webnovel

PERTEMUAN TAK TERDUGA

"Pelan-pelan saja, Nona," ujar Robert dengan netra yang tak teralihkan dari kaki kanan calista yang bergerak seirama dengan tongkat yang gadis itu bawa. Calista mengangguk, senyuman terpatri pada wajahnya saat memasuki pintu utama Cafe Symphonic. Pintu itu dibukakan oleh satu pengawal yang juga ikut serta memantau kegiatan gadis itu, Gadis manis dengan rambut lurus tergerai itu lebih dulu mengucapkan terima kasih. Pengawal yang membukakan pintu hanya menganggaauk tanpa mengubah wajah datarnya. Ia tak mempermasalahkan responnya, itu sudah menjadi hal yang biasa.

Hanya Calista dan Robert yang masuk ke dalam Caffe, itu sesuai dengan keinginan Calista yang tak ingin menjadi pusat perhatian di dalam sana. Tubuh kecil milik gadis itu sepenuhnya masuk ke dalam ruang utama lantai satu ditandai dengan bel masuk yang berbunyi, beberapa pasang mata yang menikmati kegiatannya menatap Calista dan Robert sejenak, kemudian kembali menuju aktivitas mereka masings-masing.

Robert menuntun sang nona untuk menduduki kursi yang sudah dirinya pesan satu jam yang lalu. Calista menyerahkan tongkat yang dibawanya pada Robert, kemudian mendudukan tubuhnya dengan kaki kanan yang diluruskan. Terasa nyeri, mungkin kerena pergerakannya terlalu banyak.

Tanpa memesan apappun, dua pegawai Cafe langsung menuju meja yang Calista singgahi dengan nampan membawa hidangan terbaik di Caffe Symphonic. Ini pasti akal-akalan dari Xander, laki-laki berdarah dingin dengan kekuasaannya itu langsung memesan dan membayar segala makanan untuk Calista makan. Tentunya dengan kadar gizi yang seimbang.

Namun sepertinya Calista tak mengerti, terbukti saat kerutan pada dahi gadis itu tampak, ia pasti merasa bingung karena belum memesan makanan appapun. Bahkan Robert masih mengelap meja yang digunakannya saat ini untuk menghindari kuman yang tertinggal.

Dua pegawai itu meletakan berbagai makanan dengan variasi yang cukup banyak di atas mejanya, kemudian membungkuk hormat seperti maid di dalam mansion Xander. Tunggu, Xander?

"Rob, apa kau yang memesan ini?" tanya aclista dengan dagu menunjuk makanan pada meja panjangnya.

Robert yang sebelumnya mengedarkan pandang untuk memasitkan keadaan aman langsung menoleh, kemudian menggeleng beberapa kali untuk menanggapi ucapan sang nona.

"Kursi yang anda tempati memang saya yang memesankannya, namun untuk makanan yang dihidangkan itu semua dipilihkan langsung oleh tuan," jelas Robert dengan kedua tangan yang menyatu di depan tubuhnya.

Calista langsung mengembuskan napas setelah menyadari siapa pelaku utama, Xander memang berkuasa. Dan dirinya tak iangin mengelak akan hal sedemikian. Tampak mneyebalkan, namun hatinya menghangat. Setidaknya laki-laki itu masih menyempatkan waktu sibuknya untuk memperhatikan apa yang dirinya inginkan. Hati Calista mengahangat, haruskah ia memeluk tubuh tegap itu untuk mengucapkan terima kasih sepulang dari cafe ini?

"Silahkan nikmati makanan anda, nona," ujar Robert dengan nada dingin yang maish terkesan sopan seperti biasanya. Namun Calista mengangkat satu alis bingung saat Robert masih mempertahankan posisi berdirinya di depan bangku kosong yang ada di depan Calista.

"Ikutlah makan bersamaku, temani aku menghabiskan semua ini," ujar Calista dnegan wajah mengadah menatap robert yang masih bergeming di tempatnya. Laki-laki itu menggeleng tidak setuju, kemudian menundukan kepalanya saat melihat tatapan memelas yang dilayangkan snag nona. Ia tidak ingin mengambil resiko dan membuat Xander bertambah marah dan menambah hukuman untuknya.

Namun melihat ekspresi wajah memelas sang nona membauat laki-laki itu terpaksa mendudukan tubuhnya pada kursi yang ada di depan Calista.

Senyuman pada wajah polos nan menggemaskan itu terpancar, membuat sebagain pengunjung menatap Calista sembari menelan saliva karena pesona besar yang gadis itu pancarkan. Tak jauh berbeda, Robert juga sedemikian. Ia merasa terpaku deegan kecantikan sang nona yang tidak bisa disingkirkannya barang sebentar pada pikirannya. Gadis itu terlalu sayang bila dilewatkan. Namun Robert berudaha untuk mengenyahkan pemikiran lancang itu, Calista milik Xander. Selamanya akan seperti itu.

Namun pada dasarnya Calista adalah pribadi yang tidak terlalu peduli dengan lingkungan sekitarnya, gadis itu menghiraukan berbagai tatapan dengan artian bervariasi yang ditunjukan pengunjung di Cafe ini, Mungkin kesal melihat pelayan langsung membawakan makanan pengunjung baru seperti dirinya terlebih dahulu dibanding pengunjung yang sudah lumayan lama menunggu, Sudah dirinya bilang bilang kekuasaan Xander bisa mengalahkan siapa saja. Dan Calista tak pernah terbayang bila dimanapun pijakannya pasti ada sangkut pautnya dengan Xander. Calista terbiasa dengan tatapan itu dimasa lalu saat datang ke tempat ini bersama Xander dan belasan pengawalnya.

"Rob, makanlah!" perintah gadis itu dengan nada riangnya.

Robert mengangguk kaku, kemudian mengambil sendok garpu dan pisau untuk memulai memotong steak yang menjadi pilihan pertamannya. Semua makanan yang dimakan Calista tak terlepas dari daging, Robert selalu mengingat itu dimanapun kapanpun agar tak salah memilihkan makan sang nona saat keadaan seperti ini terjadi.

Calista memilih memakan olahan manis dan dingin berwarna-warni dalam cup sekali pakai, ice cream. Matanya terkatup saat makanan yng selalu diidentikan dengan anak-anak masuk ke dalam mulut dan memberikan kesan dingin pada lidahnya sendiri. Ah, Calista harus berterima kasih dengan Xander karena kembali mengizinkan dirinya untuk singgah dan menikmati rasa ice cream di Caffe Symphonic yang selalu memanjakan lidahnya.

***

"Aku ingin ke kamar mandi sebentar, bisakah kau menungguku di depan pintu kamar mandi?" tanya Calista dengan kedua alis yang terangkat. Sementara laki-laki dengan jas hitam dan wajah datar khas pemimpin itu menoleh. Robert mengangguk, kemudian membiarkan sang nona kembali melangkah dengan tongkatnya menuju arah kamar mandi di Cafe dua lantai ini.

Gadis berambut panjang terurai itu lebih dulu mengucapkan terima kasih sebelum fokusnya tertuju pada langkah kaki dan tongkat yang menopang setengah badannya. Sesekali Robert mengamati keadaan sekitar Kamar Mandi yang cukup ramai lantaran tangga menuju lantai dua berada tak jauh dari ruang kamar mandi.

"Aku akan masuk sebentar, tidak akan lama," ujar Calista dengan netra menatap Robert saat dirinya hendak masuk ke dalam kamar mandi khusus wanita.

Was-was tetaplah was-was. Robert tak mengelak bila dirinya khawatir terjadi sesuatu hal yang buruk dengan sang nona. Lantai kamar mandi pasti licin, ia takut Calista terpleset, hanya itu.

"Aku tahu apa yang bersarang dalam pikiranmu. Tenang saja, aku akan berhati-hati dan tak menyusahkanmu," ujar Calista menenangkan pengawal setia Xander.

Walau dengan pikiran yang masih bercabang, Robert memilih menganggukan kepala singkat. Melangkah mundur dan membiarkan sang nona melewati pintu kamar mandi yang saat ini kosong tak dilalui orang lain.

Calista menggerakan tongkatnya perlahan, sesekali netranya berpusat pada lantai dan keadaan di sekitarnya. Syukurlah washtafle tak banyak yang menyinggahi. Senyuman pada wjaahnya terbit, kemudian kembali menggerakan kaki kiri dan tongkatnya untuk menuju washtafle paling pojok.

Ia meletakan tongkat kayu itu pada pojok tembok, kemudian menumpukan seluruh tubuhnya pada sisi washtafle. Tangan kanannya bergerak memutar kran hingga air mengalir itu keluar.

Suara percikan air yang terdengar di dalam kamar mandi sudah menjadi hal yang lumrah. Namun saat bilik di belakang tubuhnya berbunyi tanda orang di dalam sana membuka kunci dan keluar dari dalamnya, Calista reflek menatapnya lewat cermin besar yang ada di depan tubuhnya.

Tubuhnya membeku di tempat, gerakan tangannya yang hendak mematikan kran terhenti saat melihat siapa wanita yang keluar dari bilik kamar mandi di belakang tubuhnya.

"Ganesha …."