webnovel

tugas anak lain

Setelah sedikit berdebat, pada akhirnya Bela bersedia untuk membantu Andi mengerjakan tugas. Meski sebenarnya dia tidak terlalu paham dengan tugas tersebut, tapi dia mau membantu supaya sekalian mempelajarinya lebih dulu. Sehingga nanti dia bisa lebih mudah saat mengerjakan tugasnya sendiri.

Dan juga soal tugasnya itu, dia masih perlu untuk meminta maaf dari Riki. Jika tidak maka bisa-bisa tugas mereka terlantar begitu saja. Atau mungkin salah satu dari mereka akan mengerjakan secara individu dan mencoret nama satu lainnya dari kelompok.

Membayangkan betapa rumitnya itu akan menjadi membuat Bela merasa pusing. Dia menggelengkan kepala, lalu kembali fokus pada tugas Andi yang sedang dia bantu kerjakan itu.

"Tolong diktekan yang ini," pinta Andi.

Bela pun menurut. Dia mengambil buku cetak dan membacakan bagian yang diminta Andi.

Setelah menghabiskan beberapa saat bersama Andi mengerjakan tugas tersebut, Bela sangat sadar kalau Andi tidak benar-benar butuh bantuan. Bocah itu bisa menyelesaikan sendiri jika mau.

Bela heran mengapa Andi terus-terusan meminta bantuan dari dirinya. Persis seperti yang Bela ingat dari kenangan masa kecil mereka, Andi adalah anak yang pintar. Sama seperti Riki.

Sangat berbeda dengan Bela yang hanya belajar saat diperlukan saja.

Setelah membacakan bagian yang diminta Andi, Andi juga sudah selesai menulis dengan didikte, Bela pun hanya diam saja menatap Andi yang melanjutkan tugas tanpa membutuhkan bantuan lagi.

"Kenapa kau meminta bantuanku kalau kau bisa menyelesaikan semuanya sendiri?" Bela bertanya. Dahinya sedikit berkerut dan menatap Andi dengan heran lebih dari penasaran.

Andi mengangkat wajah dari buku untuk menatap teman sekaligus tetangganya itu. Dia terdiam sebentar, seperti sedang berpikir apa yang perlu dia katakan saat itu. Bela sampai merasa lumutan menunggu jawaban bocah tersebut.

"Aku tidak suka mengerjakan tugas sendiri," jawab Andi pada akhirnya sambil mengangkat bahu tidak peduli.

Setelah mengatakan hal tersebut dia kembali fokus pada tugasnya dan mengabaikan Bela. Dia tidak tahu kalau rahang gadis itu sampai jatuh sakit tidak percayanya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Jadi kau membawaku perpustakaan hanya karena aku tidak ingin sendirian?" Bela berdecak.

Dia pikir dia memang diperlukan sehingga laki-laki itu meminta bantuannya. Bela sudah merasa dirinya sedikit pintar karena dimintai tolong untuk membantu mengerjakan tugas. Siapa yang menyangka kalau dia hanya meminta untuk ditemani saja.

Seketika Bela merasa tidak berguna. Dia memang bukanlah seseorang yang bisa diandalkan masalah akademi seperti ini. Salahnya sendiri yang langsung merasa di atas angin hanya karena dimintai tolong saja.

Setelah itu, tidak ada lagi yang bisa dilakukan Bela. Andi tidak meminta tolong apa-apa lagi, sehingga yang bisa dia lakukan hanyalah diam saja menonton bocah laki-laki itu mengerjakan tugasnya.

Setelah beberapa saat gadis itu pun mulai merasa bosan. "Apa ada yang bisa aku bantu? Aku bosan hanya menontonmu saja."

Andi berhenti menulis, dia tampak berpikir selama beberapa saat. dia memikirkan apa yang kira-kira bisa dilakukan oleh Bela. Kemudian dia meminta untuk kembali didikte lagi. Karena memang tidak ada hal yang bisa dilakukan selain itu.

Bela mulai membacakan kalimat demi kalimat dengan kecepatan yang lumayan telat dan suara yang tidak terlalu keras juga. Tentu saja karena mereka sedang berada di perpustakaan. Berhubung mereka berada di pojok, mereka bisa sedikit berisik tanpa mengganggu yang lain.

Namun setelah beberapa saat, perhatian Bela teralihkan oleh orang lain yang dia lihat sedang mencari-cari buku di rak dekat mereka.

Bela tetap membaca untuk Andi, tetapi dia juga terus berusaha untuk memperhatikan sosok itu yang semakin dekat dengan keberadaan mereka. Lalu saat tanpa sengaja sosok itu menoleh, matanya bertemu dengan Bela.

Bela berhenti membaca. Gadis itu terdiam seketika.

"Lalu apa lagi?" tanya Andi saat Bela berhenti mendiktenya.

Sadar kalau Bela sedang memperhatikan ke arah rak-rak buku, Andi pun mengikuti pandangan gadis itu. Dia menemukan Riki berdiri di sana, dengan sebuah buku di tangannya dan mata yang menatap lurus Bela.

"Kau di sini juga?" Andi mencoba untuk berbasa-basi dengan teman sebangku Bela itu.

Bela mengerjap setelah tanpa sadar dia menahan napas saat bertatapan dengan Riki. Dia mendadak merasa gugup. Karena dia teringat dengan kejadian di mana dia lupa untuk datang ke perpustakaan dan justru membantu Andi kabur dari para penggemarnya.

Entah mengapa dia takut Riki akan marah dengan dirinya karena dia bisa berada di perpustakaan di saat orang lain yang memintanya.

Riki hanya membalas singkat basa-basi Andi sebelum pergi meninggalkan mereka berdua.

"Ayo lanjut," ujar Andi, kembali menyuruh Bela supaya membacakan lagi untuk dirinya.

Bela berdeham. Mencoba mengumpulkan kesadarannya dan keluar dari kegugupannya itu. "Tadi sudah sampai mana?"

Andi membaca bagian mana yang dia tulis terakhir.

Bela mengangguk lalu lanjut membacakan bacaan tersebut untuk Andi.

Kemudian waktu berlalu dan jam masuk pun datang. Mereka kembali ke kelas dengan tugas Andi yang hanya kurang sedikit lagi untuk sampai selesai.

Melihat hal itu membuat Bela merasa buruk. Karena dia mengingat tugasnya sendiri yang masih belum mulai di kerjakan sama sekali. Semua karena dirinya yang sejak awal sok tidak mau diajak mengerjakan tugas bersama Riki.

Andai saja dia tidak begitu, maka semuanya tidak akan jadi serumit ini.

Begitu sampai di kelas, Andi langsung mendapatkan perhatian dari anak-anak seperti biasa. Sementara Bela hanya mendapat perhatian dari satu orang saja. Riki.

"Tugasmu sendiri belum dikerjakan, tapi kau malah mengerjakan tugas anak lain," dengan sinis Riki berkata. Dia menatap Bela dengan pandangan tidak bersahabat.

Sementara itu Bela tidak tahu harus apa. Dia merasa bingung dengan perubahan Riki yang tiba-tiba. Tadi pagi dia begitu perhatian sampai menjemput ke rumah segala. Lalu mendadak dia menjadi sinis begini kepadanya.

Bela menghela napas. Tidak tahu harus bereaksi macam apa.

"Apa kau begitu senang membantu orang lain sampai tidak punya waktu untuk mengurus tugasmu sendiri?"

Lagi, Riki berujar begitu sinis dan membuat telinga Bela iritasi mendengar kalimat yang begitu tajam itu.

Bela ingat dia sudah memohon maaf pada bocah laki-laki itu dan meminta supaya mereka bisa segera mengerjakan tugas kelompok mereka. Bela sudah meminta maaf untuk setiap drama yang terjadi di antara mereka berdua.

"Kenapa kau tidak menjadi kelompok Andi saja sekalian?"

"Astaga, Riki," Bela berujar frustasi. "Bukankah aku sudah memintamu supaya kita bisa mengerjakan tugas ini? Kau sendiri yang berlagak tidak memaafkanku. Kenapa sekarang tiba-tiba kau menyalahkanku saat membantu anak lain mengerjakan tugas?"

Riki melengos.

Dia sadar kalau dia memang salah, tetapi dia entah mengapa tidak suka saat melihat Bela bersama dengan Andi. Dia masih ada yang tidak benar, tidak seharusnya mereka berdua bersama. Riki merasa dia perlu untuk memisahkan mereka berdua.

Riki tidak sadar kalau dia baru saja merasakan kecemburuan.