama." Jawabnya.

Aku memandang jam yang terpampang di ponselku.

"Udah jam 6? Aku kira masih jam 5an! Yaudah aku siap-siap dulu ya Nick!" Pintaku.

Nicko tidak menjawab dan segera mengakhiri telponnya, aku pun bergegas mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus.

"Ya Tuhan! Maaf mas kesiangan!" Ucap mas Fajar yang tiba-tiba saja terbangun.

Aku mengangkat kedua alisku, tersenyum menatapnya dan kemudian mengenakan sepatuku dengan terburu-buru.

"Sebentar!" Pinta mas Fajar yang masih terlihat mengumpulkan nyawanya.

"Gak usah mas! Kamu lanjut tidur aja, aku berangkat sendiri." Jelasku.

Mas Fajar mengernyitkan dahinya bingung.

"Kau lama sekali." Ucap Nicko yang tiba-tiba saja masuk.

Aku menggumam lalu tersenyum lebar kepadanya.

"Maaf hehe."

Nicko menegaskan wajahnya, pandangannya menatap mas Fajar sebentar.

"Ayo!" Ajakku menarik Nicko untuk pergi.

"Mas aku duluan ya! Oiya itu sarapannya udah aku bikinin di meja! Bye~" Sambungku berpamitan dengan mas Fajar kemudian.

Disepanjang jalan Nicko memutar musik klasik di mobilnya, lalu lintas juga masih sangat renggang di pagi ini.

"Kamu hanya berdua dengannya?" Tanya Nicko memecahkan suasana.

"Siapa? Mas Fajar?" Ucapku kembali bertanya.

Nicko menatapku sebentar dan kemudian kembali fokus menyetir sembari mengangguk.

"Iya." Jawabku singkat.

Nicko mengangguk kembali, melepas topi yang ia kenakan dan mengemudi sedikit lebih cepat.

Aku tiba di kampus sedikit lebih awal, suasana masih terlihat sepi. Hanya ada beberapa mahasiswa yang berjalan, terlihat sekali wajah-wajah manusia yang super rajin saat ini.

"Kita datengnya kepagian gak sih?" Tanyaku bingung.

Nicko menatapku yang berjalan disampingnya.

"Biasanya aku datang lebih pagi lagi." Jawabnya datar.

"Hahaha.. Sekarang apa yang harus aku lakuin disini?" Tanyaku yang beberapa kali mengamati sekitar kampus.

Nicko menggaruk kepalanya.

"Sepertinya mengajakmu berangkat pagi itu salah." Ucapnya.

Aku tersenyum.

"Hehehe engga kok! Aku malah suka berangkat pagi gini, gak pusing karena masih sepi!" Kataku meyakinkan nya.

"Ah ke kantin yuk! Kamu pasti belum sarapan kan?" Tanyaku kemudian.

Nicko mengangguk dan kemudian kami pun pergi ke kantin untuk membeli sarapan.

"Bagaimana skripsimu? Apa sudah hampir selesai?" Tanyaku dengan mulut yang penuh.

Nicko menelan makanannya.

"Sebaiknya kamu gak usah ngomong dengan mulut penuh begitu! Nanti bisa tersedak tau!" Omelnya.

Aku mengunyah makananku cepat dan menelannya kemudian.

"Gimana?" Tanyaku lagi.

Nicko memilin mie gorengnya dengan sumpit dan mengangkat bahunya.

"Belum selesai?! Apa ada yang perlu aku bantu?" Tanyaku menawarkan diri.

Nicko menggelengkan kepalanya, tersenyum dan mengigit bibir bawahnya sembari menatapku aneh.

"Apa?" Tanyaku.

"Hhm sepertinya kamu akan menyisakan makanan untuk lebaran nanti." Jawabnya.

Aku mengernyitkan dahi ku bingung.

Sekali lagi Nicko tersenyum dan meraih tissue di atas meja.

"Bibirmu belepotan." Ucapnya sembari membersihkan bibirku dengan tissue.

Aku tersenyum kikuk dan memperhatikan sekitar yang masih terlihat sepi.

"Makasih." Ucapku.

Nicko mengangkat sebelah alisnya, aku pun kembali menyantap sarapan yang aku beli dan melempar pandanganku ke makanan di piring yang sudah hampir habis.

"Sebenarnya setelah mengenalmu aku jadi sedikit mengurungi niatku untuk cepat-cepat lulus." Ucapnya kembali berbicara.

Aku menatap ke arahnya yang sedang memperhatikanku menyantap makanan.

"Ini pertama kalinya aku memiliki teman, dan sedikit membuatku senang. Jadi.. Aku fikir akan lebih baik tidak meninggalkan temanku cepat-cepat." Sambungnya.

Aku tersenyum dan sedikit tertawa kemudian.

"Nicko, walaupun kamu lulus nanti kita tetep jadi temen kok! Lagian kita kan juga tetanggaan haha." Ucapku.

Nicko menggumam dan kemudian kembali melanjutkan menyantap mie goreng miliknya.

*****

Aku dan Nicko berjalan-jalan sebentar, ia menunjukan gedung-gedung fakultas lain dan menerangkan berbagai macam hal layaknya pemandu wisata.

"Aku yakin kau akan suka dengan yang ini." Ucapnya.

"Apa?" Tanyaku kemudian.

"Coba merem." Pintanya.

Aku pun memejamkan mata dan berjalan perlahan dengan tuntunan dari Nicko.

"Jangan buka mata dulu." Pintanya.

Aku mengangguk walaupun rasanya ingin sekali aku membuka mataku dan melihat kemana Nicko membawaku.

"Udah." Ucapnya.

Hembusan angin menerpaku, aku membuka mataku perlahan. Sebuah danau dengan beberapa pohon rindang tepat ada di hadapanku sekarang.

"Di..disini ada danau?" Tanya ku.

Nicko mengangguk.

"Kalo lagi ngga ada kelas biasanya aku kesini." Jawabnya.

"Jarang banget ada orang yang kesini, kebanyakan mahasiswa dan mahasiswi disini tuh ngumpulnya di tempat outbond." Sambungnya.

Aku mengangguk dan kemudian duduk dibangku panjang tepat di bawah pohon.

"Suasana nya emang bikin tenang ya.. Pas banget nih tempat buat orang yang lagi stress dan galau." Kata ku.

Nicko duduk disampingku dan mengeluarkan secarik kertas dari tas miliknya.

"Apaan tuh?" Tanyaku.

"Bukan apa-apa. Cuma surat doang." Jawabnya.

"Surat?" Tanyaku bingung.

Nicko menggulung kertas tersebut, mengikatnya dengan pita berwarna ungu dan lalu melemparnya jauh-jauh ke danau.

"Apaan sih Nick?" Tanyaku bingung.

Nicko menoleh kearahku dan tersenyum.

"Gak papa sih, gausah di fikirin." Jawabnya santai.

Aku menghembuskan nafasku perlahan.

"Alay." Ucapku.

Nicko terdiam sejenak raut wajahnya sedikit berubah menatapku.

"Ayo balik, kelas gue juga bentar lagi mulai." Katanya.

Aku terdiam sesaat, nada bicara Nicko tiba-tiba kembali seperti dulu.

"Nick?" Ucapku.

Ia tetap berjalan di depanku, kedua tangannya kini masuk kedalam saku celana dan tidak lagi menggandengku.

"Sampe ketemu lagi ya." Ucapku kepadanya.

Nicko menatapku sejenak sebelum akhirnya masuk ke gedung fakultasnya tanpa bicara apa-apa.

Aku kembali berfikir, sikapnya tiba-tiba saja kembali seperti di awal dan membuatku bingung.

****

Awan tampak menggumpal menjadi satu, menutupi sinar matahari dan menyebabkan langit menjadi gelap.

Aku melihat jam yang melingkari tangan kiri ku, sudah jam 3 sore aku menunggu tapi Nicko belum juga keluar dari kelasnya.

"Nicko kemana sih? Padahal mobilnya masih ada!" Ucapku sendirian.

Rasa cemas mulai menguasaiku, ingin sekali rasanya aku masuk ke dalam kelasnya untuk menghampirinya.

Beberapa mahasiswa dan mahasisiwi mulai berhamburan keluar, sebagian dari mereka juga ada yang menatapku aneh.

"Kamu ngapain sih disini?" Tanya mas Fajar yang tiba-tiba datang.

"Eh mas Fajar ngapain? Kan aku udah bilang gak usah jemput." Kata ku yang sedikit terkejut.

Sekarang udah sore, lagian kamu kan harusnya pulang siang! Kenapa masih disini?" Tanya nya.

"Aku nungguin temen aku mas." Jawabku.

"Ta..tapi dia belom keluar juga, padahal temen-temennya udah banyak yg pulang loh." Sambungku kemudian dan kembali mengalihkan pandanganku mencari-cari Nicko.

Mas Fajar mengangkat bahunya dan menarik ku paksa untuk pulang.

****

"Kamu mikirin apaan sih?" Tanya mas Fajar memecahkan lamunanku.

"Engga kok mas." Jawabku singkat.

"Hmm.. Mikirin temen kamu itu?" Tebaknya.

Aku mengangguk perlahan dan kemudian menoleh ke mas Fajar yang sedang fokus mengemudi.

"Siapa namanya?" Tanya mas Fajar.

"Nicko mas." Jawabku.

"Hhm belom berhasil apa kamu godain dia?" Tanya mas Fajar.

Aku memukul lengan mas Fajar pelan.

"Maksud mas apaan? Ishh kan mas sendiri yang minta aku buat berhenti jadi pel*cur!" Omelku kesal.

"Lah terus kenapa masih ngejar-ngejar dia?" Tanya nya lagi sembari mengusap lengan nya yang baru aku pukul tadi.

"Aduuh mas! Aku kan mau berhenti jadi latchur, bukan berenti jadi homo!" Ucapku mengacak rambutku.

" Lagian ya mas! Pas pertama kali aku kenal sama Nicko tuh udah berasa kayak magnet, mau nya deket-deket sama dia mulu." Jelasku lagi.

Mas Fajar menatapku dan memanyunkan bibirnya.

"Emangnya dia homo kayak kamu apa." Ucapnya.

Aku melipat kedua tangan dan menjauhkan duduk ku lebih menempel ke pintu mobil.

"Siapa coba yang gak suka sama aku mas. Nicko itu pasti suka sama aku! Awalnya nih dia itu jutek banget! Orangnya dingin! Eh begitu kenal sama aku tuh dia kayak ngasih lampu dan perhatian lebih gitu!" Kata ku.

"Bayangin ya, setiap hari kita itu di kampus bareng-bareng. Makan bareng, jalan bareng, becanda bareng, pokoknya klop deh! Pasti dia suka lah sama aku!" Sambungku lagi percaya diri.

"Hahaha seenaknya ambil kesimpulan sendiri!" Ucap mas Fajar mencubit pipiku.

"Aduuh mas! Nyetir aja sih gausah bawel! Aku masih mau idup ya." Omelku mengusap pipiku yang sakit.

Mas Fajar tertawa lagi dan kembali mengemudi.

"Tapi mas hari ini dia jadi beda... Gatau kenapa pas tadi pagi dia mendadak jadi jutek lagi, omongannya juga ketus." Jelasku.

"Masa sih cuma gara-gara aku katain alay dia langsung marah." Sambungku dan kemudian menghembuskan nafas lepas.

"Hahahha rasain! Mungkin dia sadar kalo kamu itu homo dan ada niat terselubung." Ejek mas Fajar.

Aku mendengus kesal dan menatap mas Fajar sinis.

"Kenapa gak kamu tanya langsung ke orangnya?" Tanya mas Fajar kemudian.

"Boro-boro mas! Aku ajakin ngobrol aja dia gak ngerespon." Jawabku sebal.

Mas Fajar mengangkat bahunya dan kembali memacu mobilnya menuju apartement.

****

Udah beberapa hari terakhir Nicko menjauh, dia sama sekali ngga ngerespon apapun dari ku. Telpon, sms, semuanya sama sekali ngga dipeduliin.

Aku terus mengamati gedung fakultasnya, berharap Nicko keluar dan aku bisa kembali bicara dengannya.

"Mana sih.." Umpatku yang terus menguntip.

Pandanganku tertuju kepada seorang perempuan, aku beberapa kali sempat melihatnya bersama dengan Nicko.

"Permisi kak!" Kataku memanggilnya.

"Eh iya ada apa?" Tanya nya.

"Kakak temennya Nicko kan?" Tanyaku.

Perempuan itu mengangguk.

"Kamu juga temennya kan? Biasanya kalian kan barengan terus." Ucapnya.

"Hehe iya. Tapi akhir-akhir ini aku lagi sibuk sama tugas! Oh iya Nicko nya kemana ya ka?" Tanyaku.

"Nicko baru aja balik tadi. Emang gak papasan?" Tanyanya.

Aku menggeleng dan menghela nafasku pelan.

"Oh iya nama kamu siapa?" Tanya nya.

"Aku Radju kak! Kakak sendiri?" Kataku kembali bertanya.

"Saya Nadia." Jawabnya.

"Jadi ka Nadia ini temennya Nicko ya?" Tanyaku sembari berjalan bersampingan dengannya.

"Iya aku teman nya, kami kenal pas dulu baru masuk disini. Bahkan mantan pacarnya itu sahabat karibku dari SMA." Jelasnya.

Aku membulatkan mataku.

"Mantan pacar? Jadi Nicko sempet punya pacar?" Tanyaku serius.

"Loh kamu emang gatau?" Tanyanya.

Aku kembali menggelengkan kepala, sepertinya banyak yang belum aku ketahui tentangnya.

"Lalu gimana mereka bisa putus? Ceritain dong ka!" Pintaku membujuk ka Nadia.

Ia terlihat menghembuskan nafasnya.

"Namanya Agnes, aku ingat dulu.. Kami ospek bersama dan Nicko juga seseorang yang baik dan ceria.. Walaupun dia juga sedikit usil." Jelasnya memulai bercerita.

"Nicko dan Agnes mulai dekat setelah mereka mendapatkan tugas kelompok, mereka jadi lebih sering pergi dan pulang bersama. Dan sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin hubungan. Aku masih ingat kebahagiaan yang mereka rasakan dulu." Sambungnya.

Aku menatap ka Nadia yang terlihat mulai sedih.

"Tapi... Kebersamaan mereka gak berlangsung lama. Setelah 5 bulan mereka berpacaran Agnes tiba-tiba menghilang, bahkan orang tuanya datang ke kampus untuk mencarinya. Hal itu membuat Nicko sedih dan lebih banyak diam." Jelasnya lagi.

"Jadi mereka putus karena itu?" Tanyaku.

Ka Nadia menggelengkan kepalanya.

"Klimaksnya terjadi setelah beberapa hari Agnes menghilang, seorang mahasiswi menemukan sepatunya mengambang di danau.. Itu membuat kampus heboh dan mencari tau. Setelah di telusuri Agnes ditemukan tenggelam tewas di dasar danau." Sambungnya.

Ka Nadia melepaskan kacamatanya dan menyeka air mata yang mulai membasahi matanya.

"Agnes... Agnes ditemukan tewas tanpa busana. Dugaan polisi ia dibunuh dan diperkosa, kemudian para pelakunya mengikat mayatnya dengan batu besar dan menenggelamkannya di dasar danau! Entah siapa orang yang tega melakukan itu! Bahkan sampai sekarang polisi belum berhasil memecahkan kasus ini." Katanya.

"Sejak kejadian itu Nicko berubah drastis, dia menjadi penyendiri dan lebih banyak diam. Dia juga keluar dari berbagai organisasi yang diikuti nya." Kata ka Nadia melanjutkan.

Aku mengusap pundak ka Nadia, berusaha untuk menenangkannya.

"Maaf kak, aku sama sekali ngga tau kejadian itu." Ucapku.

Ka Nadia tersenyum.

"Gapapa kok Rad.. Kamu tau? Beberapa hari terakhir aku melihat perubahan Nicko kembali. Di kelas dia sudah mulai banyak bicara dan berteman dengan murid lainnya. Dia perlahan mulai kembali seperti Nicko yang dulu." Jelasnya lagi.

"Entah apa yang mampu merubahnya, tapi aku yakin pasti Agnes bahagia jika melihatnya kembali bersemangat." Sambungnya.

Aku terdiam, pandanganku kosong menatap jalanan yang ramai.

"Eh ojek online aku udah dateng! Aku duluan ya Radju, senang bisa berkenalan sama kamu." Kata ka Nadia.

Aku mengangguk dan tersenyum, kemudian melambaikan tanganku kepadanya yang mulai menjauh.

Sekarang aku mengerti apa yang membuat Nicko berubah.

Dia terlihat sangat tenang, tetapi di balik itu semua banyak kisah yang memilukan yang belum aku ketahui sepenuhnya.

Aku menuju danau belakang kampus, sangat sepi dan tidak ada seorangpun yang berada disini.

"Hai Agnes." Kata ku.

Aku menghanyutkan beberapa tangkai bunga yang baru aku petik di taman.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya seseorang di belakangku.

"Ni.. Nicko?" Kata ku terkejut menyadari keberadaan Nicko yang tepat berada di belakangku.

Bersambung~