webnovel

Which One Should I Choose

Hanya gara-gara mimpi digigit ular, aku sekarang dijodohkan dengan seseorang. Perjodohan itu merupakan perjanjian atau surat wasiat antara mendiang Ayahku dan sahabatnya. Jika aku menolak perjodohan itu, maka aku harus membayar uang dalam jumlah banyak. Dari mana coba aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Dan atas dasar apa pula Ayahku menjodohkan aku dengan anak sahabatnya itu? Aku juga sudah menaruh perasaan kepada teman dekatku, kenapa harus pakai acara perjodohan lagi! Benar-benar frustasi aku sekarang, entah apa yang akan terjadi ke depannya. Yang mana harus aku pilih sekarang? Menolak perjodohan, menerimanya dengan pasrah, menyatakan perasaan kepada teman dekatku itu? Atau terjerat ke dalam perasaan cinta antara teman dekat dengan orang yang dijodohkan denganku? Tetap ikuti terus ceritanya!

LaveniaLie · Teen
Not enough ratings
316 Chs

Apa Susahnya Bilang Tidak Mau

Usai keluar dari kamar Dirga, Carissa menjadi tidak berani turun dan ikut berkumpul di lantai bawah. Ia takut nanti hal yang tidak ia inginkan itu terjadi. Masalahnya dirinya ini baru saja tinggal, belum juga seminggu, tapi sudah tidur bersama seorang cowok.

Gilanya lagi, Ayah dari cowok tersebut melihat hal itu. Apa tidak gila? Bisa-bisa mati nanti. Carissa bahlan sekarang tidak bisa berpikir harus memilih keputusan apa.

Dirga sendiri bilang begini, "Nanti bisa-bisa Ayahku mengira bahwa diriku ini menerima perjodohan ini. Bisa juga nanti menikah dalam waktu dekat."

Kata menikah terus berputar-putar di kepala Carissa. "Tidak, pokoknya tidak. Tidak boleh! Aku belum siap!" teriak Carissa.

"Kamu kenapa Carissa, teriak seperti itu?" tanya Martin bingung.

"L-lah? K-kok? Kamu bisa masuk?" tanya Carissa panik.

"Ah maaf, aku lupa ketuk pintu hehehe."

"Lain kali ketuk pintunya, jangan asal masuk!" kata Carissa tegas.

"Iya-iya, tapi kenapa semalam kamu bisa tidur sama kakak aku?"

"T-tidur?"

Martin mengangguk dan dengan tatapan matanya yang serius. "Matilah aku, bisa bertengkar pula aku dengan Martin," gumam Carissa.

"Ah apa-apaan sih kamu, tidaklah, mana mungkin," jawab Carissa berusaha mengelak.

"Jangan bohong Carissa, aku sendiri dengar itu dari Ayahku!" sahut Martin. Carissa bisa melihat api cemburu dari mata Martin. Carissa juga berpikir bahwa sosok yang baik bak malaikat ini akan berubah menjadi sosok malaikat jahat.

"Kenapa diam? Kalau kamu bohongkan alis kirimu pasti gerak-gerak, tapi sudah lihat alis kirimu gerak-gerak," ujar Martin lagi. Sontak Carissa percaya begitu saja dan langsung memegang alisnya.

"Tuh kan, apalagi yang ingin kamu sembunyikan dari aku Carissa? Bukankah kita berdua sepakat untuk menghentikan perjodohan ini, tapi kenapa kamu malah romantis-romantis sama kakakku!"

Carissa menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap orang yang disukainya. Martin semakin mendekati Carisaa dan mulai mempertipis jarak diantara mereka. "Katakan Carissa, hal apa yang bisa membuatmu seperti itu? Apa kamu berkhianat padaku?" bisik Martin dengan suara serak basahnya.

"Eh kamu mau apa?" tanya Carissa mulai gugup. Detak jantungnya sekarang berdetak sepuluh kali lebih cepat. "M-menjauhlah," cicit Carissa.

Martin mendekatkan bibirnya lalu menggigit telinga Carissa pelan. Martin terus melakukannya dan tidak mendengarkan suara dari Carissa.

"Lepaskan aku, Martin," ujar Carissa terdengar lirih.

Untung saja, Dirga memang kebetulan lewat kamar Carissa dan ingin mengembalikan karet rambutnya yang tertinggal di kamarnya. Dirga langsung menarik Martin dan menamparnya. "Apa yang kamu lakukan hah?" tanya Dirga dengan suara meninggi.

Martin terdiam dan tidak menjawab lalu pergi meninggalkan Dirga dan Carissa. Dirga menggelengkan kepalanya dan melihat kearah Carissa. "Kenapa kamu tidak tinju saja dia?" tanya Dirga lalu meletakkan karet milik Carissa diatas meja.

Carissa menutupi wajahnya dengan bantal dan benar-benar malu. Ia tidak menyangka bahwa dirinya seakan terhipnotis. Dan juga Dirga melihat hal itu. Bisa hancur tidak ya, imagenya di rumah barunya ini?

"Hei kenapa kamu menutupi wajahmu dengan bantal?" tanya Dirga bingung.

"Sudahlah, pergi sana!" usir Carissa. Dirga duduk di tepi tempat tidur dan menarik bantal yang menutupi wajah Carissa. "Apa yang ingin kamu lakukan? Sana pergi!"

Dirga tidak mendengar dan terus menarik bantal itu. "Aku ingin bicara sama kamu!" Mendengar hal itu, Carissa menyingkirkan banyaknya, "Ya, ada apa?" tanya Carissa jutek.

"Aku tidak menerima perjodohan ini, jika kamu memang suka sama Martin. Sana kamu dekati Martin terus, nempel terus kalau bisa. Nanti kalian berdua urus bagaimana ke depannya," ujar Dirga.

"Oh begitu, aku dan Martin juga berniat ingin menghancurkan perjodohan ini. Tapi sepertinya, Martin marah denganku, gara-gara aku tidur sama kamu. Coba aja kalau tidak tidur sama kamu, pasti dia tidak akan semarah ini. Dia tahu hal itu juga dari Ayahmu," ujar Carissa.

"Sudahlah, emosinya masih labil itu anak. Selamat bersenang-senang. Jaga tingkah lakumu, kalau di depan Ayah, kita berdua harus baik."

"Memangnya kenapa? Kita berdua kan tidak baik?"

"Rahasia, sudah ... Lakukan saja!"

"I-iya." Dirga bangkit dan pergi keluar dari kamar Carissa. Carissa memikirkan kembali perkataan Dirga dan penasaran sekali dengan rahasia dimaksud Dirga. Kira-kira apa itu?

***

Sungguh aku malu sekali, saat melihat Kakakku masuk ke dalam kamar Carissa. Apa jangan-jangan Carissa sudah jatuh cinta sama Kakakku? Kan tidak mungkin, karena Carissa juga suka sama kamu.

Tapi apa mungkin juga perasaan suka kepadaku itu berbelok kepada Kakakku? Harusnya tadi aku tidak melakukan itu kepada Carissa, hanya saja tadi aku tergoda melihat Carissa dengan wajah polos.

"Martin ...."

"Ya, masuklah," sahutku.

"Kenapa kamu melakukan hal tidak senonoh kepada Carissa? Awas kamu kalau terjadi apa-apa," ancam Dirga.

"Iya-iya, pasalnya dia gemas sih."

"Awas saja kamu!" Dirga kembali menutup pintu kamar. "Tuh kan apa aku bilang, pasti Kakakku juga rada suka sama Carissa, bahaya ini mah, bisa terjadi perang saudara karena memperebutkan satu cewek," gumamku.

***

Mungkin aku harus turun ke lantai bawah, agar bisa akrab dengan orang rumah ini. Perlahan-lahan aku menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Tampak di ruang tamu, Pak Santoso sibuk bekerja, Dirga sibuk dengan tugasnya, dan Martin sibuk dengan game onlinenya. Hari ini kuliahku sedang libur musim panas selama seminggu. Jadi bisa bersantai dari tugas menumpuk untuk beberapa waktu.

"Eh Carissa, ayo sini duduk makan donat," tawar Santoso ramah.

"Iya Ayah, terima kasih," jawabku sambil tersenyum. Aku pun duduk disamping Dirga. Kan tadi Dirga sendiri yang bilang, kalau di depan Ayahnya harus jaga sikap. Kaya sejenis sok akrab, padahal tidak.

"Oh iya Carissa, nanti siang sekitar jam satu ini, Dirga mau ajak kamu kemah, kurang lebih selama tiga hari," ujar Santoso.

"Apa?" kata aku dengan Dirga serentak dan sama kagetnya.

"Wow, tidak begitu Ayah. Aku akan pergi sendiri, lagipula aku tidak bilang kalau mau ajak Carissa pergi," ujar Dirga memperbaiki perkataan Ayahnya yang tidak benar adanya.

"Tidak apa-apa Dirga, dan pastinya teman-teman kamu pasti bawa kekasih. Tidak apalah, sesekali kamu ajak Carissa," ujar Santoso terus memaksakan Dirga, agar Carissa ikut.

Dirga melirik kearah Carissa dan menghela nafasnya, "Ya sudah, dia boleh ikut. Cepat sana kemas baju-bajumu, jam satu kita jalan," ujar Dirga terpaksa.

"B-baiklah," jawabku. Kasihan sekali Dirga kalau dipaksa dan didesak terus sama Ayahnya. Sedang aku merasa tidak enak kan dengan Martin. Pastilah nanti Martin mikir hal yang macam-macam.

"Sana kamu ikut bantu dia, Dirga," ujar Santoso.

"What? Aku tidak salah dengarkan?" gumamku. Dirga memasang wajah lesunya dan menarik tanganku untuk bangkit berjalan menuju kamar. "Hush, kalau tidak mau, ya jangan dipaksakan dong. Apa susahnya bilang tidak mau," ujarku.