webnovel

ZEN: Didunia Fiksi

Seorang remaja pria yang meninggal karena menyelamatkan teman masa kecilnya. Remaja itu lalu ditemukan oleh sebuah cahaya dan diberikan kehidupan kedua, untuk menjelajahi dunia anime dengan system yang diberikan kepadanya. . . Perhatian: - Saya tidak memiliki karakter apapun yang ada didalam cerita ini. - Saya juga tidak memiliki gambar yang digunakan pada sampul. - Cerita ini akan beralur lambat namun kadang kadang cepat. - Saya adalah penulis baru, saya membuat novel ini hanya karena kesenangan semata dan untuk belajar. Jadi jika ada masukan, saya akan sangat amat terbuka untuk menerimanya.

AciaRhel · Anime & Comics
Not enough ratings
275 Chs

Berakhir

Miledi hanya melihat serangan besar yang sudah dirapalkan oleh musuh yang sangat dibencinya saat ini. Dia mulai menyesali kekuatan yang dimilikinya, yang menurutnya masih sangat lemah, karena dia sudah mempunyai kesempatan kedua tetapi dia sia – siakan dan akan mati ditempat ini.

"Lyu.. Zen... kuharap kalian bisa membunuhnya" itulah kata – kata terakhir yang dia ucapkan sebelum skill mematikan tersebut mengenainya.

Perlahan Miledi sudah menutup matanya dan bersiap menerima serangan yang mengarah kepada dirinya saat ini. Walaupun dia menutup matanya, sinar dari serangan Ehit tetap menembus kelopak matanya yang sudah tertutup sangat rapat.

Dengan kepalan tangannya, Miledi bersiap menerima serangan Ehit yang mengarah kearahnya, yang seakan sudah pasrah untuk mati ditempat ini. Namun sinar yang menembus kelopak matanya saat ini, tiba – tiba saja terhalang oleh sesuatu.

"Apakah kamu sudah menyerah?"

Begitulah sebuah suara yang dia dengar disela - sela serangan yang tak kunjung datang kearahnya. Tentu saja Miledi langsung membuka matanya saat itu juga, dan dia sekarang melihat punggung dari seorang pria yang saat ini menggunakan kekuatannya, untuk menghalangi skill mematikan yang mengarah kearahnya.

"Z-Zen!" kata Miledi yang melihat Zen masih menghalangi skill mematikan yang hendak membunuhnya, sambil menunjukan senyumnya kepada Miledi saat ini.

Namun saat dia masih memperhatikan situasi Zen yang masih sigap menggunakan bariernya, sahabatnya yaitu Lyutillis sudah berada disampingnya dan mulai membantunya untuk bangkit dan sebisa mungkin mengobatinya saat ini.

Perlahan serangan mematikan tersebut akhirnya mulai menghilang setelah serangannya berhasil dihalangi oleh Zen. Jiwa Ehit yang melihat itu semakin emosi, namun sebuah hempasan kekuatan Zen, berhasil membuatnya terpental.

"Cih sangat susah melawannya dalam wujud jiwa" kata Zen.

Namun saat Zen sedang berfikir bagaimana melawan Ehit, seekor naga berkepala semiblan yang besar yang sebelumnya melawan Miledi, datang kearahnya saat ini. Tentu saja, Zen menggunakan Katananya dan sudah dipadukan dengan skill petirnya, langsung melesat dari sana dan menebas sepenuhnya masing – masing kepala dari naga tersebut.

Bisa terlihat mayat naga tersebut akhirnya sudah tergelatak tak bernyawa dan kepalanya sudah terpental keberbagai tempat setelah Zen menebasnya. Zen lalu mengangkat tangannya dan membuat sebuah barier berbentuk persegi dan mencoba mengurung jiwa dari Ehit yang saat ini melesat kearahnya.

"Matilah!" teriak jiwa Ehit, namun tiba – tiba saja sebuah barier langsung mengurungnya dengan sempurna saat ini.

"Apa ini?" katanya saat melihat skillnya terhalang sesutu, dan dia sudah terjebak didalam sebuah barier tak kasat mata yang berbentuk persegi.

Zen perlahan melihat sekeliling dan menemukan apa yang dicarinya saat ini. Lyutillis dan Miledi saat ini bingung dengan apa yang akan dilakukan Zen, karena sudah menuju kesebuah tempat yang dipenuhi mayat dan mengambil sebuah mayat Apostle.

Zen perlahan menyeret mayat tersebut menuju ketempat Ehit yang sudah dikurungnya, dan mulai meletakannya didepannya dan bersiap melakukan sesuatu kepada mayat tersebut.

"Bukankah kamu sangat menginginkan sebuah tubuh?" tanya Zen kepada Ehit saat ini.

"Diamlah sampah, berani – beraninya kamu mengurung orang yang agung ini. Kupastikan saat diriku terlepas dari kurungan ini, semua orang yang kamu cintai akan kumusnahkan sepenuhnya dengan penyiksaan yang menyakitkan" kata Ehit penuh amarah.

Saat ini Ehit mencoba untuk menggunakan berbagai skill yang dimilikinya untuk keluar dari barier ini, namun sayangnya dia tidak bisa menghancurkannya, hingga Zen datang didepannya membawa sebuah mayat dari bawahannya.

Zen perlahan menyempurnakan tubuh dari Apostle yang dibawanya sebelumnya, karena dia ingin mencoba untuk menjadikan tubuh ini menjadi sebuah wadah, untuk menampung jiwa dari Ehit yang sudah terkurung didepannya.

"Apa yang akan kamu lakukan Zen?" tanya Miledi saat ini, setelah mendengar Zen akan memberikan sebuah tubuh kepada Ehit.

"Membuatnya merasakan apa itu tidak berdaya" kata Zen yang masih berkonsentrasi membentuk tubuh untuk Ehit.

Setelah semua proses selesai, Zen menggunakan sharingannya yang sudah dipadukan dengan beberapa skillnya, mencoba untuk memindahkan jiwa Ehit kedalam tubuh yang dibuatnya. Ehit sendiri saat ini merasa seperti jiwanya terhisap sesuatu dan tidak bisa menolaknya.

"Apa yang kamu lakukan?!" teriaknya marah, karena jiwa Ehit saat ini sudah tidak berdaya akibat perbuatan Zen tersebut.

"Aku memberimu hadiah" kata Zen sambil tersenyum.

Perlahan jiwa Ehit sudah sepenuhnya memasuki tubuh yang dibuat Zen. Lalu Zen, Lyutillis dan Miledi sudah mengambil beberapa langkah mundur saat ini, untuk memperhatikan kebangkitan Ehit menggunakan tubuh yang dibuatkan untuknya.

Tubuh yang menampung Ehit akhirnya membuka matanya, setelah Jiwa Ehit sepenuhnya sudah memasuki tubuh tersebut. Ehit perlahan mulai bangkit dan memeriksa keadaan tubuhnya saat ini, yang menurutnya amat sangat sempurna.

"HAHAHAHAHAHAHA" suara tawanya mulai menggema pada tempat ini.

"Tak kusangka, manusia sampah seperti dirimu memberikan tubuh yang sangat sempurna untukku" kata Ehit yang mulai mencoba menggerakan seluruh tubuhnya yang baru saja dia miliki saat ini.

"Tetapi, sebagai rasa terimakasihku setelah dirimu membuat tubuhku ini, aku akan langsung membunuh orang yang cintaimu tanpa menyiksa mereka.. hahahahaha" katanya sekali lagi lalu menatap Zen dengan tatapan yang tajam.

Zen sendiri yang memperhatikan adegan tersebut, hanya tersenyum melihat kelakuan pria didepannya yang merasa kemenangannya sudah tepat didepan matanya. Bahkan wanita yang berada dibelakangnya, saat ini mulai cemas karena Ehit sudah berwujud manusia.

"Baiklah, sekarang dimulai dari dirimu" kata Ehit yang mulai mengangkat tangannya dan menciptkan sebuah skill yang besar.

Namun wajah bahagia Ehit mulai berbuah sepenuhnya saat dia tidak merasakan aliran mana pada tubuh saat ini. Dia mulai kembali merapalkan skillnya, namun sekali lagi dia gagal melakukannya dan langsung menatap Zen dengan tatapan yang tajam.

"A-Apa yang kamu lakukan kepadaku?" kata Ehit yang saat ini mulai gemetar karena kemarahannya sudah mulai memuncak.

"Apakah hadiahku yang kuberikan kepadamu tidak cukup? Bukankah kamu hanya ingin sebuah tubuh saja saat ini?" tanya Zen kemudian.

"Dasar sampah" teriak Ehit yang langsung berlari kearah Zen dan mencoba memukulnya.

Namun kepalan tangan Ehit yang memukulnya menggunakan kekuatan dari seorang manusia biasa, hanya ditangkap dengan mudah oleh Zen dan langsung menghempaskannya mundur dan membuatnya terpental beberapa meter.

"Bagaimana rasanya menjadi tidak berdaya?" tanya Zen kemudian.

Ehit sendiri saat ini semakin emosi dibuatnya, karena tubuh yang dia anggap sempurna, sudah menjadikannya seekor sampah yang tidak bisa membuat apapun. Lalu dengan tatapan mematikannya, dia mulai menatap Zen yang saat ini sedang menatapnya dengan memberikan senyum ejekan kepadanya.

"Karena rasa terimakasihku saat mengambil semua harta pada gereja suci, para bawahanmu dan hartamu yang sebentar lagi akan aku kuras, aku membiarkan dua orang wanita dibelakangku yang akan menentukan takdirmu" kata Zen lalu berbalik dan mencoba mencari musuh yang lain untuk dilawannya.

Sedangkan Lyutillis dan Miledi yang masih tercengang dengan apa yang dilihatnya saat ini, hanya tertegun melihat seseorang yang sangat menakutkan dahulu, dan sekarang dikalahkan dengan mudah oleh Zen tepat didepan mata mereka.

Namun lamunan mereka terhenti, saat Zen mulai menepuk bahu mereka masing – masing yang saat ini masih menyaksikan tindakan Zen sebelumnya.

"Silahkan balaskan dendam kalian"