webnovel

Egois nya Arin

Kriiinggg.....

Bel istirahat berbunyi nyaring. Seluruh siswa siswi satu per satu keluar dari kelas mereka masing-masing. Entah untuk pergi ke kantin, ke toilet, ke perpustakaan ataupun ke kelas lain menghampiri pasangan mereka.

Begitu juga dengan Vania yang terlihat gelisah tak karuan.

"Kenapa sih lo? Gak bisa diem kayak orang kesambet apaan aja. Sakit perut lo?" Ketus Dara yang melihat Vania bergerak tak jelas.

"Anterin ke kamar mandi yuk. Aku kebelet nih," sahut Vania.

"Ck, bilang kek dari tadi. Heran gue, segitu cintanya sama bahasa Indonesia sampai gak rela ninggalin pelajaran," cebik Dara sambil berdiri dari duduknya.

Sementara Vivi yang masih sibuk membereskan buku-bukunya itu terkekeh kecil. Dan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kedua temannya yang sedang berbincang itu.

Meninggalkan Vivi di kelas, Dara dan Vania pergi ke toilet lebih dulu. Mereka sudah janjian akan bertemu di kantin, jadi Vivi tidak ikut dengan mereka ke toilet.

Setelah Vania dan Dara meninggalkan kelas, Rayvin masuk menghampiri Vivi. Untuk apa lagi jika bukan menanyakan tentang keberadaan Vania.

Melihat hal itu, Raka menatap tajam Rayvin yang kini berdiri di depan Vivi.

"Dimana Vania? Kok nggak ada di kelas?" Tanya Rayvin to the point.

"Dia sama Dara ke toilet bentar. Tapi, udah janjian sih abis ini ke kantin," jawab Vivi apa adanya.

"Oh, gitu. Ya udah," pungkas Rayvin.

Remaja itu tersenyum miring melihat Raka yang masih saja memperhatikan dirinya. Prinsip Rayvin adalah jangan menyerah apapun yang terjadi.

Selama janur kuning belum melengkung dan Mbak Via Vallen belum manggung, siapa pun bebas menikung.

Ah, tidak. Lebih tepatnya siapa cepat dia dapat.

Tanpa memperdulikan Raka, ia pun pergi meninggalkan kelas 11 IPA-1 itu. Lalu Dimas dan Rizki menghampiri Raka dengan segala keingintahuan mereka berdua.

"Gercep banget sih tuh anak. Mentang-mentang cakep juga," cibir Dimas.

"Untung bener!" Imbuh Rizki.

Mendengar ocehan tidak berfaedah dari kedua temannya itu, Raka mendengus sebal.

"Bisa diam nggak sih? Bikin gue tambah pusing tau nggak. Heran gue, punya hobi kok bikin ribet Mulu," geram Raka dan berjalan meninggalkan kedua temannya itu.

"Lo sih," ucap Dimas.

"Kok gue? Kan lo yang mulai duluan," bantah Rizki tak terima.

"Kan lo yang nyautin,"

"Daripada gue kacangin? Mau lo? Ntar jerawatan gimana?" Sahut Rizki tak masuk akal.

"Apaan sih lo? Gak jelas banget kayak jalan hidup lo," ketus Dimas.

"Yang nggak jelas tuh hubungan lo. Bukan jalan hidup gue!" Elak Rizki tak mau kalah.

Dan berakhirlah dengan pertengkaran tak berujung di antara mereka berdua.

*

*

Setelah menyelesaikan urusannya di toilet, Vania dan Dara keluar berniat untuk pergi ke kantin.

Baru saja mereka melangkah keluar dari toilet, sudah ada Arin dan Elsa yang menghadang mereka di depan pintu.

"Ngapain lo berdua nyempil di situ? Kurang kerjaan?" Ketus Dara dan berusaha melewati dua siswi itu.

Arin membiarkan Dara begitu saja, tetapi tidak dengan Vania. Siswi itu justru menarik tangan Vania dan dengan kasar menghempaskan tubuh Vania ke dinding toilet.

Hal ini tentu saja membuat Vania dan juga Dara terkejut bukan main.

"Aww..." Ringis Vania merasakan tubuhnya yang kesakitan.

Melihat itu, Arin hanya tersenyum miring seakan mengejek.

"Lo apa-apaan sih? Gila ya, lo?!" Geram Dara kesal.

"Diem deh, lo. Ini sama sekali nggak ada sangkut-pautnya sama lo," sahut Arin.

Brakkk!?

Dengan kasar Dara langsung mendorong Arin hingga menabrak pintu toilet.

"Mau ada urusan nya sama gue atau enggak, tapi yang jelas gue nggak suka dengan sikap lo yang seenaknya sama temen gue. Ngerti lo?" Ucap Dara penuh penekanan.

Arin mengepalkan tangannya kuat dan memicingkan mata nya tajam menatap Dara, dan sesaat kemudian beralih menatap Vania lagi.

"Gue mau ngomong sama lo," ucap Arin pada Vania.

"Tentang apa?" Tanya Vania.

"Udah nggak usah dengerin dia!" Sela Dara menarik tangan Vania berniat untuk mengajaknya bergegas ke kantin.

Namun Vania justru melepaskan tangannya dari genggaman Dara.

"Duluan aja. Aku juga ada perlu sama dia," sahut Vania sambil tersenyum palsu.

"T-ta..."

"Udah, kamu tenang aja. Aku bakalan baik-baik aja kok," potong Vania cepat berusaha untuk meyakinkan Dara.

"Ya udah. Hati-hati sama betina macam dia," ketus Dara dan langsung pergi meninggalkan Vania.

Setelah Dara pergi, perhatian Vania sepenuhnya teralih pada Arin. Kini kedua siswi itu saling berhadapan dengan serius.

Atmosfer di dalam toilet itu berubah menjadi dingin dan gelap. Sepertinya akan ada pertengkaran antara Vania dan Arin.

"Sekarang apa yang mau omongin sama aku?" Tanya Vania mengawali pembicaraan.

"Dulu lo pernah bilang kan kalau lo nggak ada niatan untuk deketin Raka?" Sahut Arin yang justru berbalik tanya.

"Iya, lalu?"

"Sekarang gue mau lo jauhin dia," ucap Arin to the point.

Vania yang mendengar itu hanya bisa tersenyum miring.

"Maaf, aku tidak bisa," jawabnya tegas.

"Apa lo bilang? Nggak bisa?!" Bentak Arin lantang.

Vania hanya mengangguk sebagai jawaban. Sementara Arin sudah berada di puncak amarahnya. Dan Elsa pun ikut gemas dengan jawaban dari Vania.

"Terus maksudnya lo deket sama Kak Rayvin juga apa? Kegatelan banget sih jadi cewek," sela Elsa menengahi.

"Aku sama sekali nggak deketin dia. Dia yang mau berteman sama aku, aku harus apa? Masa iya aku nolak? Alasan apa?" Tukas Vania yang mulai kehilangan kesabaran nya.

"Wah, lo bener-bener ya..." Geram Elsa.

"Gue nggak ada urusan apapun soal hubungan lo sama siapapun kecuali Raka. Lo sendiri yang bilang gak deketin dia, tapi faktanya apa?" Ucap Arin.

"Maaf, aku menarik semua yang udah aku ucapin. Karena aku sadar kalau perasaan ku ke Raka lebih dari seorang teman. Dan aku sama sekali nggak takut dengan apa yang bakalan kamu lakuin ke aku misalnya aku masih kekeh untuk dekat sama Raka," sahut Vania tidak gemetar takut sedikitpun.

Tangan Arin melayang di udara hendak menampar Vania, namun dengan cepat Vania menangkap tangan Arin dan menghempaskan nya secara kasar.

"Kalau kamu berani gunain kekerasan, aku juga nggak akan segan untuk bales kamu!" Ancam Vania penuh penekanan.

Arin dan Elsa langsung mendelik takut mendengar ancaman dari Vania. Kedua siswi itu perlahan mundur menjauh dari Vania.

Kini Vania sudah mulai tidak memperhatikan kedua siswi yang ada di hadapannya itu. Ia pun beranjak pergi meninggalkan toilet menyusul Dara dan Vivi.

"Oh iya, setidaknya kamu harus sadar diri dan juga sadar dengan apa yang udah kamu lakuin ke Raka. Kalau kamu masih punya harga diri, kamu pasti tau apa yang seharusnya kamu lakuin kan?" Ucap Vania sebelum benar-benar meninggalkan toilet.

Arin di buat semakin kesal dengan ucapan Vania. Gadis itu berteriak frustasi dan menendang pintu toilet dengan kasar.

"Awas aja ya, lo. Gue nggak akan tinggal diam!" Geramnya.

****

Next chapter