4 Chapter 4 Pengalaman pertamaku dengannya 21++

"Warning!!! Cerita ini hanya boleh di baca dengan usia 21++!!!"

"Untuk yang di bawah umur di larang membacanya!!!"

***

Di kamar hotel 2308

Wei Wei yang masih dalam gendongan pemuda berambut kuning itu, seketika merangkul bahu pemuda itu dengan erat dan mengigit dagu pemuda itu.

"Gadis ini!" Ucap pemuda itu sambil melemparkan gadis itu ke kasur.

Wei Wei yang terangsang karena efek obat itu berkata "Tolong.. Tolong bantu aku.. "

Mendengar ucapan lembut itu, seketika wajah pemuda berambut kuning itu langsung merah merona.

Di tinggalkannya gadis itu di kasur dan secepatnya pemuda berambut kuning itu berlari ke kamar mandi. Di bukanya kacing bajunya secara perlahan dan di putarnya shower yang ada didekatnya itu. Byurrr.. Air shower itu pun menguyur semua tubuh pemuda itu.

Pemuda itu bergumam dalam hati "Aku tidak boleh memanfaatkan situasi ini! Tenanglah!"

Pemuda itu menghempaskan kedua tangannya ke dinding. Plak!

Ia bergumam seorang diri dan menguatkan pikirannya "Aku bukan orang yang seperti itu! "Aku tidak mungkin memanfaatkan situasi seperti ini! Aku juga butuh dokter penguat pikiran untuk membantuku menahan cobaan ini. .. "

Beberapa menit kemudian. Pemuda berambut kuning itu pun keluar dari kamar mandi. Ia hanya menutupi dirinya dengan sehelei handuk tipis. Ia melihat ke arah kasur itu. Ia pun terkejut melihat gadis itu terbaring diatas kasur tanpa mengenakan busana apa pun.

"Aku... Aku merasa tidak enak.." ucap WeiWei yang sedang berbaring di atas kasur itu tanpa mengenakan pakaian apa pun.

Kulit yang mulus...Ya ampun! Apa yang kupikirkan! Cobaan apa lagi ini!? Gumam pemuda itu dalam hati.

Pemuda itu langsung secepatnya menarik selimut yang ada di kasur itu. Lalu di selimutinya gadis yang tanpa busana itu. Secepatnya pemuda itu mengambil handphone yang di letakannya tadi di atas meja sebelah kasur itu.

"Duan! Ambil kotak obatmu dan datang kesini sekarang!" ucap pemuda itu di telepon.

"Dimana kamu?" tanya Duan Xiu di telepon.

"Aku di Hotel Bintang 5. Kamar nomor... "

Belum sempat pemuda itu menyelesaikan perkataannya, Wei Wei yang meronta-meronta di atas kasur yang ditutupi selimut itu tidak sengaja menyentuh bar emas raja monyet pemuda berambut kuning itu lalu di tariknya handuk tipis yang menutupi bar emas milik pemuda itu. Pemuda itu pun terdiam sesaat dan menutup teleponnya.

Pemuda itu terbengong. Benar-benar tidak mengerti harus bersikap bagaimana lagi. Yang ia tahu, gadis cantik itu semakin merajalela dan memancarkan pesona indah dalam kesayuan matanya yang berbulu lentik itu.

"Tolong... " ucap Wei Wei sambil meraba lengan pemuda itu dan merayap sampai ke pundak.

Matanya yang sayu mengikuti rabaan itu. Bahkan kini rabaan tangan itu sampai ke pipi pemuda itu. Jemari tangan gadis itu begitu indah dan lentik. Ia tidak mengenakan kutek perwarna kuku, tapi kuku itu begitu bersih, bening dan menyegarkan jika dipandang. Kulit tangan yang putih itu terasa lembut dan halus sekali pada saat ia meraba pipi pemuda itu.

"Kesabaranku sudah habis! Ingat kamu yang meminta ini!" ucap pemuda itu sambil mencium bibirnya dengan perlahan dan naik ke atas ranjang.

Wei Wei mendesis dengan mata terpejam samar-samar.

Bukan hanya Wei Wei yang bergairah, tapi Pemuda itu pun berdebar-debar dibakar gairah kejantanannya.

Telepon pemuda itu pun berdering.. Kring.. kring...

"Eh, panggilan telepon... " Ucap Wei Wei.

"Tidak perlu! Aku harus memberikanmu lebih banyak tembakan... " ucap pemuda itu

Panggilan telepon itu pun di hiraukan dan di matikan oleh pemuda berambut kuning itu.

Akhirnya perahu cinta mereka pun melaju ke lautan asmara. Terombang ambing dipermainkan oleh ombak.

Pada saat pemuda itu berada di puncak ketinggian asmaranya, ia merasa masuk ke lorong kegelapan. Gelap sekali. Ia menjerit-jerit (Ah.. Ah...) karena dihujam sejuta panah kenikmatan. Tubuhnya bagai didorong melesat melalui lantai yang amat kecil. Pemuda itu berusaha menghentikan tubuhnya yang terdorong cepat itu. Tapi tidak bisa.

Lorong itu sepertinya berbentuk semacam gorong-gorong yang panjang dan sempit. Makin lama lorong itu terasa makin sempit. Kecepatan meluncurnya sudah tidak dapat dihitung. Gerakan itu makin cepat, dan cepat sekali. Pemuda itu bagai melayang entah ke mana, dan tak tahu apa lagi yang dirasakannya.

Sedangkan gadis itu mendesis dan meremas punggung pemuda itu dengan kukunya karena dihujam sejuta panah kenikmatan.

Malam yang dingin itu pun seketika menjadi hangat dan panas dilalui oleh perahu cinta mereka.

***

Beesambung...

avataravatar
Next chapter