webnovel

Hati yang tahu siapa yang selalu Ia inginkan.

Dika yang melihat situasi canggung itu langsung memecah suasana

"Mir habis darimana nih?." Tanya Dika

"Gue habis dari kantor aja nih. Trus diajakin Abi kesini katanya nyokap Masa Sop Buntut. Yaudah gue juga kosong jadi mampir aja." Jawabnya Ramah.

Mendengar pernyataan Miranda bisa kupastikan Miranda sangat dekat dengan Abi dan keluargnya. Tapi kenapa tiba-tiba aku merasa sedikit sedih begini?Mungkinkah…are you okay jen?. Tidak mungkin. Aku baru bertemu Abi lagi setelah sekian lama. Kenapa tiba-tiba bisa merasa cemburu. Aturan perasaan ini yang dirasakan Miranda bukan aku. Lagi-lagi aku bicara dengan semua isi kepala dan presepsiku. Batinku

"Na, mau nambah?" Tawar Dika

"Ah enggak, udah cukup kok Di." Jawabku tersentak.

Dika yang sepertinya menyadari kejanggalan tingkah lakuku berusaha mengalihkan perhatian orang-orang dengan membuka topik pembicaraan.

"Mah, Papa kapan pulang?." Tanya Gili Basa-basi

"Papa lusa baru pulang, ternyata masih liat orang-orang lapangan di sana. Beberapa ada yang mau dibawa Papa pulang kesini buat bantu-bantu Abi." Jelas Tante Mirna.

"Oh gitu." Jawab Gili yang sudah kebingungan cari topik yang lain.

"Aw!" Jerit ku

Semua mata tertuju padaku. Abi dengan muka panik spontan berdiri berbarengan dengan Gili yang kebetulan disebelahku memegang pundak ku.

"Kamu ga apa-apa Na?" Tanya Dika Panik

"Eh enggak apa-apa, lidahku ke gigit." Jelasku dengan lidah yang tertahan

Tiba-tiba Abi mengarahku dari arah dapur mengambil kan Es Batu dibalut serbet makan.

"Masukin ini kedalam mulut kamu. Biar darahnya berhenti." Kata Abi dengan nada tenang dan tanpa ekspresi.

Gambaran situasi itu betul-betul membuat yang lainnya merasa tambah kaku. Bodoh sekali. Aturan aku tidak mengiyakan untuk masuk dan makan malam disini. Bisa kulihat intense mata Abi dan Dika terhadapku sebentara Miranda yang duduk didepan ku matanya terus memandang Abi dengan mata yang sedih.

"Eh udah duduk lagi aja. Udah gak apa-apa kok." Jawabku berusaha memperbaiki suasana.

"Tante ambilkan obat merah buat kumur2 yah?" Tawar Tante Mirna

"Eh? Eng..gak usah Tante, Enggak Usah." Tolakku dengan nada Panik kalau Tante Mirna udah berdiri duluan.

"Beneran?." Tanya Tante Mirna memastikan kembali.

"Iya beneran kok Tante." Balasku.

Setelah makan malam aku membantu Mba Oya untuk memasukkan Piring ke Dapur meskipun berkali-kali Tante Mirna dan Mba Oya melarang aku tetap bersihkeras karna tidak ingin duduk dengan suasana yang sedikit kaku. Sampai di belakang aku sengaja mengulur waktuku dengan membuat Jeruk peras.

"Kenapa ga keluar duduk aja? Biar Mba Oya yang buat. Biasanya juga Mba Oya yang buatin." Tanya Abi yang tiba-tiba sudah muncul dibelakangku.

"Eh gak apa-apa, sekalian aja..mumpung aku gak tau juga mau ngomong apa di depan Itung-itung biar Mba Oya makannya gak buru-buru. " Jawabku sambil memindahkan perasan jeruk kedalam cerek bening.

"Kamu gak berubah ya. Selalu menghindar." Kata Abi.

"Soalnya kalau aku hadapin, aku bisa merepotkan, kadang bisa nyakitin hati orang atau ga tau gimana cara jawabnya. Jadi kalau bisa menghindar kenapa enggak." Jelasku

"Sampai kapan? Sampai kapan kamu mau mengalah sama sesuatu yang aturan buat kamu bahagia Na?." Tanya Abi.

Tiba-tiba pertanyaan ini menjadi serius, yang tadinya aku hanya menjawab sekenanya namun tak kusangka Abi menganggap statement ku ini sebuah hal yang serius.

Diam Sesaat lalu.

"Kamu yang ninggalin aku Bi waktu itu. " Akhirnya mulutku bisa berkata seperti ini setelah sekian lama aku menahan ini.

"Jen, saat itu saya hanya.." katanya

"Karena kita masih sama-sama kecil bahkan aku yang masih kelas 1 SMA dan kamu baru lulus bukan berarti kamu gak bisa memikirkan hal yang lebih baik Mas." Jawabku

Belum sempat obrolan kami selesai, Tante Mirna dateng

"Eh kok malah Jena yang buat? Mba Oya mana?" Tanyanya

"Lagi makan Tante. Udah gak apa-apa kok Tante. Ini udah mau selesai." Jawabku bergegas membereskan

"Trus Abi kenapa disini?" Jawab Tante Mirna

"Saya bantuin Jena Ma…" Jawabnya Cepat.

"Udah selesai nih. Yuk Tante." Kataku tanpa sedikitpun menoleh ke arah Abi.

Di ruang tamu aku masih melihat Miranda tengah asik berbicara dengan Gili dan Dika terlihat Dika sedang meledek Gili yang belakangan sudah mulai berpacaran dengan teman sekelasnya dilanjutkan dengan Miranda yang melebur didalamnya.

"Silahkan.."Kataku

"Thank you Na…" Kata Dika

"Thank you Na, coba ya aku punya kakak perempuan pasti seru deh." Timpal Gili

"Lonya aja yang terlalu lemah Gi!." Balas Dika meledek.

"Mah liat tuh Mas Dika." Keluh Gili yang sudah tidak kuat dengan ledekan Kakaknya.

"Eh apasih ini malu ah masa udah gede masih aja kaya gini." Kata Tante Mirna.

Handphone ku bergetar ada pesan Ibu sudah menanyakan aku sudah dimana dan kapan pulang. Dengan singkat dan sembunyi-sembunyi ku balas pesannya agar mereka tidak merasa telah menahan ku disini, walaupun sebenarnya memang benar sih. Lalu ku jawab pesan singkat Ibu dengan menuliskan : Sudah di rumah Mas Abi Bu, sebentar lagi pulang. Maaf lama soalnya tadi Jena diajak makan sama Tante Mirna dulu.

Ibu pun menjawab : Oh tidak apa-apa nak pulangnya kamu diantar atau dijemput Mas Jero Na?,

ku jawab kembali : kayanya Jena pulangnya dianter Dika bu.

Ibu membalas : Loh? Memangnya Abi kemana? Kenapa bukan Abi yang anterin Jena?

Aku hanya melihat pertanyaan Ibu dan memilih untuk tidak membalasnya. Tidak mungkin juga aku menjelaskan kepada Ibu bahwa Abi pasti mengantarkan Miranda pulang, pasti akan panjang lagi pertanyaan dari Ibu.

Setelah obrolan serta guyonan kami, jam menunjukkan Pukul 21:00 Malam, Miranda pun Pamit pulang, dan seperti dugaan ku, Abi mengantar Miranda pulang. Aku pun tak mau mengulur waktu dan berpamitan pulang juga. Kali ini Dika yang mengantarkanku Pulang. Terlihat dari wajah Abi sedikit tidak enak karena tidak mengantarku. Tapi aku pura-pura tidak menyadarinya dan memilih langsung masuk mobil setelah berpamitan dengan Tante Mirna.

Di dalam mobil suasana begitu canggung, meskipun aku seumuran dengan Dika, sangat jarang momen dimana kami berduaan seperti ini. Momen itu pun cair ketika Dika mulai bertanya

"Jadi lo setuju dijodohin sama Kakak gue?." Tanya Dika Blak-blakan.

Oh iya, sebelumnya kenalkan Andika Sabda Hutomo adalah anak Kedua dari Bapak Trinusa Hutomo alias adiknya Abi. Lelaki dengan pemenang Sea Games di Fencing pada umur 19 Tahun ini memutuskan pensiun dini dan melanjutkan sekolah Teknik Industri di German juga. Andika tidak kalah menarik dari Kakaknya. Ia Tipe lelaki yang gampang bergaul atau kata anak jaman sekarang supel, gayanya tidak terlalu rapih seperti Abi, Andika jauh lebih santai, Tingginya 182 cm, rambut sedikit coklat tua, turunan dari Ibunya yang ada blasteran Belanda membuat Mata Andika berwarna Cokelat dengan bulu mata yang lentik, berhidung mancung. Sedangkan kulit Cokelat dan rambut keritingnya milik dari Pak Hutomo. Badan Andika sangat atletis kalau untuk artis mungkin Christian Sugiono masa kini kali ya. Sepertinya Mata, Hidung dan Bulu Mata lentik anak-anak Pak Hutomo diambil dari Ibunya tetapi ada perbedaan sedikit antara Abi, Dika dan Gili dari segi warna mata, Mata Abi dan Gili cendrung berwarna cokelat Pekat, dan Warna Mata Dika sedikit lebih muda, berbeda dengan Abi yang memilika wajah oriental Dika adalah perpaduan bapak dan Ibunya sehingga memancarkan aksen seperti orang brazil sekilas.