webnovel

Chapter 2 - Bagian 2 Mimpi Buruk

"Aku akan mencoba melihatnya dari dekat."

Karena terlihat penasaran, aku mencoba berjalan ke arah anak lelaki itu sambil memandanginya, tetapi mataku teralihkan ke arah gadis yang ada di sebelah anak lelaki tersebut.

Aku berhenti melangkahkan kakiku dan berfokus melihat ke arah anak perempuan itu.

"Wajah itu, sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat."

"Hmmm..... Tapi dimana yah...?" Sambil memegang daguku.

Aku mencoba berpikir dengan keras melalui otakku, dan terus berfikir siapa kedua anak tersebut dan apa hubungannya denganku.

"Ahhh, Sial! Aku sama sekali tidak bisa mengingatnya. Siapa sebenarnya kedua anak itu dan apa hubungan mereka denganku? Menjadikanku semakin penasaran dan berfikir semakin keras membuat kepalaku sakit."

Aku kembali memandangi anak perempuan itu. Melihatnya secara jelas, sepertinya dia sedang berkumpul dengan teman-teman lainnya. Hmm... Sepertinya mereka sedang bermain petak umpet.

Kali ini giliran anak perempuan itu yang berjaga.

"Cepatlah, kuhitung sampai sepuluh lalu aku akan menemukan kalian."

"Satu...."

"...Dua...."

"...Tiga..."

"Ayo cepat bersembunyi!" Ucap anak lelaki itu.

Pandanganku kini teralihkan ke arah anak lelaki tersebut. Saat ini dia sedang kebingungan mencari tempat persembunyian, dan saat ini dia baru saja melewatiku.

Dari tadi dia sepertinya kebingungan dan menengok ke segala arah ruangan kelas ini hingga akhirnya dia mengetahui waktu terus berjalan.

"....Enam...."

Ah, sepertinya dia terus menatap loker yang tempatnya tidak jauh dari tempatku berada saat ini, lalu berlari menuju loker itu.

"Apakah disini kosong?"

"Cari tempat lain, disini punyaku!"

Sepertinya ada orang yang sudah mendahuluinya di dalam loker itu dan saat ini anak lelaki itu kebingungan mencari tempat persembunyian lainnya.

"....Tujuh...."

"Ah, sial!"

"....Aku harus mencari tempat persembunyian dimana?"

"....Delapan...."

Hingga akhirnya dia melirik ke arah meja guru yang berada di depannya yang tepatnya tidak jauh dari anak perempuan itu yang sedang berjaga.

"Sepertinya di situ kosong."

"...Sembilan...."

Berlari ke arahnya dan mengumpat di kolong meja guru itu. Walaupun itu terlihat tertutup, tetapi bawahnya ada ruang kosong yang tidak tertutup. Walaupun sedikit tetapi kakinya terlihat jelas dari tempatku berada saat ini.

".... Sepuluh. Baiklah semuanya, aku segera datang...."

Aku sudah menduganya, kakinya yang bergerak-gerak dari tadi saat ini terlihat jelas oleh anak perempuan itu, dan kini anak perempuan itu berjalan ke arah meja guru tersebut.

Karena terlihat penasaran dengan orang yang mengumpat di meja guru tersebut, anak perempuan itu berjalan dengan pelan dan berhati-hati.

Dilihat dari garis hijau di sepatu yang dikenakan anak lelaki itu, sepertinya anak perempuan itu sudah mengetahui siapa orang yang mengumpat di balik meja guru itu.

Dan....

"Ahh, Kazu-kun... Kamu ketahuan!"

Sudah kuduga, tidak mungkin tempat persembunyian yang masih ada ruang yang dapat udara masuk menjadikan tempat yang aman untuk bersembunyi.

"Tidak, masih belum... Aku akan sampai ke sana duluan!" Ucap anak lelaki itu.

Sepertinya dia masih belum menyerah dan kini dia mulai berlari menuju benteng yang sedang kosong itu.

Dan tiba-tiba....

"Ah, tunggu!"

Dan seketika anak lelaki itu secara tidak sengaja mendorong anak perempuan itu hingga jatuh.

Anak perempuan itu terjatuh dan lututnya mengenai meja yang berada di belakangnya. Akibatnya, lututnya mengalami memar di bagian atasnya.

Anak perempuan itu menangis dengan sekuat tenaganya, sedangkan anak lelaki itu meminta maaf kepada anak perempuan itu berulang kali.

"Maafkan aku, aku sama sekali tidak sengaja mendorongmu" "Tolong maafkan aku!" Dengan gelisah.

Anak-anak lainnya yang mendengar tangisan yang cukup keras itu kini keluar dari tempat persembunyiannya dan berfokus melihat ke arah gadis yang sedang menangis itu.

"Dia baru saja mendorong Reika-chan hingga terjatuh."

"Aku tahu pasti dia melakukan itu secara sengaja!"

Ehhh... Nama gadis itu ternyata Reika-chan. Sepertinya aku pernah mendengar namanya di suatu tempat.

"Tidak, aku... Aku tidak melakukan itu secara sengaja..."

Kini anak lelaki itu terpojok dari kemarahan teman lainnya yang terus membela anak perempuan itu. Hingga akhirnya dia pergi meninggalkan ruang kelas.

"Hei, mau kemana kau? Jangan lari!"

"... Bertanggung jawablah!"

"Dasar kau pengecut!"

Akibat dari salah satu kejadian itu, membuat kepalaku merasakan fluktasi aliran kejut seperti sengatan listrik yang baru saja dirasakan di dalam kepalaku. Akibatnya, ingatan yang sudah lama aku tidak ingin mengingatnya kembali masuk ke dalam kepalaku.