webnovel

Bab 1: Liburan

Perhatian!

Cerita ini hanyalah sebuah fiksi, apabila terdapat persamaan pada nama tokoh, tempat dan kejadian, itu hanyalah kebetulan semata.

***

Kriingggg... Kriingggg...

Suara berisik dari jam waker membangunkan aku yang masih terlalu malas untuk bangun.

"Hmmm... "

Aku pun menggeliatkan badan, sebelum akhirnya kembali tidur lagi. Tetapi itu tak berlangsung lama sampai aku teringat hari apa ini.

Aku membuka mataku secara spontan dan dengan sigap mengambil jam waker yang ada di sebelah tempat tidurku.

"Oh, shit!" Besit lidahku, ketika aku melihat arah jarum panjang itu berada.

Secara bersamaan handphone-ku berdering, memainkan sebuah lagu berganre J-rock yang cukup menyakitkan telingaku sendiri.

{'Mampus gue.'} Kataku dalam hati. Dari nada dering itu, aku sudah tahu siapa yang menelponku.

Orang itu tidak lain adalah Hans, cowok ganteng, tinggi yang merupakan teman baikku sejak kecil. Kami sudah lama saling kenal, bahkan sebelum kami duduk di bangku SD. Penyebab utamanya tak lain karena ibu kami adalah teman akrab dari kecil juga. Mereka bahkan berniat menjodohkanku dengan Hans.

*****

~For what have I been living for?

~When will I find out the answer?

~An answer that is only for you

~What will myself and (the) first scenery I saw

~Look like?

~It's my face, my face

~Shut up!

~I read this inside the book I read before

~[The book I read before]

~According (to) Maslow

~[According (to) Maslow]

~There are five steps (in a) human's desire.

*****

Aku tersadar dari lamunan, ketika nada dering itu memainkan bagian paling berisik dalam bahasa inggirs dari lagu keren namun aneh ini.

Aku segera berguling dari kasur empukku yang hangat menuju meja belajarku yang terletak di seberang tempat tidur, di mana aku meletakkan Handphone yang masih tercharge.

Syukur, tak kuletakkan benda ini di dekat telinga saat tidur. Kalau tidak, ughhh... Bakal jadi bencana ketika Hans menelpon dan musik aneh ini meneriakiku.

Kalian pasti bertanya-tanya mengapa aku memasang lagu bising ini sebagai nada dering Hans, terlebih jika aku menganggap itu bencana. Jawabannya sederhana, karena Hans sendiri yang mengatur nada dering untuk nomornya di HP-ku!

Aghhh... Ini semua karena aku kalah taruhan dengannya. Dia mengancamku, kalau aku berani mengubah ringtone ini, dia bakal membuatku mentraktirnya selama 3 tahun.

"Halo...." Sapaku ketika menerima telponnya.

[Oiii! Loe di mana sih?] Tanya Hans dari balik telpon.

"Anu, gue lagi mau jalan." Jawab aku sambil membuat alasan palsu.

[Ah, alasan aja deh. Pasti loe baru bangun tidur, kan? Ngaku aja deh. Loe kan kalau udah tidur suka kayak kebo.] Ledeknya.

"Anjrit lu, Hans!" Makiku ke dia.

[Hahaha... Ya udah, loe cepetan mandi sana. Loe beneran baru bangun, kan? Buruan sana, entar gue jemput deh. Anak-anak yang lain udah pada nungguin di bandara.] Perintah Hans

"Hmmm, tumben lu baik bangen bakal jemput gue?" Tanyaku seraya tak yakin dengan kata-katanya.

[Lah? Gue kan emang orang baik. Baru tahu yah, loe? ] Akunya sambil narsis.

"Baik, baik dari Hong Kong! Loe tuh kalau lagi baik, biasanya ada maunya."

[Cielah.... Emang gue sejahat itu apa sama loe? Entar kalau gue cuma pergi sendiri ke bandara tanpa loe, kan nggak rame. Entar gue di katain tega lagi ama anak-anak yang lain.]

"Nah, tuh, kan! Gue tahu loe emang ada niat lain. Loe sok-sok jemput ane biar ente bisa bilang ke anak-anak ente telat gara-gara ane kan?" Cercaku ke Hans.

[Aduh.... Loe ya, kalau ngomong jangan di campur aduk, deh. Masa tadi pake gue-loe sekarang ane-ente mana yang bener nih, ngomongnya?]

"Gue juga capek dari tadi pake gue-loe. Pengennya pake bahasa Indonesia yang baik dan benar, aku-kamu aja." Jawabku jujur.

[Ciyeee.... Ada yang mau pakai aku dan kamu. Ehem, ehem.... ] Godanya.

"Ih, apaan sih, orang aku juga jadi ngomong gue-loe itu gara-gara ketularan kamu!" Kataku sambil menyalahkan Hans.

[Okay, okay, Tuan Putri Clara yang manis. Jangan marah dong, entar cantiknya ilang, lho.... ] Bujuk Hans.

[Oke, kita pakai aku-kamu deh. Cuma aku nggak yakin kalau loe bakal nggak kumat lagi pake kata gue-loe pas ketemu anak-anak. Hahaha.... ] Sindirnya.

"Iih, nyebelin banget, sih!"

[Udah, udah. Ayo mandi sana, bentar lagi aku nyampe rumah kamu. Mandi yang bersih, yang wangi, jangan lupa dandan yang cantik, terus barang-barangnya jangan ampe ada yang ketinggalan, terus--]

"Iya, iya. Bawel amat sih, kayak emak-emak aja," sahutku ketus.

[Yaelah, kan katanya pengen aku perhatian.... Ini giliran aku perhatian, dibilang kayak emak-emak. Entar aku cuekin malah bilang aku nggak peka. Dasar cewek, yeee.... ] Ledeknya sekali lagi.

"Udah, ah. Nggak penting amat. Aku mau mandi dulu." Balasku dengan malas dan bete.

[Hahaha... Yeee, emang kagak penting. Dah, mandi sana. Sampai ketemu di rumah kamu, ya.... Bye. ] Ucapnya sebelum mematikan telepon.

Setelah meletakkan kembali HP-ku, aku langsung bergegas pergi ke kamar mandi. Karena waktunya sudah mepet banget, akhirnya aku cuma mandi ala bebek. Bodoh amat, yang penting keliatan bersih dulu untuk sekarang. Entar juga pas nyampe di sana, aku bakal langsung mandi lagi di hotel.

Setelah mandi secepat kilat, aku kembali memeriksa barang-barang yang akan aku bawa untuk liburan kami. Semua sudah lengkap, tinggal make-up sama HP.

"Okay, sip, beres semua." Ucapku sebelum kudengar bunyi klakson mobil dari luar.

Tin... Tin... Tin....

Hans kembali membunyikan klaksonnya.

"Iya, iya, sabar dikit!" Jawabku sambil merasa agak kesel ketika keluar rumah membawa beberapa tas dan koper.

"Buset, dah! Ini anak, loe mau liburan atau minggat? Banyak amat bawaannya?" Tanya Hans yang kaget sama mau tepok jidat lihat tumpukan barangku.

"Terserah akulah! Nama juga C-E-W-E-K!" Jawabku ketus.

"Yaelah, neng, neng. Gitu aja ngambek. Oke, aku salah, deh. Cuma nggak kayak gini juga kali? Kamu kayak orang mau pindahan aja. Entar bakal kelebihan muatan lagi, bagasi pesawatnya." Protesnya sembari bercanda dan sedikit tertawa.

"Masalah koper nggak penting. Lagian entar juga ada tuh, yang lain yang bawa lebih banyak koper dari pada aku." Bantahku ke Hans.

"Iya, sih. Tapi kamunya jangan ikut-ikutan gitu. Kamu ini aneh, deh. Giliran praktis, praktis banget. Sampai nggak bawa apa-apa dan cuek banget. Ini sekarang giliran peduli, bawa barang-barang persiapan buat jaga-jaga, malah kelewat buaaanyyaaakkk.... Kayak orang mau pergi perang." Terang Hans sambil memperagakannya dengan tangan.

"Udah, buruan jalan sana. Entar keburu ketinggalan pesawat lagi." Jawabku sewot.

"Iya, iya tuan putri. Galak amat jawabnya."

"Bodoh."

"Pintu rumah udah di kunci nggak?"

"Udah."

"Jendela dan lainnya?"

"Iya, udah."

"Aduh, judes amat."

Aku lalu melototi Hans dan membuatnya mundur, menyerah dengan mengangkat tangannya. Dan kami pergi menuju bandara.

.....

Bandara Soekarno Hatta

Terminal 3 Ultimate

[Keberangkatan dalam negeri]

.

"Ini dua orang pada ke mana, sih? Kok, lama amat? Keburu panggilan terakhir kita."

Tanya seorang gadis dengan cemas. Dia seorang cewek jangkung, berkulit putih mulus dengan perawakan seksi bak model dan rambut panjangnya yang berwarna unicorn diikat ala ponytail.

"Tahu juga. Jangan-jangan mereka pada asyik ngolor lagi? Atau jangan-jangan malah asyik 'gituan' berdua, terus lupa kalau hari kita--"

Belum sempat cowok tinggi dan bergaya boyband korea itu menyelesaikan kalimatnya, cewek ber-ponytail tadi memotong kata-katanya.

"Hush, jangan asal ngomong loe! Loe kira Hans itu cowok nakal macam lo? Lagian kalau iya, ngapain dia harus sama Clara?" Tepisnya dengan sedikit kesal.

"Kenapa loe yang sewot, sih? Jangan-jangan loe cemburu ya? Loe naksir Hans, kan? Ngaku deh!" Tuduh cowok ala korea, bernama Devan.

"Apa loe bilang? Gue, cemburu sama mereka gitu?" Tanyanya sambil nantangin si cowok.

"Oi! Udah! Bersik tahu nggak, kalian berdua. Ngapain juga coba, bahas kayak gituan. Loe berdua kalau masih berantem, gue bakal nikahkan kalian berdua entar. Biar tiap hari kalian bisa sepuasnya adu mulut." Ancam cewek berambut pendek sebahu, Cindy namanya.

"Ck, kalian berisik banget." Kata seorang cowok berkacamata tebal, Kevin.

"Udah, udah ini kalian kok jadi pada berantem semua? Contoh tuh, si Ren. Dari tadi diem aja. Stay cool, lah." Kata Angga, cowok tinggi bertubuh atletis.

"Iih... Nyebelin banget sih, loe! Dari pada itu, telpon tuh Clara." Bentak Sarah, si cewek berambut unicorn.

"Ini juga dari tadi gue udah coba telpon mereka tapi nggak diangkat." Sahut Angga dengan sedikit bete.

"Ren, coba loe hubungi atau line si Clara, deh." Perintah Angga ke Ren, cowok cool, tampan, tetapi dingin bak seorang model itu.

Ren hanya melirik ke arah Angga sebelum dia kembali melihat layar HP-nya, sambil mengetik sesuatu.

{'Aseeemmm.... Gue dikacangin lagi. Dasar cowok populer!'} Protes Angga dalam hatinya.

Tak berapa lama akhirnya muncul sepasang cowok dan cewek. Si cewek terlihat berlari tergesa-gesa tanpa hambatan, sementara si cowok terlihat kewalahan karena harus berlari sambil mendorong trolley yang berisikan setumpuk tas dan koper.

"Nah, tuh mereka." Seru Cindy ketika melihat Clara dan Hans yang baru tiba.

"Sorry, kita telat." Kata Clara yang sedang ngos-ngosan dan merasa bersalah.

"Hah... Hah.... Aduh, cape gue lari sambil dorong nih trolley." Keluh Hans yang juga ikut nimbrung, ibarat orang kehabisan oksigen.

"Loe ngapain, sih? Kok, jadi pada telat? Ini udah jam berapa? Loe berdua mau kita semua ketinggalan pesawat cuma gara-gara loe berdua telat?" Sarah lalu bertanya sambil marah-marah.

Devan yang berdiri di dekat Sarah pun merasa kesal dengan sikap dan tingkah Sarah yang sok ngatur serta sombong layaknya Ratu.

"Udah! Loe bisa diam nggak? Ngapain loe marah-marah gitu ke mereka? Terutama ke Clara? Loe segitu iri dan bencinya apa sama Clara?" Bentak Devan ke Sarah yang juga balik marah.

Sarah makin kesal dan hampir ingin membalas perkataan Devan.

"Loe--"

Namun, sebelum ia sempat berkata lebih lanjut, Ren lalu menghentikannya. Ren yang tadi hanya diam dan menyendiri, kini berdiri di dekat Clara dan Devan, yang lalu menatap tajam Sarah. Sarah sontak kaget. Entah mengapa, dia selalu merasa takut, ketika melihat atau menatap mata Ren.

Suasana menjadi canggung setelah pertikaian mereka, hingga terdengar suara panggilan penerbangan yang bergema.

.

``[["Perhatian, para penumpang pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA532 tujuan Banjarmasin dipersilahkan naik ke pesawat udara melalui pintu--"]]``

.

"Okay, itu udah dipanggil. Yuk, cabut! Kita check-in dulu. Barang-barang sama tiket dan kartu identitas kalian semua udah pada lengkap, kan? Nggak ada yang ketinggalan?" Ucap Angga seraya berusaha mencairkan suasana kaku di antara mereka semua.

Setelah semua check-in dan barang-barang sudah di masukkan ke bagasi pesawat, akhirnya kita semua berlari menuju pintu ke berangkatan. Tadi sempat terjadi masalah karena jumlah koper dan tas kita kelebihan muatan. Syukurnya, aku hanya kelebihan sedikit. Sementara barang-barang Sarah-lah yang menjadi masalah utama.

Sarah membawa terlalu banyak barang. Dia sempat kesal dan memaki petugas bandara. Salah satu solusi yang bisa dipakai selain membayar kelebihan muatan, dia bisa menampung barangnya pada sisa jatah bagasi kami.

Sarah yang sedang begitu marah lalu tanpa sadar malah memaki Ren yang mau membagi jatah bagasinya untukku. Sarah lalu menuding bahwa Ren pilih kasih dan sengaja hanya mau memberikan jatahnya padaku. Hal ini tentu lagi-lagi membuat situasi di antara kami semua menjadi tegang.

Karena sikap Sarah yang entah mengapa hari ini begitu tidak menyenangkan, membuat Devan, Kevin, maupun Cindy enggan untuk berbagi jatah bagasi mereka pada Sarah.

Aku sendiri heran, kenapa hari ini Sarah terlihat begitu membenciku? Bahkan menjadikan aku target kemarahan serta kekesalannya.

Sarah akhirnya kembali tenang ketika Ren dan Hans turun tangan. Hans berusaha menenangkan Sarah dengan baik-baik sementara Ren justru mengancam Sarah.

Jika saja Sarah bersikap sedikit lebih tenang, maka masalah muatan itu akan lebih cepat terselesaikan. Namun, karena dia lepas kendali semua menjadi lebih lama dan kini membuat kita benar-benar hampir tertinggal pesawat!

Ren yang masih tidak senang, akhirnya mengembalikan kata-kata Sarah yang sebelumnya dia lontarkan padaku.

"Apa kamu mau buat kita semua ketinggalan pesawat cuman karena kamu? Hanya karena keegoisan dan sikap sombongmu kita benar-benar hampir tertinggal pesawat."

Ucapan Ren yang menusuk seolah menancap tepat pada sasaran. Sekali lagi, entah mengapa, setelah mendengar ucapan itu, Sarah lalu melihat ke arahku. Tatapannya penuh dengan kebencian, rasa iri dan cemburu.

"Tidak, itu mungkin hanya imajinasiku saja." Sangkalku sambil bergumam.

_________________

Gabung dengan server discord-ku

https://discord.gg/haPjuxc8XS

.

Mohon dukung aku di ko-fi

https://ko-fi.com/aida_hanabi

.

atau trakteer

https://trakteer.id/aidahanabi

Hai, semua! Apa kabar? Jumpa lagi dengan Aida Hanabi.

Sebelum Author mohon maaf apabila ada kesalahan kata dalam penulisan. Mohon diberi tahukan pada ane yeee...

Ane mau ngucapin terima kasih buat kalian yang sudah baca cerita ane. Tak lupa ane ingatkan untuk tinggalkan jejak kalian.

Tinggalkan lah saran & kritik (yang membangun) di kolom komentar serta vote jika menurut kalian cerita ini menarik.

Biar ane juga makin semangat nulisnya.

AidaHanabicreators' thoughts
Next chapter