1 Namaku Ajeng

Namaku Ajeng, aku lahir di Jogja 15 Juni 1989, tak terasa ya umur ini semakin lama semakin bertambah? eh apa malah semakin berkurang hehe yang jelas umurku ini sudah tidak bisa lagi dikatakan muda, tapi meski begitu aku tetap bahagia kok.

Dulu ketika aku muda aku ini sulit bergaul, mungkin dapat dikatakan kuper (kurang pergaulan), tapi aku juga memiliki kelebihan loh, aku ini kembang desa dan aku juga anak yg berprestasi, dimasa muda ku dulu aku sering mendapat julukan 'perpus berjalan' entah bagaimana julukan itu lahir, yang jelas aku tidak mempermasalahkannya.

Biar kuceritakan sedikit masa muda ku, dengan begitu kalian bisa lebih jauh mengenal ku. Semua bermula dari aku yang bermodalkan cita-cita menjadi pramugari, ketika aku kecil aku selalu ingin terbang mengudara, dan singgah di beberapa negara. Namun sayang impian ku pupus karna bapak melarang aku menjadi pramugari, ketika aku tanya kenapa, bapak juga bisa jawab "pokoknya jangan neko-neko, bapak nggak suka"

Sejak kecil aku memang hanya tinggal bersama bapak karna ibuku memang sudah meninggal ketika ia melahirkan ku, sangat disayangkan memang tapi mau bagaimana lagi semua sudah takdir yang sang Maha kuasa.

Bapak selalu bisa menjadi bapak sekaligus ibu untukku, bapak pintar membenahi elektronik rumah, mengganti lampu yang mati hingga memasak makanan untuk ku disetiap harinya.

Bapak orang yang sangat tegas dan lembut secara bersamaan, ia akan tegas ketika aku tidak sesuai dengan keinginannya dan ia akan lembut ketika terlalu keras memarahi ku, sungguh bapak yang unik bukan.

Ketika aku ditanya seperti apa type idaman pasangan ku kelak, aku akan menjawab dengan mantap "sama seperti bapak", dan itulah alasan mengapa aku sampai sekarang belum mengikatkan diri pada sebuah ikatan suci alias pernikahan, karna setiap calon pasangan ku tidak bersikap sama seperti bapak, gini-gini aku orangnya pemilih loh.

Lalu aku mulai masuk ke sekolah menengah atas, disana aku menemukan berbagai macam jenis manusia, dan aku menilai orang-orang yang ada disekitar ku rata-rata terlalu berisik dan aku tidak suka itu. Setiap paginya selalu berkelompok sesuai dengan kelompok mereka masing-masing dan entah apa yang mereka diskusikan, aku tidak ada minat mengetahuinya yang jelas itu adalah pemandangan yang paling menyebalkan selama 3 tahun aku bersekolah disana.

Lalu ketika kelas 11, ada anak baru yang masuk ke kelasku, ia pindahan dari luar kota kalau tidak salah ia kota asalnya ialah Surabaya, dan perempuan itu bernama Yura. Dia mirip seperti ku, introvert dan aku memberanikan diri untuk mendekatinya secara langsung. "Yura ya?" itulah ucapan canggung pertama ku, dia terlihat jutek dan judes saat menatap ku pertama kali, ketika itu aku hanya bisa menelan ludah melihat tatapan nya yang sungguh mematikan mental ku.

"hai" jawabnya dengan tersenyum, aku menghela nafas lega, bersyukur penilaian ku terhadapnya ternyata tidak salah, bahwa memang wajahnya itu tampak jutek hanya untuk menjadi tameng harga dirinya semata. Dia mempersilahkan aku duduk, dengan begitu kami mengobrol panjang selama istirahat berlangsung.

Yura adalah teman pertama ku, begitupun sebaliknya aku adalah teman pertama Yura. Entah aku yang pemilih ini merasakan adanya kecocokan sifat dengan Yura, apa memang harusnya anak introvert berteman dengan introvert? mungkin kebanyakan memang seperti itu, tapi tidak semua.

Aku suka menyendiri, Yura juga sama. Aku suka membaca buku di perpus, Yura juga sama. Dan aku memiliki orang tua tunggal, dan Yura juga sama, bedanya ia hanya memiliki mama. Kami kompak untuk mendapatkan nilai terbaik ketika ujian, dan ketika nilai keluar lagi-lagi kita sangat kompak, kita memiliki nilai yang sama.

Aku dan Yura selalu tertawa meski itu tidak lucu sama sekali, dia adalah perempuan yang serius tapi ceroboh, dan kecerobohan nya membuat kita tertawa bersama. Yura selalu menganggapku sebagai kakak sekaligus adiknya, dengan alasan terkadang aku bersikap dewasa namun terkadang juga aku bersikap seperti anak kecil yang minta balon tapi nggak dituruti, ya tepat sekali merengek seperti anak kecil.

Yura sering main ke rumah, bapak sudah anggap Yura seperti anaknya sendiri, sampai terkadang aku cemburu atas perlakuan bapak ke Yura yang aku anggap mungkin sedikit berlebihan. Tapi meski begitu, dihadapan Yura aku akan terlihat seperti mengiklaskan perlakuan bapak ke Yura, tapi ketika Yura sudah pulang aku memarahi bapak, aku bilang "aku nggak suka bapak manja-manjain Yura, anak bapak itu cuma aku, Yura bukan anak bapak" seperti itulah kelabilan ku ketika itu.

Ujian kelulusan pun tiba, aku dan Yura kembali berjuang untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tak ada kata jajan di kantin, yang ada adalah jajan di perpus. Dan seperti biasa hasil kami sama, entah takdir atau apa kami benar-benar memiliki nilai yang sama.

avataravatar