1 Episode 3

Berbanggalah pada apa yang kalian punya, termasuk terhadap manusia tua yang selalu mengiringimu dalam untaian doa.

****

Pukul dua siang yang awalnya cerah menadak menjadi gelap. Awan awan hitam terlihat berarak arak agung dengan kilat yang terlihat mengawal.

Angin kencang hilir mudik menyapu benda benda yang bisa dibawanya terbang. Susasan menjadi lembab, lampu lampu gantung yang berada di teras ataupun atap atap rumah warga telah menyala, begitu pula dengan lampu jalanan yang terpasang satu tiap lima meternya.

"Aduuh mata ku.." bill mengerjapkan matanya, mengusir beberapa debu yang terbang masuk dibawa angin. Bulu matanya yang lentik dan panjang tak bisa menghalau debu yang kini telah masuk menganggu.

Bill menengadah, dilihatnya kini awan yang semakin hitam dan semakin besar telah diam keberatan diatas sana.

"Tahan sebentar hujannya, aku belum sampai"

seolah kalimat barusan benar benar ampuh menyuruh sang awan menunda untuk menumpahkan hujan. Bill berkata seperti itu selagi berlari menuju tempat ayah nya bekerja; penampungan sampah pusat.

Setiap sepulang sekolah, bill selalu pergi ketempat penampungan sampah pusat yang berada di bagian terluar utara kota Sillius. Sebenarnya, jarak antara sekolah bill dengan

Penampungan sampah pusat sangatlah jauh, namun keinginan bill untuk pulang bersama ayahnya membuat ia rela berjalan kaki menempuh jarak yang jauh. serta melewati jalan jalan yang dilewati banyak kendaraan besar pengangkut.

Daerah utara kota Sillius merupakan daerah khusus produksi. Disana terdapat Pabrik pabrik, pusat pembangkit listrik, pusat perusahaan air konsumsi, penampungan sampah pusat tempat ayah bill bekerja,serta bangunan bangunan pabrik besar yang menghasilkan beragam barang untuk kebutuhan warga Kota dibuat.

Ayah bill, john merryck sudah bekerja disana sejak bill berumur tiga tahun. Dia sekarang menjadi operator alat berat khusus bagian pengolahan sampah berbahan metal, dimana dulu saat pertama kali melamar pekerjaan disana, Ayah bill yang masih muda menjadi petugas pengutip sampah yang bergerak

dari rumah ke rumah.

Bill sampai disimpang terakhir setelah melewati pabrik karet yang mengeluarkan bau tidak sedap. Dia terbatuk dan menahan mual sebab bau yang ditimbulkan dari pabrik tersebut benar benar busuk.

"Rasanya bau sampah dipembuangan sampah pusat tidak sebau ini"

Ia mengeluh, seraya menutup hidung kecilnya.

Bill tersenyum saat matanya menemukan plat besar yang digantung di atas gerbang besi yang kini sudah berkarat, yaitu pintu utama untuk masuk kedalam tempat penampungan sampah pusat. Tulisan besar yang berada di dalam plat sudah memudar, namun masih bisa dibaca dari jarak dekat.

PENAMPUNGAN SAMPAH PUSAT

Siap melayani masyarakat kota Sillius dengan sepenuh hati.

Dibawah naungan pemerintah kebersihan kota Sillius.

Bill mengetuk gerbang besi dihadapanya. Celah berbentuk persegi panjang berukuran lima puluh senti bergeser, menampilkan sepasang mata tua yang lelah dibaliknya.

"Tolong buka gerbangnya paman joe"

Ujar bill dari depan gerbang

"Siapa?" Balas suara ringkih pria tua yang dipanggil joe oleh bill tadi.

"Ini aku, bill"

"Bill siapa?"

"Bill marryck, anaknya pria yang sering kau mainkan rambutnya"

Mata tua paman joe melebar, dia tersenyum dari balik gerbang.

"Si keriting pirang rupanya. Sebentar aku buka dulu"

Bill tersenyum kemudian mengangguk. Pria tua yang bernama joe merupakan penjaga gerbang yang sudah berumur lebih tua dari ayah bill. Tubuhnya yang kurus serta kebiasaannya yang suka mabuk membuat wajahnya lebih tua dari usia yang ia miliki. Dia juga punya penyakit pelupa yang akut, sebab itulah dia selalu bertanya kepada orang yang akan masuk kedalam tempat penampungan sampah pusat. Termasuk bill, yang notabenya merupakan tamu berkunjung setiap hari.

"Masuklah, perhatikan langkah mu selagi berjalan. Aku tak ingin bersusah susah menolong mu jika terjadi sesuatu akibat kecorobohanmu"

"Siap paman joe, paman tidur saja dipos. Sebentar lagi akan turun hujan, waktu terbaik untuk tidur"

Paman joe tersenyum kemudian mengusap gemas kepala bill, dan menarik pelan rambut keriting pirang yang selalu menjadi objek usil tangannya jika bill datang.

"Aku pergi dulu, nanti saja bermain dengan rambuku. Terimakasih sudah membuka gerbang untukku paman joe"

Bill melambaikan tangan kearah pria tersebut dan berlalu pergi. ia bersiul riang, melompati beberapa sampah yang tercecer dijalan tanah berbatu. Seraya berjalan, ia melanyangkan pandanganmenyapu seluruh tempat penampungan sampah pusat.

Seperti namanya, tempat ini merupakan sebuah ladang sampah berukuran dua kali lapangan sepak bola dimana sisi sisinya dibangun dinding baja.

Meski tempat ini merupakan tempat penampungan sampah, tempat ini dioperasikan dengan baik oleh petugas petugas seragam hijau cerah yang bekerja rapi dan bersih. Didalam tempat ini, sampah sampah akan langsung di bawa menuju box besi besar yang berderet rapi untuk menampung sampah yang sudah diangkut dari luar. Tiap tiap box menampung sampah yang berbeda tiap jenisnya dan akan dikirim menuju ruang daur ulang dan penghancuran dengan menggunakan alat penyalur khusus.

Bill berjalan menuju pos istirahat kecil yang tidak jauh dari pos utama. Disana tempat ayah bill dan rekan kerjanya beristirahat, makan, ataupun menyimpan perlengkapan. Pos kecil tersebut hanyalah ruangan berukuran tujuh kali delapan meter yang berisi sebuah lemari besi, meja panjang dan beberapa kursi serta kipas gantung sebagai penyejuk.

Tepat ketika bill mendudukkan dirinya di kursi kayu pertama yang dia lihat, hujan turun mendera dengan lebat disertai angin kencang. Bill melihat jam dinding yang menunjukkan waktu saat itu, yaitu pukul tiga sore.

"Sebentar lagi jam kerja ayah selesai"

Dan setengah jam setelah itu, ayah bill masuk kedalam pos dengan berlari lari kecil. Tangannya yang sedikit kekar ia gunakan untuk menutupi bagian kepalanya.

"Hujan deras sekali, ayah sampai tidak bisa melanjutkan pekerjaan"

"Rambut ayah jadi lucu kena hujan begitu"

bill tersenyum geli memandang rambut ayahnya yang juga keriting menempel kekulit kepala, sehingga terlihat lucu dan aneh.

"Kau ini, suka sekali mengejek ayah," diusapnya rambut keriting hitamnya cepat. "Kau sudah makan?"

"Belum" bill menggeleng.

Dilihatnya waktu yang tertera pada jam dinding, lalu menghela nafas. Dia kemudian menarik kursi kayu yang dekat dengan bill kemudian duduk bersandar .

"Pekerjaan ayah sepertinya akan lama. Ayah tidak bisa pulang cepat karena sampah yang harus diolah sudah menumpuk," dia memalingkan wajah kearah jendela yang terbuka dan menunjuk objek yang tengah dibicarakannya. "Kau lihat sampah- sampah itu? Mereka akan menjadi masalah jika tidak segera diolah"

Bill mendesah kecewa dan menunduk

"Kalau tahu begitu aku langsung pulang kerumah saja sepulang sekolah tadi"

Ayah bill tersenyum, mengusap kepala anak semata wayang yang mirip sekali dengan nya.

"Nanti ada teman ayah yang akan keluar untuk mengutip sampah dibarisan pertokoan lama. Kau pulang lah terlebih dahulu," dia kemudian merogoh sakunya dan meberikan bill beberapa keping sen deru, mata uang kota Sillius.

"Beli lah makanan untuk menganjal perutmu sampai ayah pulang"

"Apa ayah tidak keberatan jika aku lebih dulu pulang?"

"tidak perlu mengkhawatirkan ayah, kau pulang lah duluan"

Bill memandang wajah ayahnya bangga. Diliriknya seragam lusuh petugas kebersihan milik ayahnya. John merryck, nama sang ayah yang  dibordir halus dibagian dada kiri seragam tercetak disana. Bill berfikir, kakeknya pastilah bangga memiliki anak seperti ayah karna meski tidak kaya dan tidak bekerja ditempat yang layak seperti orang tua teman temannya. Ayahnya selalu bangga dan mengabdi penuh kepada pekerjaan yang sudah ia tekuni dalam jangka waktu yang lama.

Bill juga heran dengan sikap ayahnya yang tak pernah marah kepada siapa pun, selalu jujur, dan penolong. Bagian yang paling bill suka dari dirinya adalah rambut. karena mirip sekali dengan milik ayahnya meski warnanya berbeda. Ayahnya juga memiliki rambut keriting, namun berwarna hitam. Kulit ayahnya berwarna lebih gelap sehingga sangat cocok dengan badannya yang lumayan tinggi. Tidak seperti bill yang sering dipanggil jangkung karena kulitnya yang putih membuat ia terlihat lebih tinggi dari aslinya. wajah bulat dan hidung besar menghias bingkai wajah ayahnya. Terlihat gagah untuk orang tua seumuran beliau.

Bill menurut, selepas hujan reda dan truk pengangkut sampah dihidupkan. Bill kembali kerumah dengan menaiki truk pengangkut. Seorang anak yang lebih tua sepuluh tahun dari bill membawa truk pengangkut dengan lamban sehingga bill nyaris memejamkan matanya diakhir perjalanan.

Pukul delapan malam tepat, saat hujan kembali turun dan bill yang nyaris tertidur. Pintu utama rumahnya diketuk seseorang. Cepat cepat bill beranjak dari dipan beralas kasur tipis yang menjadi tempat tidurnya.

"Ayah pulang lama sekali" ujar bill saat berjalan membuka pintu.

Bill membelalak tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat membuka pintu. Disana, ayahnya tengah tersenyum lebar sambil merentangkan tangannya kearah..

"Benda apa yang ayah bawa?"

"selamat ulang tahun yang ke tiga belas bill!!," ayahnya menurunkan badan, berjongkok dibelakang benda bulat kotor yang ditutupi tanah."ini hadiah ulang tahun untuk mu"

Bill berseru histeris. Bukan karena dia lupa dengan ulang tahunnya. Bukan karna perasaan senangnya, tapi lebih kepada benda bulat penuh tanah yang kini terhonggok kaku didepan pintu rumahnya. Sekali lagi dia bertanya dengan tatapan tidak percaya.

"Benda apa yang ayah bawa?" Ujarnya putus asa.

****

Sampai disini maaf kalau dialognya belum terlalu banyak . Saya sengaja mengambarkan suasan kota ataupun tempat tempat lain agar kalian bisa merasakan apa yang saya tulis.

Karna mungkin setelah ini bill tidak akan sempat menikmati keramahan kota Sillius ataupun sarapan pagi kesukaannya.

Bill mirip banget dengan ayahnya. Kalau kalian, lebih mirip dengan siapa? Coba jawab dikomentar!

Jangan lupa vote dan komen! ;)

Salam dari tempat penampungan sampah pusat kota Sillius!

-Alfa

Follow me on instagram

@alfaamerta

avataravatar
Next chapter