webnovel

First Approach

Sejuknya udara pagi tengah merasuki ventilasi jendela ruangan itu. Anastasia tak sengaja menghirup dan membuka matanya. Lalu ia tersenyum melihat Tony yang masih berada di sisinya, tertidur pulas dan masih menggenggam tangan kecilnya.

Anastasia membalikkan tangannya lalu membelai lembut telapak tangan Tony dan berbisik padanya,

"Selamat pagi, Tony," sambil membelai rambutnya dan Tony pun terjaga.

"Ana? Kau sudah bangun rupanya," Tony membalas senyumnya.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Tony.

Namun Anastasia masih saja tersenyum padanya. Seolah itulah jawaban yang ia berikan pada Tony, bahwa ia baik-baik saja.

Salah satu perawat kemudian datang memasuki ruangan, memberikan satu porsi sarapan lengkap dengan meja lipatnya untuk Anastasia. Sarapan yang diberikannya bisa terbilang istimewa dan bernutrisi, sebab Jonathan memang memberikan fasilitas VIP untuk perawatan Anastasia.

"Terima kasih, suster," ucap Tony.

Setelah itu Tony membuka plastik yang menyelubungi makanan itu, lali mengambil sendoknya untuk menyuapi Anastasia.

"Aku bisa makan sendiri, Tony," sahut Anastasia tersipu.

"Tidak apa-apa, biarkan aku menyuapimu," balas Tony yang menatapnya lembut.

Wajah Anastasia tampak memerah, Tony pun mulai menyuapinya perlahan. Tony sangat senang melihat Anastasia menikmati makanannya.

"Aku merindukanmu," celetuk Anastasia membuat Tony menghentikan aktifitasnya.

"Aku juga merindukanmu, Ana," balas Tony dengan senyuman, lalu kembali menyuapinya.

Seusai sarapan, Tony memberikannya segelas orange squash.

"Tony tidak sarapan?" tanya Anastasia.

"Nanti saja, tidak apa-apa," jawab Tony.

"Aku tidak mau Tony sakit, sarapan lah dulu," paksa Anastasia.

"Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri disini, Ana,"

Anastasia menatap tajam pada Tony, seperti marah padanya. Lalu berpaling darinya.

"Ana, kau baik-baik saja, kan?"

Anastasia tidak menjawab.

"Baiklah, aku akan memesan makanan online, sebentar,"

Niat Tony ingin membohonginya, namun itu semua gagal saat Anastasia berujar,

"Aku tidak akan bicara pada Tony sebelum aku melihat Tony sarapan."

Tony mengernyitkan dahinya setelah mendengar ucapan gadis kecil itu.

Setengah jam kemudian, seorang kurir mengantarkan satu kotak sarapan ke ruangannya. Tak lupa Tony membayar tarif antar untuknya.

"Terima kasih, ya," ucap Tony.

"Sama-sama, pak," lalu kurir itu pergi.

"Lihatlah, Ana, aku sedang sarapan," membuka kotak makanan itu, lalu menyantapnya.

Anastasia kembali menatapnya dengan senyum. Memerhatikan Tony yang sedang menikmati sarapannya.

"Kau senang sekarang?" ujar Tony yang membuat Anastasia tertawa.

"Pelan-pelan makannya, Tony," sahutnya yang tak bisa menahan tawanya karena Tony.

"Aku harap kau melihatnya, aku memakan semuanya sampai habis."

Baru pertama kali Tony melihat Anastasia tertawa terpingkal karena tingkah lakunya. Padahal saat pertama kali mengenalnya, Tony mengira bahwa Anastasia sangat sulit untuk tersenyum, apalagi tertawa sampai seperti itu.

***

Jonathan sedang mengunjungi rumah Christine dengan tiga orang bawahannya yang berseragam serba hitam.

Mereka masuk begitu saja tanpa seizin Christine, dan langsung menuju ke kamar Anastasia.

"Hei! Apa yang kalian lakukan di rumahku?!" gertak Christine.

Jonathan menghampiri dan memberikannya sebuah surat.

"Tanda tangani ini."

"Surat hak asuh?! Apa maksudnya?!" Christine membentaknya.

"Kau tanda tangani ini atau kau kulaporkan ke polisi? Putuskan sekarang." tegas Jonathan.

"Ini pemaksaan!"

"Putuskan sekarang, Christine! Menyerahlah! Polisi sudah mengetahui semuanya tentangmu!" bentak Jonathan.

Christine pun dilanda dilema besar saat itu. Ia pikir, jika menandatangani surat itu, ia akan kehilangan Anastasia untuk selamanya. Dan jika tidak menandatanganinya maka kasus kekerasannya terhadap Anastasia itu akan berlanjut ke kepolisian.

"Christine! Kau mendengarku, kan?!" tubuhnya terjingkat sekilas karena gertakan Jonathan.

Pada akhirnya, Christine terpaksa menandatangani surat itu. Ia pun merasakan penyesalan yang amat mendalam dan akhirnya menangis.

"Pilihan yang bagus," ujar Jonathan.

"Semua sudah beres, bos." sahut salah satu bawahannya setelah selesai mengangkut semua barang Anastasia ke mobilnya.

"Mengapa kau menangis? Agar aku merasa iba padamu?" Jonathan menatapnya bengis.

"Beruntungnya aku tidak segera menikahimu," lanjut Jonathan, lalu pergi.

***

Menjelang petang, Tony dan Jonathan berada diluar ruang pasien, karena seorang dokter sedang memeriksa Anastasia.

"Semua barang-barang Ana sudah ada di rumahmu, Tony. Ini kunci rumahmu," memberikan kunci rumahnya pada Tony.

Jonathan juga memberikan surat hak asuh Anastasia padanya.

"Jon, apa kau sudah pikir matang-matang soal ini?" tanya Tony yang masih ragu.

"Seharusnya itu menjadi pertanyaanmu, Tony..."

"Tapi ini menyangkut seorang anak, memang dahulu aku pernah memiliki seorang adik seusianya, tapi, ini berbeda, Jon,"

"Tidak ada yang berbeda. Aku juga sudah mengurus semuanya, demi kebaikan Anastasia kedepannya."

Tony kembali melihat isi surat itu. Bukanlah berat yang ia rasakan sebenarnya, melainkan merawat seorang anak seusia Anastasia itu merupakan tanggung jawab besar baginya.

"Aku percaya padamu, Tony." ucap Jonathan meyakinkannya.

Tony menghela nafas, lalu menandatangani surat itu.

"Terima kasih, Tony. Titip Anastasia. Rawatlah dia dengan baik, seperti kau merawat adikmu,"

"Tapi aku gagal merawat adikku, Jon. Hingga dia meninggal di hadapanku," kedua mata Tony berkaca-kaca.

"Jadi itu yang membuatmu ragu?" tanya Jonathan lalu mendekatinya.

"Maka jangan biarkan hal itu terjadi lagi pada Anastasia." lanjut Jonathan.

Kemudian seorang dokter keluar dari ruang pasien dan memberitahu kondisi Anastasia.

"Bagaimana kondisinya, dok?" tanya Tony.

"Kondisinya sudah membaik, besok atau lusa ia sudah bisa pulang." jawabnya ramah.

"Syukurlah kalau begitu, terima kasih, dokter," ujar Jonathan.

"Baik, pak. Saya kembali ke ruangan saya, kalau anda membutuhkan sesuatu menyangkut Anastasia, anda bisa hubungi saya."

"Baik, dokter." jawab Jonathan dan Tony bersamaan.

Kemudian mereka berdua masuk ke dalam ruangan. Melihat Anastasia yang sedang tertidur pulas.

"Aku heran, mengapa ada seorang ibu yang tega memukuli putrinya sendiri?" ujar Tony sambil membelai rambut Anastasia.

"Kehidupan Christine sangat sulit setelah suaminya meninggal 2 tahun yang lalu. Namun ia salah cara dalam menanggapi kesulitan itu." jelas Jonathan.

"Anak sekecil dia tahu apa tentang masalah keluarga? Yang ia butuhkan hanyalah cinta dan kasih sayang yang tulus,"

Akhirnya, Jonathan pun menceritakan semuanya pada Tony.

"Aku mengenal Christine saat ia sedang mabuk berat di sebuah bar. Ia terlihat tersesat, sampai aku menghampirinya. Christine menceritakan semua kehidupannya selama ini, meminum wiski seloki demi seloki hingga akhirnya ia tumbang."

"Berniat membawanya pulang ke rumahnya, namun aku pikir tidak, sebab Christine sudah mengatakan bahwa ia memiliki anak perempuan di rumahnya. Akhirnya aku membawanya pulang ke rumahku." cerita Jonathan berlanjut.

"Aku pria brengsek, Tony. Beberapa orang menyebutku seperti itu. Hanya karena aku sering berganti-ganti pasangan saat bercinta. Aku juga sering bercinta dengan Christine. Jujur aku sangat mencintainya sekaligus kasihan padanya. Namun setelah aku tahu dia berlaku kasar pada darah dagingnya sendiri, aku memutuskan untuk tidak bersamanya lagi. Karena aku juga pernah punya anak, dan sekali pun aku tidak pernah kasar pada mereka."

Tony menoleh ke arahnya, "Maksudmu, kau seorang duda?"

"Benar, dan aku sangat menyesal telah meninggalkan anak-anakku, aku juga gagal merawat mereka, karena itulah, aku percayakan Anastasia padamu, Tony." jawab Jonathan.

Sementara Tony masih menatapnya heran.