webnovel

ZOMBIE AREA

Wabah zombie semakin meluas, kota-kota disekitar Seoul telah mati. Hal ini berawal dari para peneliti yang mengembangkan senjata biologis manusia. Mereka mengembangkan manusia-manusia mutan yang dapat bermutasi dan dapat meningkatkan kekuatan pada setiap keadaan. Zombie yang telah bermutasi mencipatakan dua golongan zombie, yakni zombie mutan dan zombie monster yang lebih ganas dan telah kehilangan kemanusiaan. Nenek Nam yang tinggal di sebuah Panti Jompo di pegunungan, mau tidak mau harus keluar dari Panti Jompo untuk mencari bantuan yang katanya, ''Pemerintah mengoperasikan Tim Evakuasi Udara.'' Mendengar sang cucu telah berada di gedung evakuasi, membuat nenek Nam membangun semangat untuk mempertahankan nyawanya. Ia bersama enam lansia, bergerak sembunyi-sembunyi di kota Zombi menuju perbatasan kota. Tetapi mereka tidak tahu, bahwa ada banyak misteri yang meliputi tiap mayat hidup di kota itu. Siapa yang mati? Siapa yang berkorban? Siapa yang selamat? Atau mungkin tidak ada! Semuanya tak dapat diramalkan, kecuali anda membaca seluruh ceritanya. Cerita ini dikemas dalam 5 vol. atau 5 season. Anda dapat memilih setiap season yang ingin dibaca, #Sekilas Daftar isi Novel. Season 1, perjuangan para lansia dan seorang ketua perawat menuju gedung isolasi. season 2, menceritakan cucu nenek Nam, Yeo Han dan para mahasiswa bergerak menuju gedung isolasi. Cerita nuansa anak muda in tidak kalah mendebarkan, karena mengikuti pola pikir anak muda untuk menemukan cara selamat. season 3, menceritakan seorang mutan zombie yang melawan mutan dalam dirinya. Zombie yang berusaha mempertahankan kesadaran kemanusiaannya. season 4 dan 5, menceritakan penelitian besar dan hasrat para mutan untuk membangun peradaban tersendiri di tengah manusia. [ akan ada perang besar antara manusia dan mutan zombie ].

Vince_Umino · Action
Not enough ratings
271 Chs

Main Game Bareng

Malam sudah semakin larut, Yeo Ran sedang menidurkan anak terkecilnya, Yeo Ning. Dalam rumah kecil itu, suara televisi yang berbaur dengan respon nenek Nam, masihlah terdengar. Pada pukul 09.30 malam, datanglah si cucu pertama, pemuda yang suka keluyuran malam dan berkumpul bersama teman-temannya.

Saat kelahirannya, pemuda itu diberi nama oleh nenek Nam dengan nama Yeo Han dan kini telah duduk di kelas tiga Sekolah Menengah. Yeo Han sedikit mirip ayahnya dan lebih banyak mirip sang kakek yang sudah meninggal, sehingga Yeo Han selalu mendapatkan perlakuan sayang dari nenek Nam. Sedangkan Yeo Ning lebih mirip Yeo Ran dan sedikit mirip nenek Nam.

Yeo Han adalah siswa yang disenangi di sekolah maupun di komplek perumahannya. Tak sekali dua kali, para teman-teman nenek Nam membicarakan pemuda itu. Karena selain rupawan seperti sang ayah, tetapi juga sedari kecil diasuh nenek Nam sehingga Yeo Han sangat sopan terhadap lansia di lingkungan rumahnya.

Bunyi pintu terbuka di sela suara TV yang berisik masih merenggut perhatian Yeo Ran. Dilihatnya penampilan sang anak, mulai dari rambut yang diwarnai cokelat terang serta seragam sekolah yang tak diganti semenjak pulang dari sekolah.

''Aku pulang!'' suara ceria Yeo Han membuat volume TV dikecilkan sang nenek.

Akan tetapi, kedatangan pemuda itu mengesalkan sang ibu. Yeo Ran berjalan dengan langkah-langkah panjang ke arah Yeo Han. Pemuda itu membenamkan matanya dalam-dalam, seolah-olah akan tahu perlakuan apa yang akan diterima dari ibunya.

''Pulang malam lagi dan kali ini berapa yang kau habiskan untuk main game? Ibu sudah bilang, berhenti keluyuran dan membuang-buang uang untuk game! Belajarlah yang benar, kalau begini terus mau jadi apa kau nanti, hah!'' Yeo Ran main pukul pada punggung anak tertuanya.

Sembari berkata maaf, Yeo Han memeluk tubuhnya, menahan pukulan demi pukulan kedisiplinan dari sang ibu. ''Aku hanya main sebentar setelah latihan Taekwondo. Ah, sakit! Berhenti memukuli punggungku.'' Pemuda itu memohon dengan suara yang meronta-ronta minta dikasihani.

''Jangan berani berbohong! Ini akibat pergaulanmu dengan teman-teman yang nakal. Sakit ini agar kau mengingat untuk pulang cepat dan tak menyia-nyiakan waktu belajar. Jadilah contoh untuk adikmu, Yeo Han!'' pukulan demi pukulan digiring dengan suara bentakan. Pemuda itu hanya dapat menyerahkan diri. Meski dipukuli, ia tak lari.

''Kalau ibu tahu aku bekerja sambilan, nenek pasti akan memarahi ibu,'' kata Yeo Han dalam hati.

Bekerja sambilan sebagai pencuci piring di salah satu restoran mewah dilakukan Yeo Han demi mengikuti turnamen Taekwondo. Tak mungkin baginya untuk meminta biaya tambahan mengingat tempramen ibunya yang menggebu-gebu dan agak pelit. Semisalnya diceritakanpun duduk masalahnya, ia harus membuat alasan terkait pentingnya turnamen itu, kalau tidak mau disebut membuang uang dan waktu belajar lagi. Bagi ibunya, ekstrakulikuler hanya sebagai tambahan nilai dan yang paling utama adalah sekolah dan belajar.

Begitu Yeo Ran melayangkan tangannya lagi, nenek Nam menahannya lalu kata si tua itu dengan amarah yang memupuk, ''Beraninya memukuli cucuku! Biarkan dia menikmati masa mudanya. Bukankah dulu kau juga pernah pulang malam. Jangan menghalanginya mencari pengalaman. Yang penting dia pulang dengan selamat—''

Belum selesai si tua itu berbicara, Yeo Ran menyambar, ''Ibu selalu membelanya. Itulah sebabnya didikan ku selalu tak dihiraukan Yeo Han karena ibu selalu ikut campur. Aku bisa mengurusnya sendiri! Sebaiknya ibu lekas tidur, tidak baik bagi orang tua tidur terlalu malam."

Ketika itu Yeo Ran berusaha menarik bahu anaknya yang bersembunyi di belakang sang nenek. Perkelahian itu berujung lerai saat anak terkecil tak sengaja memecahkan gelas di dalam kamar. Dan sang ibu akhirnya melepaskan Yeo Han lalu pergi melihat anak terkecilnya.

Nenek Nam mengelus bahu si cucu dengan sayang dan meminta Yeo Han untuk lekas mandi dan makan. Walau punggung lebar itu sudah babak belur, seakan-akan tak pernah mengalami rasa sakit Yeo Han masih mampu memberikan senyum pada Nenek Nam sembari memutar-mutar lengannya, melemaskan persendian.

Pada pukul 10 malam, nenek Nam menjenguk Yeo Han yang sedang main game dalam kamar. ''Kenapa kau belum tidur juga, hah ...? Kalau laki-laki tidur terlalu larut tak baik terhadap vitalitas. Seandainya terlambat punya anak, kasihan istrimu nanti.''

Cucunya terkikik geli, lalu bangkit dari duduk dan menggandeng lengan nenek Nam. Diajaknya duduk di depan TV di samping ranjang dengan tak lupa menyelipkan bantal di pantat sang nenek. Perhatian kecil itu membuat nenek Nam tersentuh. Ia tersenyum-senyum sendiri.

Nenek Nam memegang satu stick game, begitu dipencetnya beberapa tombol, karakter game mulai bergerak-gerak. Yeo Han ber-oh ria melihat hal itu, lantas katanya dengan sedikit dibumbui senyum, ''Wooo ... Nenek bisa memainkan stick game. Pernah main game kah?''

Nenek Nam tak menggubris tatapan cucunya. Melalui kaca mata yang sering melorot itu, ia fokus melihat ke layar TV sambil menjawab, ''Ini persoalan mudah, walau zaman aku dulu masih belum ada.'' Nenek Nam penasaran ketika melihat ke layar TV. ''Aduh ... makhluk apa itu? Mengerikan sekali! Apa itu hantu? Kenapa kau senang bermain dengan hal yang seperti ini.''

Yeo Han tertawa melihat sang nenek memasang tampang jijik. Lantas katanya, ''Nenek takut? Itu zombi namanya.''

''Zombi, makhluk seperti apa mereka? Apa mereka habis dikeroyok? Itu wajahnya babak belur semua. Ah, bisa-bisa aku bermimpi buruk sehabis ini.''

Yeo Han lagi-lagi tak kuasa menahan tawa. Dan kini Nenek Nam menahan diri karena takut membangunkan Yeo Ran. Sehabis berdeham, pemuda itu menegakkan punggung kemudian melipat tangan di dada, matanya melirik pada nenek Nam. Ia mengembuskan napas serta merapatkan bibir yang tersenyum tipis. Wajahnya mendekati nenek Nam, ujung alis tebalnya mengerut, serius.

''Nenek ...,'' katanya berbisik dangan hati-hati, ''Mereka makhluk pemakan manusia. Dengar, Nek! Orang-orang seperti itu cara jalannya tidak seperti orang normal dan mereka bisa mati. Itu namanya Zombi. Kata orang-orang, pemerintah pernah menangkap pelaku pembunuhan dengan wajah yang aneh seperti itu. Dan para ilmuan menduga, pelaku pembunuhan tersebut, Zombi. Di beberapa acara TV yang sering mengangkat kisah itu, kebanyakan korbannya orang-orang berbadan gemuk dan dagingnya banyak. Kalau dilihat-lihat, Nenek bisa jadi salah satunya ...,'' Nada bicaranya yang setengah menakuti dan setengah bercanda itu membuat Nenek Nam memukul lengannya.

''Orgg! Omong kosong! Pelaku pembunuhan yang kau bicarakan itu karena dia gila dan diisolasi. Kau pikir nenek mu ini tidak baca berita koran,'' lawan nenek Nam dengan nada ketus.

Mereka bermain game usai puas saling mengalahkan dengan kata-kata masing-masing. Tengah malam itu, nenek Nam berbaring di samping Yeo Han yang tertidur lelap. Rasa cinta pada sang cucu membuat tangan keriput itu membelai rambut cokelat Yeo Han. Ditariklah selimut hingga menutupi tubuhnya dan Yeo Han. Senang sekali hatinya, bahwa sang cucu tak pernah menolak untuk tidur bersama, setidaknya mengobati rasa rindu pada suaminya yang telah tiada. Kalau ia tidur bersama Yeo Han, serasa tidur bersama almarhum suaminya, karena wajah cucunya itu sangat mirip.

Meski tidak dapat dipungkiri, kepercayaan dirinya perlahan-lahan hilang. Pasalnya, siapa yang mau tidur satu ranjang dan satu selimut bersama manusia setua dengan bau badan yang tak tertahankan itu. Kebanyakan anak-anak muda lebih senang belajar dan menghabiskan waktu di luar dari pada bergaul bersama orang tua lanjut usia seperti dia.

Mata nenek Nam memandangi wajah Yeo Han, mulai dari kelopak mata berbulu lentik, bilah-bilah halus alis nan tebal, hingga turun ke hidung nan kokoh. Kulit putih kuning langsat nan lentur dan bersih hingga pada helaian rambut yang jatuh menutupi dahi. Semuanya dibungkus dengan sempurna. Nenek Nam sangat suka jika memuji pesona wajah cucunya itu, sudah seperti dipertemukan kembali dengan suaminya di masa lalu.