webnovel

Qiana's Birthday Party

Semua tidak menjadi semakin baik, sikap Felix berubah jadi dingin. Sekarang malah dia yang terlihat menjauhi Elea.

Elea sedih, dia seperti telah kehilangan sosok yang dulu selalu hangat padanya. Rasa bersalah dan menyesal tentu sekarang menyelimutinya. Seharusnya dia tidak perlu takut pada Felix, seharusnya dia tidak menjaga jarak dengan Felix, seharusnya dia bisa mengerti apa yang Felix rasakan.

Teman-temannya juga mengetahui itu, mereak terus berusaha meyakinkan Elea kalau semuanya akan baik-baik saja. Bahwa Felix tidak berubah dan akan segera kembali seperti dulu.

Elea berusaha untuk mempercayainya, tapi itu sulit saat Felix sendiri dengan terang-terangan menunjukkan perubahannya. Pernah Elea mencoba untuk bicara padanya, Felix langsung menolak dengan berbagai alasan. Itu semakin membuat Elea semakin merasa bersalah dan sedih.

Felix pun sebenarnya tidak ingin seperti itu pada Elea. Tapi dia sudah terpengaruh dengan perkataan Qiana. Dia percaya apa yang Qiana katakan itu benar. Tapi Felix bingung harus berbuat apa. Dia tidak bisa begitu saja mengekang Elea untuk menjauhi semua orang dan hanya fokus pada dirinya. Itu malah akan membuat Elea semakin terluka dan menjauhinya.

Dia memilih untuk menjauhi Elea bukan karena dia membencinya, tapi dia butuh waktu untuk menenangkan hatinya. Dia percaya Elea tetap menjaga perasaannya hanya untuknya, Elea tidak akan meninggalkannya. Dia hanya sedang mencari cara agar Elea dapat menjauh dari orang-orang yang punya niatan lain terhadap dirinya.

Meskipun dia menjauhi Elea, dia terus memperhatikannya dari jauh secara diam-diam. Seperti saat ini, dia sedang melihat Elea yang sedang duduk sendiri di halte menunggu bus datang. Dia bisa melihat raut sedih diwajah Elea, jujur dia sangat rindu dengan Elea. Kakinya seolah ingin langsung berlari dan menghampiri Elea diseberang sana.

Dirinya benar-benar ingin menghentikan semua kekacauan yang terjadi. Dia ingin kembali seperti dulu, berada disamping Elea, melihat senyumannya dengan semua tingkah absurdnya. Felix rindu akan masa-masa itu. Tapi apakah sekarang bisa seperti itu lagi. Dia yakin tidak ada yang akan berubah dari Elea, tapi bagaimana dengan Bob dan Rhino, belum lagi soal Sam dan ditambah lagi dengan kehadiran Christof. Kenapa sekarang terasa begitu rumit.

Bicara soal Christof, Felix menangkap seseorang berjalan mendekati Elea. Itu Christof, 'kenapa guru itu mendekati Elea?' tanya Felix dalam masih memperhatikan Elea dari jauh.

Dia melihat mereka berdua mengobrol, tapi saat dia melihat Christof menggenggam tangan Elea. Felix tidak bisa menahan dirinya lagi.

"Lea, ayo pulang denganku." ucap Felix yang tiba-tiba muncul, mengagetkan Elea dan Christof yang sedang mengobrol.

"Oh Navarro, kau ingin menjemput Galen?" tanya Christof.

"Iya Mr. Aubrey. Maaf jika saya mengganggu percakapan kalian. Tapi Elea harus pulang dengan saya." tanpa menunggu jawaban dari Christof, Felix langsung membawa Elea bersamanya.

Sepanjang perjalan pulang, tidak satupun dari mereka berdua yang bicara. Elea masih kaget, setelah beberapa hari menjauhi dirinya Felix akhirnya mengajaknya pulang bersama. Felix pun masih canggung, entah apa yang harus dia katakan pada Elea.

Tiba di rumah Elea, mereka berdua masih duduk di kursi masing-masing. Seperti tidak ada yang berencana untuk keluar dari mobil itu.

"Bagaimana kabarmu? Maaf aku sibuk beberapa hari ini." ucapan Felix memecahkan keheningan.

"Aku baik... Aku juga minta maaf..."

Tangan Felix perlahan berpindah dari kemudi mobil ke tangan Elea, dia menggenggam tangan itu erat, sangat rindu saat dulu dia sering menggenggam tangan itu.

"Tidak... kau tidak salah Lea, semua ini hanya salah paham saja." Felix menatap lekat mata Elea, "Aku sangat merindukan saat kebersamaan kita dulu. aku rindu kita yang dulu."

"Memang kita yang sekarang kenapa?"

Felix melepaskan genggamannya, mengusap wajah dengan kedua tanganya. "Ini sulit Lea... Semua terasa rumit sekarang..."

Elea memiringkan kepalanya tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Felix. "Kau tahu aku sangat menyukaimu kan? Aku... Aku tidak ingin kau pergi dariku..." ucap Felix sedih.

"Aku tidak akan pergi kemana-mana Lix..."

"Aku tahu... tapi... tapi mereka... mereka terus berusaha mengambilmu dariku..."

"Mereka? Siapa yang kau maksud?"

"Mereka... orang-orang yang ada disekitarmu... Senior Sam, Bob, Kak Rhino bahkan Mr. Aubrey... Aku tidak bisa melihatmu dekat-dekat dengan mereka."

Elea terkejut mendengar itu. Dia mengerti jika Felix cemburu dengan Sam. Tapi yang lainnya itu adalah teman-temannya. Kenapa Felix juga ikut cemburu dengan mereka?

"Lea... kumohon... jika kau benar-benar sayang padaku. Kumohon jauhi mereka. Aku benar-benar tidak sanggup melihatmu bersama mereka." Felix kembali meraih tangan Elea. Tatapannya menyatakan kalau dia bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

"Lix... kenapa kau jadi seperti ini? Kenapa kau berpikir seperti itu?" Elea masih tidak percaya, ucapan itu keluar dari mulut Felix. Dia menarik tangannya dari genggaman Felix.

Melihat sikap Elea yang seolah menolak. Membuat Felix semakin frustasi. "Jadi kau lebih memilih mereka daripada aku???"

"Tidak... bukan seperti itu Lix, pikiranmu sepertinya sedang kacau. Lebih baik kau pulang dan istirahat." Elea segera berusaha membuka pintu mobil tapi Felix menahannya.

"Aku serius dengan apa yang aku katakan Lea. Aku sungguh tidak bisa hidup tanpamu. Kumohon pertimbangkan permintaanku." Felix melepaskan pegangannya, Elea langsung keluar tanpa menjawab pertanyaan Felix. Dia langsung masuk ke dalam rumahnya, sama sekali tidak menoleh untuk melihat Felix.

*

*

*

Hampir satu sekolah heboh dengan undangan yang datang Qiana. Satu minggu lagi, Qiana akan mengadakan pesta ulang tahunnya yang ke 18. Dia mengundang banyak orang untuk hadir di pestanya. Dan tentu saja Elea dan teman-temannya tidak diundang di pesta itu. Tapi Elea dan teman-temannya tidak terlalu peduli dengan pesta itu.

Apalagi untuk Elea, dia masih belum berbaikan dengan Felix. Percakapan terakhir mereka masih membebaninya. Felix terang-terangan memintanya untuk memilih antara Felix atau teman-temannya. Dia tidak bisa memilih, mereka semua punya peranan penting di dalam hatinya.

"Kenapa? Masih soal Navarro?" tanya Jovita yang dari tadi memperhatikan Elea sama sekali tidak menyentuh makanan didepannya.

Mendengar pertanyaan Jovita, temannya yang lain jadi ikut memperhatikan Elea.

"Berhenti memikirkannya, jika dia memang punya hati dia tidak akan menjauhimu."

"Bob... jangan bicara seperti itu, kau tahu benar kalau Felix itu sangat sayang dengan El." ucap Geya menyanggah Bob.

"Tapi Bob benar kok. Jika Navarro memang tulus dia tidak akan berbuat seperti ini."

"Kak Rhino... itu sama sekali tidak membantu..." ucap Geya lagi, dia langsung menoleh ke arah Elea, memastikan Elea tidak semakin sedih.

"Sudah.. sudah, jangan bahas itu dulu. Kalian tidak ada yang diundang di pestanya Cole kan?" tanya Jovita yang dijawab dengan anggukan oleh mereka semua. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan saja?" sarannya.

*

*

Akhir pekan tiba, ini adalah hari pesta Qiana dilangsungkan. Felix mendapat undangan dari Qiana. Dia sebenarnya tidak ingin pergi. Tapi karena keluarga Qiana dekat dengan keluarga, mau tidak mau dia harus hadir.

Disinlah dia berada, di rumah kediaman Cole. Duduk sendiri di sudut ruangan, berusaha menghindar dari keramaian. Meskipun dia kenal dengan orang-orang yang hadir di pesta itu, tapi tidak ada yang dekat dengannya.

Kesendiriannya membuatnya mengingat Elea, orang yang sangat dia inginkan kehadirannya saat itu disampingnya.

Qiana yang melihat Felix hanya sendiri, menghampirinya dangan segelas minuman ditangannya. Dia meletakkan minuman itu di meja yang ada di depan Felix.

"Terima kasih, tapi aku tidak minum Qiana." tolak Felix secara halus.

"Ayolah Felix, ini hanya satu gelas. Dan aku yakin itu akan membantu menghilangkan sedikit beban dipikiranmu." Felix menoleh ke arah Qiana lalu menatap gelas dimeja itu. Dia masih ragu namun tanganya meraih gelas itu.

*

*

Elea dan teman-temannya seharusnya pergi jalan-jalan sore itu. Tapi tiba-tiba Elea tidak bisa ikut bersama mereka, karena ada urusan lain. Jadinya mereka semua tidak jadi pergi.

Elea tiba didepan sebuah rumah, hari sudah mulai gelap. Tapi lampu dari rumah itu terlihat redup dengan suara musik yang sangat berisik. Membuat Elea merasa tidak nyaman tapi dia tetap harus masuk kedalam untuk mencari seseorang.

Sore itu saat dia sudah bersiap untuk pergi. Tiba-tiba dia mendapat pesan dari nomor yang tidak dia kenal. Memberitahukan keadaan Felix yang sedang tidak baik. Tanpa pikir panjang Elea langsung pergi alamat yang tertera di pesan itu setelah membatalkan janjinya dengan temannya.

Elea mengedarkan pandangannya mengamati satu persatu orang disana, sampai dia mendapati sosok yang dia cari sedang duduk di pojokan ruangan, terlihat tidak sadarkan diri. Elea langsung menghampirinya, menggoyangkan bahunya berusaha untuk membangunkannya.

"Lix... ayo kita pulang..."

Felix mendengar suara yang sangat familiar, suara yang memang sangat ingin dia dengarkan saat itu. Dia membuka matanya, samar-samar dia melihat wajah Elea. Dia menepuk pipinya beberapa kali, berpikir kalau dia mungkin bermimpi. Tapi tidak, Elea memang ada dihadapannya.

"Lea... kau disini??" tanya Felix, masih seperti orang yang linglung. Elea mengangkat tubuh Felix, meletakan lengan Felix dibahunya dan memegangi pinggang Felix agar dia tidak terjatuh. Dan dia membawa Felix pergi dari tempat itu.

Tidak beberapa lama Qiana kembali ke tempat Felix duduk tadi, tapi dia tidak mendapati Felix lagi disana.

"Wah sepertinya kau kelihangan targetmu lagi kali ini." ucap Sam sambil tertawa mengejek Qiana yang terlihat sangat kesal.

Elea berhasil membawa Felix pulang kerumahnya. Dia membuka pintu rumah Felix, dia tahu password rumah Felix. Masuk ke dalam rumah, dia mendudukkan Felix di sofa dan segera pergi ke dapur untuk mengambilkan Felix air.

Kembali dengan segelas air. Elea hendak memberikan gelas itu pada Felix. Tapi gelas itu diletakkan Felix ke meja dan dia malah menarik Elea, mendekapnya sangat erat.

Elea sontak terkejut, dia berusaha melepaskan dekapan Felix tapi Felix malah makin memeluknya erat, tidak mau melepaskan.

"Lea aku sangat mencintaimu..." Felix menoleh kearah Elea, menatapnya penuh sayang. Perlahan Felix mendekatkan wajahnya ke Elea, semakin dekat hingga mereka dapat merasakan hembusan nafas mereka masing-masing. Elea seolah membeku tidak bisa bergerak.

"Aku sungguh mencintaimu... kumohon jangan tinggalkan aku..."