webnovel

ZEN: Didunia Fiksi

Seorang remaja pria yang meninggal karena menyelamatkan teman masa kecilnya. Remaja itu lalu ditemukan oleh sebuah cahaya dan diberikan kehidupan kedua, untuk menjelajahi dunia anime dengan system yang diberikan kepadanya. . . Perhatian: - Saya tidak memiliki karakter apapun yang ada didalam cerita ini. - Saya juga tidak memiliki gambar yang digunakan pada sampul. - Cerita ini akan beralur lambat namun kadang kadang cepat. - Saya adalah penulis baru, saya membuat novel ini hanya karena kesenangan semata dan untuk belajar. Jadi jika ada masukan, saya akan sangat amat terbuka untuk menerimanya.

AciaRhel · Anime & Comics
Not enough ratings
275 Chs

Menyadarkan Alice

Mendengar perkataan Zen tentang Selka, Alice merasa sesuatu mengganjal dari dirinya. Namun dia membuang apa yang dipikirkannya saat itu dan terus menyerang Zen.

Pertarungan mereka sangat intens, Zen melihat Alice yang tidak menghiraukan perkataannya akhirnya menambah sedikit kekuatannya. Dengan sigap Zen mengaktifkan skill dari kedua pedangnya dan memunculkan Es dan Kegelapan disaat bersamaan.

Zen lalu memunculkan beberapa meteor es dan menerjang kearah Alice, melihat ini Alice langsung mengubah kembali pedangnya menjadi bunga api emas dan mencoba menghalau serangan Zen tersebut.

Melihat Alice yang teralihkan, Zen menyerang dengan skill kegelapannya dan langsung menebas Alice, hingga dirinya terpental menuju tembok tempat ini. Zen lalu mendekat, namun kali ini dia menancapkan pedang birunya dan membekukan diri Alice hingga menyisakan kepalanya saja saat ini.

"Apa yang kau lakukan, langsung saja membunuhku." Kata Alice.

Namun Zen mulai mengaktifkan sebuah barier dan memisahkan dirinya bersama Alice dari tempat itu agar tidak ada yang melihat mereka, karena Zen menggunakan skill barier invisible dan membuat mereka tidak terlihat dari luar.

"Mengapa kamu menghiraukan aku kriminal, cepat bunuh aku" kata Alice.

"Bisakah kamu diam dan mendengarkan aku!" teriak Zen yang mulai sedikit terganggu dengan teriakan Alice tersebut.

"Beraninya kamu meneriaki ku, aku bersumpah akan membunuhmu jika aku terbebas dari es ini" kata Alice.

"Baiklah - baiklah" kata Zen.

Zen perlahan mendekat kearah Alice dan wajahnya saat ini sudah berada didepan wajah Alice dan sangat dekat saat ini.

"A-Apa yang kamu lakukan" kata Alice.

"Hm... ternyata benar, kamu lumayan mirip dengan Selka" kata Zen.

"Tunggu, bagaimana kamu mengetahui tentang nama Selka?" kata Alice karena dia melihat sebuah ingatan singkat setelah mendengar nama tersebut.

"Oh.. kamu tidak mengetahui tentang adikmu?" tanya Zen.

"Adik? apa mahsutmu kriminal, aku merupakan ksatria intgritas yang dikirimkan langsung oleh Dewi Stacia, bagaimana aku mempunyai adik?" kata Alice.

"Oh.. kamu mempercayai tipuan tersebut? Kamu sangat pintar Alice, apakah kamu benar – benar mempercayai semua itu?" kata Zen.

Lalu Alice mulai memikirkan perkataan Zen tersebut, memang ada beberapa hal yang ganjil yang masih mengganjal dalam hatinya, namun dia masih belum sepenuhnya mempercayai Zen saat ini.

Zen sebenarnya bisa saja langsung mengubah ingatan Alice, namun dia memutuskan untuk membuatnya sadar dengan kemauannya sendiri, agar Alice menjalani kehidupannya dengan apa yang dipikirkannya, bukan apa yang diubah darinya.

"Kalau benar apa yang kamu katakan, lalu siapa yang membuat semua kebohongan ini kalau begitu?" tanya Alice.

"Tentu saja orang yang kamu sebut Administator atau apapun itu, wanita yang suka telanjang yang berada diatas gedung ini" kata Zen.

"Berani – beraninya kamu menghina sang Pendeta Agung" kata Alice.

"Lalu bisakah kamu menjelaskan bagaimana kamu dilahirkan, dan tumbuh besar menjadi seperti sekarang ini?" kata Zen.

"A-Aku...." kata Alice terpotong karena dia tidak mempunyai ingatan tentang masa kecilnya tersebut.

"Kenapa? kamu tidak mengingatnya?" kata Zen.

"Diamlah, Pendeta Agung mengatakan ingatan kami dikunci oleh Dewi Stacia" kata Alice kembali.

Lalu Zen kembali mendekat dan menceritakan tentang Selka, Desa Rulid dan bagaimana dia ditangkap oleh ksatria integritas dan sebagainya. Zen mulai menceritakan berbagai hal tentang Alice dan adiknya.

Tidak hanya itu, Zen juga menceritakan kebusukan tentang Quenella beserta pasukan dari Dark Territory kepada Alice. Alice saat ini masih mendengar perkataan Zen tersebut, namun sekarang dia merasakan bahwa perkataan Zen tidak mengandung kebohongan apapun.

"Lalu apakah mau mempunyai bukti atas perkataanmu itu?" kata Alice.

Lalu Zen berjalan kebelakang Alice dan mulai mengeluarkan kedua pedangnya dan mulai menghancurkan tembok dibelakangnya dan menyebabkan lubang besar. Zen lalu melepaskan Alice dari penjara Esnya.

"Ikuti aku" kata Zen.

Lalu Zen berjalan keluar dari tembok tersebut bersama Alice yang mengikutinya dan sekarang berdiri pada tepi yang berada digedung ini.

"Lihatlah patung itu" kata Zen

Tiba – tiba patung yang berada ditepi bangunan ini mulai berubah menjadi monster dan mulai menyerang mereka berdua. Namun tembok dibelakang mereka mulai kembali seperti semula dan menjebak mereka disana.

Zen dan Alice lalu mengeluarkan pedang mereka dan mulai menyerang monster yang menyerang mereka dan mengalahkannya dengan mudah.

"Bagaimana?" kata Zen

Alice lalu terduduk ditempat tersebut dan memeluk kakinya karena apa yang dikatakan Zen mungkin benar, karena perkataannya tentang Dark Territory saat ini benar.

"Benarkah aku memiliki adik?" tanya Alice kembali.

"Yap, namanya Selka seperti yang aku ceritakan tadi" kata Zen yang ikut duduk disamping Alice pada tepian tersebut.

"Lalu apakah perkataanmu tentang pendeta agung yang membuat kami para ksatria integritas adalah benar?" tanya Alice sekali lagi.

"Iya, dan tugasku untuk mengalahkannya" kata Zen.

Alice mendengar itu masih termenung saat ini. Memang sebenarnya dia sering mengumamkan nama Selka dalam kehidupannya. Terlebih lagi, beberapa ingatannya juga hilang, sama seperti perkataan Zen kepadanya tadi.

"L-Lalu, jika perkataanmu benar, bisakah kamu mengantarkanku kedesa Rulid dan bertemu dengan adikku beserta keluargaku?" tanya Alice.

"Sudah kubilang, aku menjanjikan adikmu untuk membawamu pulang" kata Zen.

Mendengar ini Alice hanya tersenyum dan mulai menghadap langit dunia ini. Lalu dia mulai melepaskan sumpah ksatrianya, namun tiba – tiba saja matanya berubah merah. Melihat ini Zen memegang pundak dari Alice dan menenangkannya.

"Tahanlah oke" kata Zen lalu memeluk Alice.

Namun tiba – tiba saja matanya yang merah tadi mulai pecah dan tiba – tiba langsung kehilangan kesadarannya saat ini.

.

.

Beberapa saat kemudian, Alice tersadar dan mendapati dirinya sudah terbaring disebuah taman tempat dia bertarung dengan Zen sebelumnya. Dia mulai menoleh dan menemukan Zen sedang berbaring disebelahnya sambil menikmati suasana disini.

"Akhirnya kamu sudah sadar" kata Zen.

Lalu Zen bangun dan mulai merapalkan mantra untuk menyembuhkan mata dari Alice yang pecah tadi.

"Terima kasih, dan juga bisakah aku memanggilmu Zen" kata Alice.

"Tentu saja, Lalu apakah kamu akan mengikutiku mulai sekarang?" kata Zen.

Alice mendengar ini hanya mengangguk dan akhirnya mereka berdua mulai beranjak dari tempat tersebut.

.

.

Sementara itu di dunia nyata, saat ini Rinko sedang menyelesaikan sebuah rancangan tubuh, guna menjadikanannya sebagai sarana untuk Fluctlight dari Eugeo. Sebenarnya Rinko saat ini masih merasa janggal dengan apa yang dilakukannya saat ini, karena saat ini dia merasa seperti ada yang sedang mengawasinya.

Namun setelah beberapa lama, akhirnya dia membiarkan perasaannya tersebut dan melanjutkan untuk membentuk rancangan sebuah tubuh dari AI. Setelah beberapa jam akhirnya rancangannya tentang tubuh AI akhirnya berhasil.

"Akhirnya selesai" kata Rinko

Lalu dia mulai mengambil gelas kopinya dan meminum isinya, namun ternyata kopinya sudah tidak tersisa dari gelas tersebut. Lalu dia mulai beranjak dan mengisi kembali gelasnya dengan kopi.

Namun tiba – tiba, layar komputer yang diapakainya tadi tiba – tiba terjadi beberapa gangguan. Namun saat Rinko kembali, layarnya sudah kembali seperti semula saat ini.