webnovel

"Bitch, I Love U!"

Ikbal_Saputra_8964 · Fantasy
Not enough ratings
9 Chs

"Bitch, I Love U!" [1]

Hembusan nafasnya terdengar jelas di telingaku, membuat dentuman keras dari jantungku.

"I love u"

Ucapnya.

Aku membuka mataku, menarik nafas panjang dan menoleh perlahan.

Seorang pemuda tampan menatapku penuh cinta, matanya yang sendu membawaku larut kedalam permainan cintanya.

Aku bergumam saat bibir basahnya menyentuh samping leherku, membuatku terhempas dengan perkataan yang tak mampu lagi aku rangkai.

"Mas Damar." Lirihku.

Kurasakan tanganku berada di genggamannya, dibelai lembut dan dikecupnya pungkuk tangan kanan ku.

Wajah sendu mas Damar menatapku dalam, bibir bawahnya yang terbelah bergetar ringan.

Mas Damar mendekatkan wajahnya kepadaku, semakin dekat hingga membuatku memejamkan mata saat sebuah benda kenyal menyentuh bibirku.

Aku terlena dalam dekapan mas Damar, bibirnya yang basah dan hangat menyapu seluruh inci demi inci tubuhku. Membuatku menggeliat bagaikan cacing di teriknya siang.

Mas Damar menuntunku, membuka celana jeans hitam nya dan mengeluarkan benda pusaka miliknya.

Aku terkejut saat melihat kejantanannya, besar sekali.

Bahkan 3x lebih besar dari milik kakak iparku.

Aku menyapu pangkal penis mas Damar dengan lidahku, mengecup lubang penisnya perlahan dan memasukan ujung lidahku kedalamnya.

Mas Damar menggeliat keras, cengkraman tangannya dirambutku meminta lebih.

Aku menghisap kepala penis mas Damar kuat dan memasukan seluruh batang penisnya kedalam mulutku, besar dan panjang nya penis mas Damar membuatku sedikit kesulitan, kurasakan pangkal penisnya yang melesak masuk melewati kerongkonganku.

Aku memajumundurkan kepalaku, menghisap penis mas Damar yang jantan dengan cepat.

Mas Damar terlihat meraung maracau tak karuan hingga akhirnya dia membenamkan wajahku lebih dalam untuk menghisap penisnya.

Penis Mas Damar terasa membengkak lebih besar sebelum akhirnya cairan hangat keluar dan memenuhi mulutku.

Rasa asin dan amis menjadi satu, membuatku mual dan memuntahkan semuanya.

Aku menyeka air mata yang refleks keluar dari mataku dan mengambil beberapa lembar tisu untuk membersihkan bibirku dari sperma mas Damar.

"Enak banget dek." Ucap mas Damar yang masih terus mengusap penisnya yang melemas.

"Mas yakin gamau coba di masukin? Aku kasih diskon deh!" Ucapku.

Mas Damar memejamkan matanya.

"Engga ah.. Ini aja udh cukup kok. Enak banget." Racau nya.

Aku menggumam dan mengenakan celana dalam milikku.

"Rasanya 3x lebih enak dari lobamg istri mas loh!" Rayuku.

Mas Damar menatapku bingung.

"Masa sih? Tapi lobang anus itu sempit banget. Kasihan kamu nya nanti kesakitan pasti." Ucap mas Damar.

"Sakit awalnya doang kok, nanti kesana nya juga enak. Lagian semakin sempit semakin enak loh mas, nanti penis mas pasti ngerasa puas banget." Jelasku.

Mas Damar mengusap rambutku.

"Kamu ini bisa aja.. Yaudah ntar mas coba ya, tapi kalo ketagihan kamu harus tanggung jawab." Kata mas Damar tersenyum.

Aku mengacungkan jempolku kearahnya.

Mas Damar mengemasi penampilannya dan memberikan ku sejumlah uang yang telah kami sepakati sebelumnya.

"Nih mas kasih lebih, makasih ya!" Ucap mas Damar memberiku uang sebelum akhirnya dia meninggalkanku dikamar sendirian.

Aku tersenyum senang, menghitung uang yang mas Damar berikan padaku.

"Gak kapok deh main sama mas Damar! Udah ganteng, tajir, baik lagi!!!" Ucapku.

****

Oh iya perkenalkan namaku Radju Saputra, biasa nya orang-orang memanggilku Radju atau Putra.

Aku berusia 17thn belum lama ini, banyak yang menyangka bahwa aku adalah seorang model.

Itu sebabnya kelebihan rupaku aku gunakan sebaik baiknya.

Perlu kalian ketahui aku adalah lelaki bayaran atau yg biasa disebut escort, emmm mungkin kalo orang alay biasa menyebutku dengan "kucing"

Mengapa? Sejak lahir aku sudah ditinggal oleh orang tua ku, tidak mereka belum meninggal.

Tapi mereka sengaja pergi meninggalkanku dan memilih bersama keluarga barunya.

Ibu dan ayahku bercerai saat aku berusia 8tahun, dan masing-masing dari mereka memutuskan untuk menikah lagi.

Oh iya aku memiliki seorang kakak perempuan bernama Nesa, dia sudah menikah dan memiliki 2 orang anak.

Saat orangtua ku bercerai, mba Nesa yang membesarkanku. Bahkan dia tidak mengizinkan aku untuk bertemu dengan ayah atau ibuku.

Entahlah... Karena aku juga tidak pernah mau menemui orangtuaku.

Sedikit berbagi cerita..

Awal mula aku terjun ke dunia hina ini terjadi saat aku berusia 15tahun.

Malam itu kakak ku pergi menginap dirumah mertuanya untuk membantu acara pernikahan.

So aku berada dirumah sendiri hanya dengan kakak iparku dan kedua anaknya.

Oh iya sebelumnya aku ingin mendeskripsikan kakak iparku.

Dia bernama Mauliki dan orang orang biasa memanggilnya Kiki.

Dia berusia 29 tahun sekarang, memiliki kulit sawo matang dan tinggi 177cm.

Wajahnya yang oriental dan cool juga memberikan kesan manis. Dia juga memiliki lesung pipit dikedua pipinya.

Oke singkat cerita...

Malam itu aku sedang tertidur pulas, namun entah mengapa aku merasakan nafas seseorang yang begitu dekat denganku..

Dan sebuah benda basah yang menyentuh dinding leherku membuatku tersadar dalam mimpi yang sedang aku jelajahi.

"Mas Kiki!" Pekik ku tersadar saat kaka iparku ada disampingku.

Mas Kiki memejamkan matanya, membuka celana pendeknya dan mengeluarkan penisnya yang sudah tegang.

"Jangan berisik.. Nanti Arsyad sama Dinda bangun." Ucapnya.

Mas Kiki menarik tanganku, meletakannya diatas kemaluannya yang sudah membesar maksimal.

"Mas apaan sih!" Elakku menepis genggaman tangannya.

Seperti seolah tak mendengar perkataanku, mas Kiki yang berbaring disampingku dengan sigap duduk diatas badanku.

Ia membuka kaos merahnya dan menunjukan badannya yang berisi dihadapanku.

Mas Kiki bergumam, mendekatkan wajahnya yang sayu ke badanku.

Menyigap kaos yang ku kenalan keatas hingga memperlihatkan kedua buah nipple ku.

Seketika lidahnya yang basah menyapu nipple ku bringas membuatku terkejut dan hampir berteriak.

Dengan sigap mas Kiki membekap mulutku dengan tangannya.

Ia melanjutkan permainannya, menghisap menggigit dan menyedot nipple ku kasar.

Tanpa terasa batang kemaluanku bergetar dan berdiri secara perlahan.

Mas Kiki melepaskan dekapan tangannya dimulutku, bibir basahnya terus menjilat dan menghisap nipple kiriku sedangkan tangannya yang satu meremas nipple kananku.

Aku bergelinjang merasakan nikmat yang mas Kiki berikan.

Setelah puas dengan permainannya di nopple ku hingga membuatnya merah kini ia beranjak menghisap dan mengecup leherku.

Dihisapnya leherku kuat dan saat itu aku menikmati rasa yang amat sangat enak.

Tak terasa aku mengalungkan kedua tanganku dipunggung mas Kiki.

Erangan-erangan yang keluar dari mulutku membuatnya semakin beringas.

Ia meninggalkan leherku dengan beberapa tanda merah yg terukir disana.

Dengan cepat bibir basahnya mengulum bibirku yang masih tertutup rapat, desakan lidahnya memaksaku membuka bibirku.

Lidah kita menyatu sekarang, mas Kiki juga menghisap bibir atas dan bawahku secara bergantian.

Sudah puas dengan permainannya, mas Kiki menanggalkan seluruh celananya. Kini tidak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya.

Mas Kiki menuntunku, memintaku untuk mengocok penisnya dan mengulumnya.

Jantungku berdegub kencang saat tanganku menggenggam penis mas Kiki. Belaian tangannya dikepalaku dan tatapan matanya mengisyaratkanku untuk menghisap penisnya.

Sedikit ragu, aku membuka mulutku secara perlahan dan meletakan kepala penis mas Kiki tepat di bibirku hingga akhirnya aku memasukan semua penisnya kedalam mulutku.

Mas Kiki tak mampu lagi menahan erangannya saat penisnya habis kuhisap, kujilat kepalanya terus menerus dan kembali memasukan seluruh batang penisnya kedalam mulutku.

Mas Kiki menjambak rambutku kencang sembari memaju mundurkan penisnya didalam mulutku.

Semakin cepat irama yang mas Kiki berikan hingga membuatku tersedak oleh penisnya beberapa kali.

Mas Kiki mengubah posisinya, ia menarik lepas celanaku dengan kasar dan membuka kedua kaki ku lebar.

"Ma..mas mau ngapain?" Ucapku sedikit ketakutan.

Mas Kiki menatapku sebentar kemudian meludahi tangannya dan disapukannya ke batang penisnya.

Mas Kiki mengangkat kaki kananku untuk berpangku dipundaknya sembari menuntun penisnya yang tegang dan berlumur ludah miliknya kedalam lubang pantatku.

"Aww sakit mas! Tolong mas udah!" Ringisku saat kurasa penis mas Kiki berusaha melesak masuk kedalam lubang anusku.

"Sakit awalnya doang kok sayang! Nanti juga km keenakan dan minta lagi." Ucapnya.

Aku bergetar, air mata ku tak dapat lagi terbendung. Melihatku seperti itu justru mas Kiki tampak semakin beringas.

Dibukanya selangkanganku lebar lebar dan dengan satu hentakan seluruh batang penisnya amblas masuk kedalam lubang anusku.

"Arrggghh!" Erangku kesakitan.

Rasanya seperti terkoyak, panas perih semuanya jadi satu.

Rasa mulas juga aku rasakan.

Aku menangis kejer, namun mas Kiki semakin mempercepat irama penisnya menggenjot anus sempitku.

Semakin lama aku mulai terbiasa dengan genjotan penis mas Kiki, rasa sakit dan nyeri yang kurasakan berangsur hilang dan berganti menjadi rasa nikmat yg sulit aku jelaskan.

Mas Kiki meracau tidak karuan, semakin kencang genjotan yang dia berikan sehingga menimbulkan suara yang menggema.

Aku yang terbuai dengan permainannya hanya mengerang erang nikmat.

Semakin cepat rojokan yang mas Kiki berikan hingga dia mengerang panjang dan memelukku erat.

Sebuah cairan hangat membasahi dinding anusku, bertubi tubi cairan itu beberapa kali tersembur sebelum akhirnya hilang.

Mas Kiki mencabut penisnya dari lubang anus ku, saat itu cairan kental putih bercampur darah keluar dari anusku.

Aku meringis kesakitan ditambah dengan apa yang aku keluarkan dari anusku membuatku semakin ketakutan.

"Tidak apa, itu tandanya aku sudah memecah keperawananmu." Jelas mas Kiki.

"Tapi sakit mas.." Lirihku.

"3 hari doang palingan, entar juga normal lagi." Ucapnya sembari memakai pakaiannya.

"Enak banget lubang kamu dek, tau gitu udh mas pake dari dulu." Sambungnya sembari keluar meninggalkan kamarku.

Aku terdiam kaku, rasa sakit dan takut menyatu.

Air mataku yang terus mengalir melalui kedua mataku membuatku semakin berkecamuk.

Aku mengambil pakaianku dan bergegas membersihkan badanku dikamar mandi.

Sejak kejadian itu mas Kiki sering memintaku untuk bersetubuh dengannya, bahkan di pagi hari saat aku hendak berangkat sekolah.

Entah apa yang aku rasakan tapi aku selalu tidak bisa menolak permintaannya, bahkan sempat beberapa kali aku yang memulainya dengan menggerayanginya disaat ia tertidur.

***

Terik matahari sudah menjulang tinggi masuk melesak melalui jendela yang tidak kututup rapat.

"Om Radju bangun om."

Kedua keponakanku membangunkanku, seperti biasa mereka mengganggu mimpi indahku dipagi hari.

"Iya iya!" Erang ku membuka mata dan bergegas bangun.

Seperti hari hari sebelumnya, aku selalu mengantar kedua ponakanku untuk berangkat sekolah.

Karena mereka berdua sangat dekat padaku, dan hanya mau pergi ke sekolah bersamaku.

Arsyad adalah anak pertama dari kakakku, dia berusia 7 tahun dan sekarang menginjak kelas 2 sekolah dasar.

Sedangkan Dinda adiknya berbeda 1 tahun dengannya.

"Putra?"

Suara seseorang yang memanggil namaku membuatku menoleh.

"Eh mas Fajar?" Ucapku menghampirinya.

"Abis nganterin Arsyad sama Dinda ya?" Tanya nya.

"Iya mas.." Jawabku singkat dan tersenyum.

Mas Fajar mengangguk kecil.

"Oh yaudah bareng sama mas aja ya. Kasian panas panasan gini, nanti hitam loh haha." Tawar mas Fajar.

Aku mengangguk dan bergegas duduk berboncengan dengan motor klasiknya.

Didalam perjalanan aku dan mas Fajar sempat terdiam beberapa waktu.

"Emmm Putra.." Ucap mas Fajar membuka percakapan.

"Iya mas?" Tanyaku.

"Kapan kamu berhenti dari pekerjaanmu itu?" Tanyanya.

Aku terdiam sejenak, entah apa yang dimaksud oleh mas Fajar.

"Ma..maksud mas Fajar apa ya?" Tanyaku.

Mas Fajar menghentikan motornya dipinggir jalan dan menoleh menatap kearahku.

"Jadi lelaki bayaran.." Jelasnya.

Bagai tersambar petir, perkataan mas Fajar berhasil membuat bulu kuduk ku berdiri.

"Ma..mas tau dari mana?" Tanyaku pelan.

"Dari Tejo.." Jawabnya singkat.

Aku terdiam sejenak, mas Tejo adalah kuli yang pernah menyewaku untuk bersetubuh dengannya.

"Tidak usah dipikirkan.. Saranku lebih baik kamu cepat berhenti dari pekerjaanmu itu." Sambung mas Fajar.

Aku bergegas turun dari boncengan motor mas Fajar.

"Mas tau apa? Apa mas fikir dengan aku berhenti jadi lelaki bayaran hidup aku jadi enak?! Engga mas!" Jelasku.

"Aku harap mas gausah memusingkan pekerjaanku, toh ini sama sekali ngga ngerugiin mas kan?" Sambungku.

"Bukannya gitu Put, tapi aku cuma.." Ucapnya terbata.

"Apa? Mas mau nyewa aku? Gapunya duit? Gapapa mas aku kasih gratis! Asalkan mas bungkam mulut mas rapet rapet ya!" Ucapku kasar dan bergegas meninggalkan mas Fajar yang terpaku sendirian.

Entah bagaimana bisa tapi mas Tejo adalah pelanggan terburuk yang pernah aku temui.

Bagaimana bisa dia membeberkan tentang pekerjaanku? Apalagi ke mas Fajar yang notaben salah satu orang berpengaruh di desa.

Mas Fajar adalah kakak kelasku di sekolah dulu. Saat aku masuk smp dia sudah menginjak kelas 3 SMA.

Ya sekolah di desaku menyatu, dari TK sampai SMA.

Entah bahkan dulu mas Fajar dan aku tidak begitu dekat, jangankan untuk mengobrol.

Saat berpapasan denganku bahkan dia tidak pernah mau menatapku.

Mas Fajar dulu salah satu orang populer disekolah, dari TK sampai SMA semua orang mengenalnya.

Wajahnya yang tampan dengan kumis tipis dan tubuh yang tinggi berisi membuatnya digencari oleh wanita-wanita di sekolah.

Aku ingat sebuah kejadian dulu disekolah, dimana aku dipermalukan oleh kakak kelasku di SMA.

Dari SMP sudah banyak orang yang membully ku, entah itu dengan mengerjai ku ataupun memalak uang saku ku.

Saat itu perpisahan sekolah, dan mas Fajar lulus.

Beberapa murid yang mempunyai bakat menunjukan kemampuan nya dipanggung sederhana.

Aku yang saat itu beranjak ke kelas 2 SMP diminta guruku untuk menjadi panitia tambahan.

Sebagai pembantu acara, menyiapkan berbagai keperluan makanan untuk para undangan.

Aku ingat, saat itu segerombolan anak nakal mengerjaiku.

Mereka menyiramku dengan sirup hanya karena aku tidak mengindahkannya untuk melepas pakaian dari panitia.

"Apa yang kalian lakukan?" Sebuah gertakan keras terdengar jelas ditelingaku.

Aku yang sudah basah dan lengket oleh sirup hanya mampu menangis dan menutup mataku, menghindari diri dari tontonan murid lainnya.

"Tidak ada yang boleh berlaku kasar pada sodaraku! Bahkan setelah aku lulus!" Gertaknya lagi.

Aku membuka mataku perlahan.

Seseorang berdiri dihadapanku sekarang, dengan jas hitam rapih mas Fajar terlihat semakin tampan.

"Sekali lagi aku mendengar kalian membuat masalah dengan Putra, aku tidak akan mengampuni kalian." Sambungnya lagi.

"Ma..maaf ka! Kami janji ga akan mengganggu Radju lagi." Ucap segerombolan anak tadi.

Mas Fajar membangunkanku untuk berdiri dan menatihku masuk kedalam UKS.

"Seharusnya kamu bisa melawan mereka." Ucap mas Fajar sembari membersihkan wajahku dengan handuk kecil.

Aku hanya terpaku terdiam, tatapanku menatap lurus lantai UKS.

"Kau adiknya mba Nesa kan?" Tanyanya lagi.

Aku mengangguk.

"Makasih ya mas udh nolongin Radju."

Mas Fajar tersenyum dan mengangguk.

"Selanjutnya gak akan ada yg berani ganggu Putra lagi, kalau ada yg gangguin lagi bilang aja ya sama mas." Jelasnya.

Aku mengangguk mantap, sejak saat itu aku menjadi lebih dekat dengan mas Fajar.

Lulus sekolah mas Fajar melanjutkan study nya untuk kuliah di Jakarta.

Baru beberapa bulan ini dia kembali ke desa, sekarang dia sudah mapan dan mengantongi gelar sarjana.

Aku masih ingat kedatangan pertamanya ke desa ini disambut antusias, apalagi mngingat mas Fajar adalah anak kepala desa.

Dan yang membuatku senang, dia masih memperlakukanku dengan baik.

Bahkan panggilannya tetap tidak berubah kepadaku..

Dia tetap memanggilku Putra, walaupun semua orang sudah memanggilku Radju.

*****

Srrrsshhh..

Suara percikan ikan yang sedang di goreng menggelegar didapur.

"Radju?! Kok ngelamun? Awas ntar tanganmu keiris baru tau." Suara mba Nesa membuyarkan lamunanku.

"Ah siapa yg ngelamun coba mba." Elakku dan kembali mengiris wortel.

"Lah itu dr tadi ngiris wortel tapi tatapannya kosong kedepan." Tambah mba Nesa.

Aku tersenyum kecil menampilkan deretan gigiku.

"Oh iya mba Nesa.. Menurut mba apa aku harus lanjut kuliah?" Tanyaku.

Mba Nesa menarik bangku dimeja makan dan duduk menghadapku.

"Nah itu bagus! Kamu ini kan laki-laki, jadi harus sekolah yang tinggi." Jelasnya.

Aku tersenyum simpul.

"Emm.. Tapi kalau kamu kuliah mba pasti bantu km semampunya ya." Jelasnya.

Aku meraih tangan mungil kakak ku.

"Gausah difikirin sih, nanti Radju bisa sambil kerja kok." Jelasku.

"Apa gak berat? Kamu kuliah dan kerja sekaligus? Lebih baik nanti mba bicara sama mama dan papamu." Ucapnya.

"Nggak! Tolong jangan libatkan mama sama papa. Aku yakin kok bisa sendiri." Pintaku meyakinkan.

Mba Nesa tersenyum dan mengangguk.

Melanjutkan pekerjaannya memasak makanan untuk makan siang kami.

*tok tok*

"Permisi.."

Suara seseorang yang datang berkunjung mengetuk pintu rumah kami.

Mba Nesa bergegas mematikan kompor dan membukakan pintu.

"Eh Fajar! Masuk sini! Ada.. Radju ada didapur lagi masak.."

Suara heboh mba Nesa membuatku gelagapan, apalagi setelah mendengar nama Fajar. Seketika itu juga ku rasakan jantungku berhenti.

"Mau apa dia datang kerumahku? Apa dia mau memberitahu mba Nesa tentang profesi aku sebagai lelaki bayaran?" Batinku cemas.

Mas Fajar tersenyum saat menatapku, mba Nesa segera memintanya untuk duduk dikursi meja makan berhadapan denganku sembari ia menyiapkan segelas minuman.

"Di minum dulu dek Fajar." Pinta mba Nesa.

"Oh iya makasih mba, maaf Fajar udah ngerepotin." Ucapnya.

"Tumben mampir, ada apa?" Tanya mba Nesa membuka percakapan.

"Emm.. Gini loh mba. Ini tentang Putra." Ucapnya ragu.

Bagai tersengat percikan api.

Jantungku terasa terbakar, cemas dan takut semua jadi satu.

Terlebih mas fajar terus menatapku daritadi.

"Tuhan.. Tolong aku! Aku janji berhenti jadi gigolo kalau mas Fajar gak ngebongkar semuanya!" Harapku dalam hati.

"Gini loh mba Nesa. Fajar denger Putra udh lulus kan ya? Dan katanya juga blm kerja. Kebetulan di jakarta Fajar punya perusahaan yang lagi berkembang. Nah Fajar mau ngajak Putra untuk kerja disana." Jelas Mas Fajar.

Mba Nesa langsung histeris dan duduk tepat disampingku.

"Yang bener dek!? Tuh Rad, kebetulan banget kamu blm kerja!" Samber mba Nesa.

Aku bergumam dan menatap mas Fajar yang terus menatapku.

"Eh tapi katanya Radju mau lanjutin kuliah tuh dek, mba sih terserah Radju aja. Toh Radju yg jalanin." Sambung mba Nesa yang melihatku tidak merespon.

"Gapapa mba. Nanti Putra bisa sekalian kuliah lok, nyambi kerja aja." Jawab mas Fajar.

Mba Nesa menyenggolku beberapa kali, mengisyaratkan untuk aku menjawab tawaran mas Fajar.

"Aku pikir pikir dulu ya mas." Jawabku datar.

"Iya gausah buru-buru. Santai aja." Jelasnya.

"Emang dek Fajar mau balik ke Jakarta?" Tanya mba Nesa.

Mas Fajar tersenyum.

"Iya mba. Soalnya Fajar harus handle perusahaan." Jawabnya.

"Oh kapan ke jakarta?" Tanya mba Nesa lagi.

"Nanti sabtu udh berangkat kok." Jawabnya.

Mba Nesa mengangguk mengerti.

"Yaudah dek lanjut ngobrol sama Radju sek, mba mau nyuapin Dinda nih udh rewel." Kata mba Nesa.

"Oh iya mba. Silahkan." Jawab Mas Fajar.

Mba Nesa meninggalkanku yang sedang terpaku dari tadi bersama mas Fajar.

"Kamu fikirin ya tawaran mas Fajar.. Siapa tau kamu bisa berenti dr pekerjaan kotor kamu. Mas gak maksa kok, yang penting mas cuma gamau kamu rusak." Ucapnya panjang lebar membuka percakapan.

Aku tetap terdiam seribu bahasa, bahkan aku tidak mampu menatap matanya yg terus melihat kearahku.

"Nanti km bisa tinggal sementara di apartement mas Fajar kalo mau, jadi gausah ngeluarin biaya. Toh itung-itung bantu mas bersihin rumah." Sambungnya lagi.

Aku mendongalan wajahku menatap kearahnya.

"Mas kesini mau nagih kan? Oke aku tepatin janji aku, mau dimana kita ngewe nya?" Ucapku ketus dan bergegas berdiri.

Mas Fajar meraih tanganku.

"Kamu bicara apa? Mas gak pernah ada niatan mau bersetubuh sama kamu ya! Mas cuma menawarkan kesempatan ke kamu untuk berubah jadi lebih baik! Kalau kamu gamau ya gapapa. Tapi perlu kamu ingat, mas bukan orang yang suka main begituan.. Apalagi sesama jenis! Mas bukan homo. Permisi!" Jelas mas Fajar panjang lebar dan pergi pulang meninggalkanku yang berdiri kaku.

****

Aku menopang dagu keluar jendela, menatap bintang yang berhamburan indah menghiasi langit yg gelap.

"Gimana Rad?" Tanya mba Nesa memecahkan lamunanku.

"Gimana apanya?" Tanyaku.

"Tentang tawaran yg Fajar kasih." Jawab mba Nesa.

Aku berbalik menatap mba Nesa yg sedang melipati pakaian.

"Aku bingung mba.." Lirihku.

Mba Nesa menghentikan aktivitasnya dan menatapku.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Disatu sisi aku seneng mba, tapi dilain sisi aku gabisa ninggalin mba sendirian." Jawabku.

Mba Nesa tersenyum.

"Gausah mikir macem-macem. Mba seneng kalo kamu bisa nerusin cita-cita kamu. Mba berharap kehidupan kamu bisa berubah jadi lebih baik." Jelas mba Nesa.

"Kejar impian kamu setinggi-tingginya.. Supaya kelak kejadian mama dan papa tidak terulang olehmu dan istrimu." Tambahnya.

Aku memutar otak, perkataan mba Nesa ada benarnya. Dan lagi bagus kan kalo misalkan aku bisa kuliah dan kerja? Kemungkinan aku bisa lepas dari pekerjaanku menjadi lelaki bayaran.

***

*tok tok*

Aku mengetuk pintu rumah mas Fajar.

Baru jam 8 tapi rumahnya sudah sangat sepi.

"Eh Putra?" Ucap mas Fajar ketika mendapati aku yang bertamu kerumahnya.

"Oh jadi kamu mau nerima tawaran mas? Bagus deh! Kamu tinggal siap-siap aja." Jelas mas Fajar setelah aku memberi tahunya bahwa aku menerima tawarannya.

"Iya mas.. Aku juga pengen mandiri, kasian mba Nesa aku repotin terus." Ucapku.

Mas Fajar mengangguk dan menyeruput teh yang baru dibawa nya.

"Kok rumah mas sepi banget? Orang rumah pada kemana?" Tanyaku.

"Oh papa sama mama lagi keluar ke desa sebrang, ada undangan." Jawabnya.

Aku menatap mas Fajar yang terus fokus dengan tayangan di televisi.

Pandanganku bergerak kearah selangkangan mas Fajar, ia mengenakan celana boxer hitam pendek menampilkan pahanya yg ditumbuhi dengan bulu lebat.

Aku menelan air liur ku.

Tidak, aku tidak ada niatan untuk bersetubuh dengannya, aku hanya ingin mengetest nya saja.

Aku memegang gundukan di tengah selangkangan mas Fajar dan meremasnya.

Astaga, mas Fajar tidak mengenakan celana dalamnya.

Batang penisnya terasa sekali saat tadi ku genggam.

Dalam keadaan tidur, penis mas Fajar cukup besar.

Aku terus meremas penis mas Fajar.

Tidak ada respon apapun darinya.

Mas Fajar menoleh menatapku dengan tatapan sendunya, mendekatkan wajah tampannya ke arahku.

"Berhenti meremas penisku, dan aku rasa kau harus cepat pulang." Ucapnya berbisik.

Mas Fajar menyingkirkan tanganku dengan kasar dan masuk kedalam kamarnya.

Aku yang mendapatkan perlakuan tersebut hanya bisa terdiam seribu bahasa.

Di sepanjang perjalanan pulang otakku tidak henti-hentinya berfikir.

"Mas Fajar ga ngaceng walaupun udah aku remes? Berarti tandanya dia emg gaada niatan mau ML sama aku!" Ucapku sendirian.

Aku bergumam.

"Aku fikir dia mengajakku kerja karena ingin menyetubuhiku nanti. Tapi ternyata aku salah." Sambungku.

Aku tersenyum senang, aku sudah memutuskan untuk ikut kerja dengannya.

Toh sekarang kecemasanku terhadapnya sudah hilang.

Tuhan..

Semoga ini memang awal yang baik untuk aku memulai kehidupan yang baru.

Bersambung~

the part two i Will try to use English language

Ikbal_Saputra_8964creators' thoughts