webnovel

Winter's Tale

Menghabiskan waktu bersama dengan seseorang dalam waktu yang cukup lama tidak berarti kau mengenalnya. Mungkin selama ini yang kalian lakukan hanyalah sekedar basa - basi semata. Atau mungkin salah satu diantara kalian tidak sepenuhnya mempercayai satu sama lain dengan apa yang telah dan sedang dialaminya. Bagi Zeline hidup dengan membatasi diri adalah hal biasa untuknya, bahkan menjadi sebuah keharusan. Sedangkan bagi Reigan, menghabiskan waktu lebih dari setengah umurnya mengenali wanita itu nyatanya tidak bisa membuat Reigan memilikinya begitu saja. Setelah semua masalah yang terjadi nyatanya masih ada begitu banyak lembaran kosong yang tidak ia ketahui dan mengerti tentang Zeline.

Rzndaa7 · Urban
Not enough ratings
10 Chs

Chapter 5

Bangunan tingkat 5 tersebut terlihat elegant. Zeline tidak hanya mendesaign pakaian yang dibuat nya namun sekaligus mendesaign tempat kerja nya dengan sempurna.

Desaign exterior bata dengan beberapa tanaman rambat yang mulai mekar dibeberapa sisi mengingatkan Reigan pada suasana Eropa, dan ia meyakini bahwa wanita itu masih merindukan tempat dimana selama ini ia tinggal.

Hampir setengah jam Reigan berada didalam mobil memperhatikan tempat tersebut. Sesekali ia bisa melihat Zeline berdiri didekat jendela besar dilantai 4. Pria itu akan menunggu hingga jam makan siang tiba, setidaknya masih ada sisa waktu 10 menit dari sekarang.

Beberapa orang akhirnya terlihat keluar, seorang wanita ikut membalik papan pemberitahuan untuk menutup sementara tempat tersebut. Reigan beranjak dari mobil dan menghampiri nya. wanita itu terlihat sedikit terkejut dengan kehadiran nya disana "Reigan.."

"Sya.." Wanita itu tersenyum ceria. Shasya adalah satu - satunya sahabat perempuan Zeline semenjak mereka berada di bangku sekolah dasar. Dan sifat mereka 100% bertolak belakang.

"Maaf, tapi saat ini kam—"

"Aku ingin bertemu Zeline" Shasya menatap pria itu sebentar terlihat berfikir

"Jangan terlalu lama okay? Jelly akan mengamuk padaku ketika kau pulang" Reigan hanya mengangguk singkat membalas nya.

Satu hal yang disukai Reigan dari wanita itu adalah ia tidak bertindak untuk ikut campur. Shasya mengerti dan mengetahui dengan jelas hal yang terjadi diantara dirinya dan Zeline namun tetap memilih diam pada porsinya. Ia mengantarkan Reigan pada sebuah lift dan mengeluarkan accsess card lalu menekan tombol hold yang tersedia

"Aku dan Jelly tinggal bersama di lantai atas. Lift ini akan tiba langsung di tempat tinggal kami, ada sedikit lorong dan kau akan menemukan ruang keluarga setelahnya. Jelly selalu duduk disana untuk menghabiskan jam makan siang nya"

"Thanks"

"Reigan, ku harap kau tidak mengungkit masa lalu untuk saat ini. Biarkan ia untuk sementara waktu beradaptasi" Ia mengangguk tanda mengerti. Shasya melepas tombol Hold yang ia tekan dan mengangkat kedua ibu jarinya memberikan semangat

"Semoga sukses !!" Ia berseru hingga pintu lift tertutup.

Hal pertama yang Reigan lihat ketika pintu lift terbuka adalah sebuah lorong dengan nuansa soft grey. Ia sempat berfikir jika berada disebuah Penthouse. Harum Cherry blossom tercium, Ia melewati sedikit lorong sebelum menemukan ruangan lain nya.

Dan ia menemukan nya.

Menemukan Zeline duduk bersandar diatas sofa dengan kepala menghadap ke atas. Reigan terdiam sejenak dan berfikir apakah wanita itu tengah tertidur?, Ia mendekat secara perlahan, mengangkat tangan nya untuk sedikit mengibas didepan wajah wanita tersebut. Zeline benar - benar tertidur.

Paperbag coklat yang dibawanya diletakkan diatas meja, Reigan mengambil sebuah cushion untuk dijadikan sebuah bantal dan membaringkan posisi Zeline. Wanita itu bergerak kecil.

***

Aku berusaha membuka mata ketika merasa posisi tubuhku berubah, kembali mengingat satu jam sebelum waktu makan siang aku memutuskan ke tempat ini karena kepala ku berdenyut hebat. Aku mencoba untuk bangkit merubah posisi hingga kudengar suara dari arah dapur. Bukan kah Shasya memiliki janji makan siang diluar?

"Sya—" panggilan ku terhenti ketika kudapati seorang pria tengah memunggungi ku. Zion atau Zac? Tapi rasanya tidak lah mungkin. Aku mengamati pria dengan kemeja hitam tersebut lebih seksama. Kedua lengan kemeja nya tergulung dan ia sedang memakai kompor ku untuk memasak. Tubuhku melemas, jantung ku berpacu sedikit lebih cepat

"Reigan.."

Entah mengapa nama itu terlintas. Ia mematikan kompor ku lantas berbalik. Pandangan kami bertemu. Tidak ada yang berbicara, aku masih terlalu terkejut melihatnya berada disini.

"Syasha membantu ku untuk masuk" ia menjelaskan membuat ku kembali sadar kami saling berhadapan.

Hal paling tidak kusukai adalah air mata ku yang tiba - tiba saja mengalir. Reigan berjalan mendekati ku hingga jarak diantara kami terhapus "Bag—Bagaimana bis—" ucapan ku terpotong, ia memeluk ku dengan erat, dan itu membuat ku berhasil menangis sejadi - jadinya.

Dari semua yang ku lalui, semua yang kurindukan, nama Reigan adalah yang pertama kali terlintas dalam benak ku. Dan pria ini adalah satu - satunya yang kupercayai untuk tidak akan pernah menyakiti ku. Bahkan sensor tubuhku lebih menerima kehadiran nya dibandingkan Max ketika pertama kami bertemu. Pria ini memiliki pengaruh besar untuk ku, untuk segala sesuatu yang berjalan disekitar ku.

"Shh.." Ia mengeratkan pelukan nya padaku dan menepuk punggung ku untuk membuatku tenang. Selama hampir 15 menit kami tidak melakukan apa - apa. Reigan hanya mengelus punggung ku dalam pelukan nya, dan aku yang merasa nyaman akan semua hal itu.

"Sampai kapan aku harus memeluk mu hmm?" Ia berbisik diatas puncak kepala ku. Aku melepaskan nya dan menatap pria itu yang saat ini jauh lebih mempesona. Ia menghapus sisa air mata ku yang masih tertinggal, karena tinggi tubuhku hanya sampai batas bawah telinga nya membuat ia sedikit menunduk.

"Welcome back Zeline" ia bergumam lantas tersenyum. Senyum yang sungguh tidak pernah hilang dari ingatan ku.

Reigan menarik ku untuk duduk disalah satu kursi makan dan berlutut dihadapan ku, mata nya menelusuri wajahku seakan sedang mengabsen nya satu per satu sebelum kembali fokus "Ada banyak hal yang bisa kita bicarakan but first, let me serve you something delicious"

Ia beranjak kembali ke dapur, pandangan ku menatap paperbag coklat yang berada di atas meja, beberapa kelopak bunga terlihat mencuat dari dalam sana membuat ku tertarik untuk mengeluarkan nya.

Bucket bunga babybreath dan mawar berwarna hitam terlihat sungguh mempesona. Nama ku tercetak pada kartu yang terselip disana. Aku teringat dengan vas bunga kristal yang Mom berikan dan segera mengambilnya diatas kabinet dapur.

"Aku belum memberikan izin untuk mengeluarkan nya Nona" Reigan terlihat mendengus melihat ku bersemangat menempatkan bunga tersebut.

"Pada akhirnya itu untuk ku" tangan ku menjulur membuka kabinet diatas kepala namun dengan sekali hentakan Reigan menarik nya membuat ku terkejut. Ia memperhatikan ruam merah ditelapak tangan ku "ahh, aku keluar disaat yang tidak tepat." ia kembali memperhatikan wajah ku.

"Vampire" ia bergumam. Aku hanya tersenyum. Reigan membantu ku mengambil vas tersebut, kami menata meja makan untuk makan siang dan menempatkan bucket bunga yang ia bawa sebelumnya.

"Bagaimana Eropa? Tinggal di negara Monarki pasti menyenangkan"

"Aku mungkin akan menghabiskan sisa hidup ku untuk tinggal disana" ia hanya mendengus sambil memakan makanan nya, suasana sungguh sangat hangat seakan kami tidak pernah terpisahkan dengan waktu dan jarak.

"Apa yang kau lakukan selama ini?" Tanya ku

"Kerja. Apalagi?" Kini aku yang mendengus mendengar jawaban nya "Hidupmu terlalu Monoton"

"Tidak jika kegiatan mu selalu dihabiskan bersama Maximillian" aku tertawa hingga tersedak. Tawa pertama ku ketika berada di sini.

"Ck, Max pembawa bencana" ia bergumam, Reigan membantu ku memberikan minuman.

"Kalian memiliki waktu yang menyenangkan" tambahku setelah lega dari rasa tersedak.

"Just eat Zeline" ia kembali dengan wajah serius nya. Aku hanya mengangguk masih tidak bisa menghilangkan senyum. Kami melanjutkan makan siang dalam diam, Reigan tidak akan suka jika dibantah dan aku tidak ingin membuat nya geram. Tidak untuk saat ini.

Ia mengambil alih untuk membersihkan semua alat makan yang kotor. Aku hanya menatap punggung nya dari tempat ku "Apa kau sebelumnya dari perusahaan? Aku baru sadar dengan kemeja kerja mu"

"Meliburkan diri dengan terencana lebih tepat nya" ia selesai membersihkan dan mengeringkan tangan lantas kembali beranjak berdiri dihadapan ku. Aku menatap nya bingung tanda tidak mengerti.

"Obat mu"

Terakhir ku ingat obat alergi ku berada dikamar diatas nakas samping tempat tidur. Reigan mengikuti ku masuk kedalam kamar dengan membawakan segelas air. "Max sudah menentukan tanggal pernikahan mereka?" Tanyaku sambil mencari obat tersebut.

"Belum, Ayah nya meminta Max untuk menunggu kepulangan mereka"

"Pulang?" Aku berbalik menatap nya yang berdiri diujung tempat tidurku.

"Mom Amanda mengalami stroke 2 tahun lalu dan tidak bisa berjalan. Mereka melakukan Therapy di Singapore" aku terdiam ditempatku, sudah lama sekali aku tidak melihat mereka.

"Istirahat lah" tambah nya. Reigan membantu ku berbaring, namun aku lebih memilih duduk bersandar pada kepala tempat tidur "Aku masih ingin mendengar cerita mu" ucapku tersenyum. Ia hanya menatapku namun segera ikut bergabung diatas tempat tidur dan mengambil posisi duduk dihadapan ku.

"Apa kau pikir aku bisa bercerita?" Tanya nya.

"Ceritakan saja apa yang kau lakukan selama ini"

"Aku sudah menjawab nya tadi"

Aku menghela nafas pelan "Baiklah, kau bisa membicarakan apapun"

"Bagaimana kabar mu?"

Aku terdiam beberapa saat sebelum menjawab "Aku baik - baik saja"

"Kau bahagia?" Reigan menatap ku serius. Aku tersenyum dan mengangguk.

"Aku menjalani hidup dengan baik bersama Britanny. Kau menanyakan hal yang sudah kau ketahui Reigan" Ia terdiam namun setelah nya tersenyum

"Kau mengetahui nya?" Aku mengangguk. Tidak berapa lama aku menguap, obat itu sudah mulai bekerja.

"Tidur lah" ia beranjak dan membantu menarik selimut ku. Pria itu menatap ku sebentar lantas beranjak untuk keluar.

"Reigan.." Ia berhenti dan berbalik.

"Aku akan disini. Tidur lah" aku tersenyum dan mengangguk berusaha menutup mata mengikuti arah kabut hitam yang mulai mendekat.

***

Reigan menepati janji nya untuk tidak beranjak dari tempat tersebut. Zeline menderita Solar Uticaria (Alergi Matahari) sejak kecil. Akan muncul ruam merah diseluruh tubuh nya dan gatal tidak lama setelah terpapar matahari, dibeberapa keadaan kulit Zeline akan terbakar jika kondisi tubuh wanita itu sedang tidak dalam kondisi baik.

Zeline tertidur hingga hari menjelang petang. Reigan berada diruang tengah dengan laptopnya mengurus beberapa pekerjaan yang tertunda. Sesekali ia akan mengecek Zeline memperhatikan ruam merah pada tubuh nya yang perlahan memudar.

Shasya sebelumnya kembali dan mengkhawatirkan Zeline yang tidak berada diruang kerja nya. Wanita itu cukup lega karena Reigan masih menjaga sahabat nya dan membiarkan mereka untuk sementara.

Zeline keluar dari kamar nya dan beranjak menuju ruang tengah, Reigan yang menyadari kehadiran nya menengok lantas berusaha untuk tidak tersenyum.

Ia berjalan keluar kamar dengan menggosok matanya tanpa memperhatikan sekitar. Wanita itu lantas mengambil tempat untuk duduk disamping Reigan dan mengambil bantalan sofa pada punggung nya untuk ia dekap, berusaha kembali menyembunyikan wajah nya dengan kesadaran yang belum sempurna.

Hal itu yang membuat Reigan menahan senyuman nya, Zeline masih bertingkah apa adanya seperti yang ia kenal dan itu tidak berubah. Ia mengusap kepala wanita tersebut perlahan "Kau bisa kembali tidur Zeline"

Zeline menggeleng, ia menoleh menatap Reigan dengan wajah khas bangun tidur "Aku lapar"

"Aku sudah memesan Pizza" mata wanita itu seketika membulat, Reigan mendengus membuang nafas

"Ap—"

"Beef and Corn dan tanpa pinggiran" ia menjawab terlebih dahulu bahkan sebelum Zeline berhasil menanyakan nya.

Wanita itu memilih segera membersihkan dirinya. Reigan masih dengan posisi yang sama ketika Zeline selesai. Ia mengambilkan minum dan kembali duduk disamping pria tersebut.

"Kau menunda pekerjaan mu karena berada disini"

"Aku sedang mengerjakan nya Zeline, hanya untuk meminimalisir kelakuan Max ketika aku datang ke kantor besok"

"Aku merasa aneh kau tiba - tiba berada disini" Reigan hanya tersenyum tanpa mengalihkan pandangan nya pada laptop. Suara bel pada lift berbunyi, Zeline beranjak dan mendapati salah satu pegawai nya membawa plastik besar dari restaurant pizza terkenal.

"Reigan.." Pria itu meletakkan laptopnya dan memperhatikan Zeline yang sibuk menata pizza. Ia tau jika wanita itu tidak menyukai kegiatan nya untuk sekarang. Mereka kembali berbincang menceritakan hal - hal yang terjadi, Reigan berusaha untuk menghindarkan Zeline dari topik yang akan mengingatkan nya pada masa lalu.

"Apa kau tidak ingin menanyakan kondisi mental ku?" Reigan diam, memperhatikan Zeline yang menatap kosong pada televisi dibelakang tubuhnya. "Aku mengingat apa yang terjadi, dan apa yang semua orang coba lakukan dengan ku"

"Zeline ak—"

"Dan aku mengetahui jika kau beberapa kali datang" Ia tersenyum menatap balik.

"Zac dan Zion mengira aku sudah melupakan semuanya. Mereka melakukan therapy untuk menghapus semua memori yang ada"

"Bagaimana kau masih mengingat ku dan Max?"

Zeline kembali menerawang "Therapy itu berhasil, untuk beberapa tahun aku tidak mengingat kalian. Hingga aku melihat mu di Richmond Park. Lalu setelah nya aku kembali melihat mu di beberapa tempat dimana aku sedang berada—"

"—Kau mengunjungi ku 2 bulan sekali selama 4 hari penuh"

Reigan tertegun, ia mengira Zeline tidak lah menyadari nya. Beberapa kali mereka bersitatap namun Wanita itu menatap nya dengan pandangan kosong, seakan tidak mengenali siapa dirinya.

"Ketika Kunjungan mu yang keempat, ingatan ku kembali mengenali mu, sangat mengenali mu. Dan kenangan itu kembali berputar, aku, kau, Max.." Zeline berhenti untuk beberapa saat, mengambil nafas dalam dan membuang nya.

"Ak—aku, aku tidak bisa semb—" Reigan menutup mulut Zeline dengan telapak tangan nya "Kau akan baik - baik saja"

Wanita itu menatap sedih pada pria dihadapan nya, Reigan menurunkan tangan nya dan tersenyum. Tangan nya beralih menyentuh kedua sisi wajah Zeline, menangkup nya. Sesaat ia merasakan tubuh wanita itu menegang, Reigan memberi sedikit waktu agar wanita itu terbiasa

"Aku akan memastikan kau tidak akan lagi terluka, semua akan baik - baik saja" ia menarik Zeline untuk kembali masuk dalam dekapan nya

**