webnovel

Yes, Nona

Season 2 Setelah kedua sahabat terbaiknya hidup dengan bahagia, Bryan Smith mulai memikirkan masa depannya. Ia ingin menikah dan merasakan bahagia seperti yang dirasakan Nona dan Franz. Apakah dia akan berhasil bertemu dengan wanita yag ia cintai? Season 1 Franz Rainer adalah Taipan kaya asal Jerman yang sangat suka berfoya-foya. Dengan kekayaan yang tiada habisnya, ia memiliki hobi buruk yaitu suka bergonta-ganti pasangan. Bukan wanita kelas bawah yang selalu mengejar-ngejarnya. Beberapa anak konglomerat di beberapa negara besar juga kerap mengejar-ngejarnya dan berharap menjadi istrinya. “Aku tidak pernah secandu ini kepada wanita. Kau wanita pertama yang membuat jantungku berdebar cepat. Tubuhmu yang hangat seperti selimut yang sangat lembut.” Nona Anastasya. Wanita karir yang bekerja sebagai Manager di perusahaan yang ada di Indonesia. Baginya, harta bukan hal yang sulit di cari. Tidak dengan cintanya. Wanita itu menikah dan bercerai tepat pada hari pertama pernikahan mereka. Wanita yang benci dengan rasa cinta. Franz dan Nona bertemu di waktu yang sangat indah. Sayangnya, Franz juga harus menghilang. Membuat wanita itu semakin benci dengan pria dan memutuskan untuk tidak mengenal pria lagi. Apakah Franz dan Nona akan bertemu lagi? Apa yang terjadi saat mereka bertemu kembali? Apakah Nona masih memberi kesempatan kepada Franz untuk memperbaiki semuanya?

SiscaNasty · Urban
Not enough ratings
303 Chs

Mengalah

Suasana di meja makan itu sangatlah hening. Semua orang mengunci mulutnya dan fokus pada sarapan mereka masing-masing. Nona hanya diam tanpa mau mengeluarkan kata lagi. Ia sangat bahagia karena Bunda Sopia ada di dekatnya. Tapi, Nona takut jika wanita itu sampai tahu kalau ia dan Leon sudah bercerai. Selama ini Nona sudah berusaha keras memberi penjelasan kalau Leon bekerja di luar negeri dan Nona memutuskan untuk tinggal di apartemen karena dekat dengan kantor tempatnya bekerja.

Memang rumah yang kini mereka huni jaraknya cukup jauh jika mau berangkat ke kantor. Jika dari apartemen hanya menempuh hitungan menit saja dengan mobil. Kalau dari rumah ini bisa sampai puluhan menit lamanya.

Bunda Sopia mengukir senyuman setelah menyudahi sarapan paginya. Wanita itu mengambil sebuah paper bag yang ada di atas meja. "Apa ini untuk Bunda?" ucapnya sambil memandang wajah Leon.

Leon mengangguk dengan senyuman ramah. "Ya, Bunda. Leon membelinya sebagai oleh-oleh. Kemarin Leon baru saja  pulang dari Paris," ucap Leon mencari-cari alasan.

Bunda Sopia terlihat sangat bahagia. Wanita paruh baya itu mengeluarkan isi di dalam paper bag tersebut. Betapa terkejudnya ia ketika melihat isi di dalamnya adalah sebuah baju. Bunda Sopia mengambil baju tersebut dan memeluknya dengan senyuman.

"Warna baju ini sangat indah dan modelnya juga unik," puji Bunda Sopia sambil memejamkan mata.

Nona hanya bisa melempar tatapan kesal kepada Leon. Kini posisinya sudah terjebak. Nona tidak lagi tahu harus bagaimana. Tiga tahun perceraiannya selama ini tidak diketahui oleh Bunda Sopia. Bahkan Nona sengaja membayar orang untuk memberi informasi palsu kepada Bunda Sopia agar ia percaya kalau mereka masih menikah.

"Bunda, Leon sama Nonapergi bekerja dulu ya,"  ucap Leon sambil beranjak dari kursi yang ia duduki. Pria itu mengambil tangan Bunda Sopia dan mengecupnya dengan penuh hormat.

"Ya, Nak. Hati-hati. Bunda selalu berdoa agar kalian segera memiliki momongan," ucap Bunda Sopia sambil menepuk pelan pundak Leon.

Leon mengangkat kepalanya. Pria itu memandang wajah Anna dan mengukir senyuman kecil. "Ya, Bunda. Leon juga sangat ingin menggendong seorang Baby."

Anna melempar tatapan menuduh. Wanita itu juga mengambil tangan Bunda dan mengecupnya penuh hormat. Ia tidak ingin terpancing emosi hingga pada akhirnya rahasia yang sudah ia tutupi selama tiga tahun ketahuan oleh Bunda Sopia.

"Nona pergi kerja dulu ya, Bunda." Nona mendaratkan kecupan singkat di pipi kanan dan kiri milik Bunda Sopia. Wanita itu juga tidak lupa untuk memeluk tubuh ibu angkatnya dengan penuh kasih sayang. Untuk beberapa detik, Nona memejamkan mata. Tubuh Bunda Sopia memang selalu saja menjadi sebuah kehangatan yang tidak terkira baginya. Sejak Nona tahu kalau kedua orang tuanya telah tiada, hanya Bunda Sopia yang menemani kehidupannya selama ini.

"Nona, Bunda selalu menyayangimu. Jangan pernah bersedih ya. Apapun masalah yang kau hadapi, Bunda siap mendengar ceritanya," bisik Bunda Sopia ditelinga Nona. Bahkan Leon sendiri tidak mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu. 

"Ya, Bunda," jawab Nona dengan suara pelan.

Tidak tahu kenapa. Pagi itu tiba-tiba saja kedua mata Nona terasa perih. Ia meneteskan air mata dengan hati yang sangat perih. Nona tidak tega membohongi Bunda Sopia hingga separah ini. Ia ingin jujur. Hanya saja, ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Dokter sudah memberi peringatan kepada Nona kalau nyawa Bunda Sopia tidak akan tertolong jika ia sampai memberi kabar buruk seperti ini. Nasi sudah menjadi bubur. Seperti itulah yang di pikirkan Nona. Seandainya saja sejak awal ia memberi tahu perceraiannya secara pelan-pelan, mungkin hal ini tidak akan pernah terjadi. 

"Baby, ayo kita berangkat," ucap Leon dengan wajah berseri. Memang sejak dulu sapaan yang digunakan Leon untuk memanggil Nona adalah Baby. Pria itu memang selalu memanjakan wanitanya layaknya seorang bayi yang baru lahir. Memberinya sejuta kasih sayang dan perhatian yang lebih dari apapun. Walaupun sudah memberikan yang terbaik, tetap saja ia memiliki sebuah kesalahan hingga membuat hubungan mereka tidaklah lama.

"Nona, pergi dulu ya Bunda." Nona berjalan ke arah meja. Ia mengambil tas kerjanya sembari memandang wajah Leon yang hanya berdiri diam di dekatnya. Pria itu memiringkan kepalanya lagi dan memandang wajah Bunda Sopia.

Dengan berani dan tanpa rasa bersalah sedikitpun, Leon melingkarkan kedua tangannya di pinggang Nona. Ia membawa Nona berjalan ke arah pintu utama. Hatinya terasa sangat bahagia walau ia sendiri sangat tahu kalau ini hanya pura-pura.

"Kau memang pria bajingan, Leon! Apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sengaja mejebakku dengan menghadirkan Bunda Sopia di rumah ini?" umpat Nona kesal yang hanya berani di dalam hati saja.

Leon berdiri di samping mobil. Pria itu memberikan jalan kepada Nona untuk masuk kedalam mobil. Supir yang mengantar mereka pagi itu telah duduk di bangku kemudi. Leon ingin pergi mengantar Nona bekerja. Ia tidak ingin Nona naik mobil sendirian seperti biasa. Bagaimanapun juga saat ini Franz masih ada di dekatnya. Leon tidak ingin memberi celah sedikitpun kepada Franz untuk mendekati Nona lagi.

Nona mengatur napasnya bersamaan emosi yang sudah memenuhi isi kepalanya. Kepalanya miring ke kanan dan menatap wajah Leon dengan tatapan dipenuhi amarah. "Mas sengaja melakukan semua ini? Mas, ini tidak lucu. Masalah ini menyangkut nyawa Bunda Sopia. Kenapa Mas harus membawa Bunda Sopia ke rumah ini? Mas pasti tahu kalau Bunda Sopia tidak akan siap menerima kabar perceraian kita," teriak Nona hingga memenuhi seisi mobil. Wanita itu sama sekali tidak peduli walau kini mobil yang ia tumpangi baru berjalan beberapa meter dari rumah.

Leon menghela napas. Pria itu menatap wajah Anna dengan wajah yang sangat tenang. Sau tangannya telah sibuk memasang kancing kemeja yang ada di pergelangan tangan. "Aku tidak ingin menjebakmu. Aku hanya ingin memberi teman untukmu. Beberapa hari lagi aku akan pergi ke Italia. Setidaknya kau memiliki teman saat aku tidak ada. Jangan selalu berpikiran buruk tentangku. Aku tidak sejahat Franz," ucap Leon dengan wajah yang tidak bersalah. Pria itu membuang tatapannya ke arah jendela.

Nona menatur napasnya yang terasa sesak. Lama kelamaan napasnya bisa kembali normal. Dengan tangan terlipat di depan dada, Nona juga membuang tatapannya ke arah jendela. Ia tidak ingin mengatakan kalimat apa-apa lagi.

Namun, tiba-tiba saja supir yang mengemudikan mobil telah memberhentikan mobil tersebut secara mendadak. Tubuh Nona terdorong ke depan saat mobil itu berhenti secara tiba-tiba. Leon segera merentangkan tangannya agar kepala Nona tidak terbentur. Kedua matanya menatap menuduh kepada supir miliknya. 

"Apa kau gila!"