webnovel

Bab 24

Jessie saat ini tengah makan malam sendirian. Ia tidak ikut makan bersama di panti dengan saudara-saudaranya. Ia memilih makan di sebuah restoran.

Sebelumnya Jessie sudah menyerahkan urusan menyiapkan makan malam pada saudara yang lain.

Biasanya Jessie yang menyiapkan makan malam dan kalau bukan jadwalnya, Jessie akan tetap mengawasi sampai mereka semua makan bersama.

Tapi kali ini Jessie tidak menyiapkan makan malam dan tidak mengawasi karena ia tengah berada di luar panti.

Saat Jessie menikmati makanannya, ia melihat ada seorang gadis yang tampak familier. Gadis itu memakai seragam yang sama dengan pekerja restoran yang melayani Jessie tadi.

Sepertinya gadis itu bekerja di restoran yang didatangi jessie ini.

Ah, Jessie ingat dimana ia pernah melihat gadis itu.

Sebenarnya Jessie baru pertama kali melihat gadis itu secara langsung. Sebelumnya ia hanya melihat gadis itu pada gambar sebuah foto yang dimiliki Kevin.

Jessie ingat namanya adalah Diana Claire. Ia sadar jika gadis itu istimewa bagi Kevin. Gadis yang disukai Kevin. Kalau tidak kenapa Kevin menyimpan fotonya?

Tiba-tiba Jessie ingin menanyakan tentang Kevin pada gadis itu. Mungkin saja gadis itu tahu tentang dimana keberadaan Kevin sekarang.

Jessie langsung memutuskan untuk segera menghabiskan makan malamnya lalu berencana menemui Diana.

*****

"Permisi nona, maaf mengganggu. Aku ingin berbicara denganmu tentang sesuatu." Sebuah suara yang ditujukan pada Diana berhasil mengambil perhatian Diana.

Diana memperhatikan gadis yang mengajaknya bicara. Saat ini Diana baru saja selesai dari pekerjaannya dan tengah berjalan menuju rumahnya.

Malam sudah semakin larut. Mengapa ada gadis yang sendirian di sini?

"Kau siapa?" Diana bertanya setelah berusaha mengingat siapa gadis itu. Diana tak mengenalnya.

Ia hanya tahu gadis ini tadi salah satu pelanggan tadi yang datang makan malam di restoran tempat ia bekerja. Ingatan Diana memang sangat kuat, yah meski kadang ia juga pernah lupa. Diana juga manusia.

Apa dia menunggu hingga aku selesai bekerja? batin Diana bertanya pada dirinya sendiri.

"Namaku Jessica. Kau bisa memanggilku Jessie. Apa kau mengenal Kevin?" Jessie ingin memastikan lagi jika ia tidak salah orang.

Memastikan jika gadis ini memang mengenal Kevin. Karena ada kemungkinan juga kalau Kevin tidak dikenal oleh Diana.

Itu bisa saja kan? Misalnya gadis itu adalah gadis yang disukai Kevin secara diam-diam.

Meski Jessie juga ragu jika Kevin tak punya hubungan apa-apa dengan gadis yang disukainya. Setidaknya mereka saling mengenal satu sama lain. Kevin itu orang yang mudah bergaul.

"Kevin?" Diana sebenarnya juga belum bertemu Kevin lagi selama beberapa minggu.

"Kevin yang mana, ya?" tanya Diana. Ingin memastikan jika Kevin yang ditanya adalah Kevin yang memang ia kenal.

"Em," Jessie bingung mau menyebutkan nama keluarga Kevin yang berubah.

Jessie juga bingung nama sekolah Kevin yang mana. Karena mungkin nama sekolah Kevin berganti karena ia sudah pindah sekolah.

Jessie tidak tahu apakah sekolah Kevin masih tetap sama atau tidak.

"Aku mengenalmu dari foto yang dimiliki Kevin." Diana terkesiap mendengar perkataan itu.

Ada orang yang menyimpan fotonya diam-diam dan orang itu bernama Kevin. Siapa lagi kalau bukan Kevin yang menjadi temannya. Kevin yang menyukainya.

Melihat ekspresi Diana, Jessie tahu jika ia tidak salah orang.

"Aku ingin bertanya padamu tentang keberadaannya," lanjut Jessie.

"Kau, temannya Kevin?" Diana malah membalas ucapan Jessie dengan pertanyaan.

"Sebenarnya aku anak yang tinggal bersama dengan Kevin di panti. Aku lebih muda setahun darinya." Jessie menjawab dengan jujur.

Diana melebarkan matanya, "Begitu."

"Aku ingin tahu apa hubunganmu dengan Kevin? apakah kau dekat dengan Kevin?" tanya Jessie lagi.

"Kami berteman." Diana menjawab seadanya.

"Benarkah?" Jessie mengerutkan alisnya.

Apakah Kevin terjebak dalam.. em istilahnya apa, ya?.. hubungan pertemanan lah intinya. Friendzone? Just be friend? Pikiran Jessie mulai bertanya-tanya.

Jessie memutuskan untuk bertanya hal lain. "Apa kau tahu keberadaan Kevin saat ini?"

Ingatan tentang kenaikan saat Kevin pergi dari panti terulang dipikiran Jessie.

"Sejak dia diadopsi, dia tidak pernah absen mengunjungi kami di panti setiap minggunya. Tapi sejak beberapa minggu lalu dia sudah tidak datang lagi ke panti menjenguk kami. Aku sudah mengunjungi rumahnya tapi tetap tidak menemukannya," ucap Jessie.

Diana tertegun. Ia melihat ke arah lain dan menghela napas.

"Aku tak tahu. Aku juga sudah tidak bertemu dengannya sejak liburan sekolah. Maaf mengecewakanmu," jawab Diana tampak menyesal karena tidak memberikan jawaban yang memuaskan.

Jessie membuka mulutnya tapi tidak ada suara yang keluar. Ia bingung harus merespon bagaimana.

Karena keheningan, Diana kembali memperhatikan wajah Jessie.

Jessie menunduk menyembunyikan ekspresi wajahnya dan berkata, "Ternyata... Kau juga tidak tahu. Baiklah kalau begitu. Terimakasih."

Jessie hendak izin untuk pamit.

"Tunggu. Aku belum lama dekat dengannya dan aku juga baru tahu kalau Kevin diadopsi belum lama ini. Jadi, bisakah kau menceritakan tentang bagaimana saat ia diadopsi? Aku dan temanku sedang khawatir dengannya karena kami juga tidak bisa menemuinya."

Diana meminta pada Jessie.

Jessie tampak berpikir, "Oh, baiklah. Aku rasa, aku bisa menceritakannya sedikit."

Mau tidak mau, Jessie harus mengingat kembali detail kejadian saat Kevin pergi dari rumah panti.

Beberapa bulan yang lalu, Jessie melihat Kevin pergi mengikuti Tuan Chavez keluar dari panti. Jessie merasa napasnya tertahan dan tenggorokannya tercekat.

Kevin akan pergi? tanya Jessie dalam hati.

Saat Kevin sudah berjalan hingga keluar dari pintu utama rumah panti, tiba-tiba ada yang mengejarnya dan menarik tangan Kevin. Kevin terkejut dan menengok pelaku yang membuatnya tertahan.

Edward?! Jessie juga ikut terkejut. Sadar jika bukan hanya dirinya yang ketakutan dengan kepergian Kevin. Mereka semua sebagai saudara di panti merasa kehilangan jika Kevin pergi.

"Kak Kevin mau pergi? Kakak bukannya bilang tidak akan pergi? Kenapa sekarang mengikuti mereka?" Edward melihat dengan memelas pada Kevin.

Semua pertanyaan yang diberikan Edward membuat Kevin menarik napasnya.

"Kau tahu, aku hanya mengantarkan tamu kita," ucap Kevin menjawab pertanyaan Edward.

"Tapi bukankah tidak perlu sampai di halaman?" Edward masih belum puas dengan jawaban Kevin.

"Kau terlalu khawatir, tapi..." Kevin tak melanjutkan ucapannya. Ia takut mengatakannya.

"Setelah tiga hari, Kevin akan pergi dari sini dan tinggal bersama kami. Kevin masih tinggal dengan kalian selama tiga hari lagi," ucap Oliver menyahut secara tiba-tiba.

"Kau!" Kevin terkejut tidak menyangka ayah angkatnya mengatakan hal itu dengan terang-terangan.

Semua anak panti menatap Revan dengan pandangan memelas. Mereka merasakan sedih setelah tahu bahwa Kevin akan pergi.

Kevin yang menunduk dan mengepalkan tangannya hanya terdiam tanpa menjelaskan pada adik-adiknya tentang hal ini.

"Kenapa?" gumam Jessie yang hanya didengar dirinya sendiri. Ingin bertanya alasan Kevin mengingkari ucapannya.

Oliver lalu pergi menjauh sesudah mengatakan itu. Ia pergi menuju mobilnya yang terparkir.

"Jangan marah, ayah hanya membantumu. Kau pasti kesulitan menjelaskan pada mereka. Karena itu, ayah langsung mengatakan intinya." Albert memegang bahu Kevin.

"Dan ini dari ayah, kau pasti membutuhkannya," lanjut Albert sembari memasukkan sebuah kertas pada saku kemeja Kevin.

Kevin masih kesal.

Tapi tunggu dulu, Bukannya seharusnya hanya satu hari? Pikir Kevin mengingat kembali semua percakapannya dengan Oliver.

Awalnya memang Oliver hanya memberikan waktu satu hari. Ia akan membawa Kevin esok harinya. Tapi kini ia menambahkan menjadi tiga hari.

Apa dia tidak salah bilanh? tanya Kevin heran.

Terdengar suara mesin mobil yang di jalankan. Kevin melihat mobil Oliver mulai berjalan dan pergi menjauh.

"Eh, kau tidak pulang dengannya?" tanya Kevin pada Albert yang masih ada di sini.

"Aku bawa mobil sendiri," jawab Albert.

Ia menatap malas pada Albert. Apa memang orang kaya seperti ini? batin Kevin setengah kesal, takjub dan tak percaya.

"Oh, aku juga harus pergi. Dan kau jangan lupa harus memanggil dengan kata 'kakak' padaku lain kali," kata Albert lalu ikut menjauh.

Kevin makin menatap malas pada Albert.

Sekarang bagaimana ia menghadapi saudara-saudaranya?

Kevin menatap mereka. Ia kemudian menyentuh saku bajunya dan mengambil isinya. Sebuah cek berisi sejumlah uang yang jumlahnya tidak sedikit.

Kevin berpikir mungkinkah Oliver sedang membantunya karena sudah menduga hal ini yang terjadi.

Memang inilah yang akan terjadi, bisa ditebak oleh siapa pun jika aku pasti akan sulit untuk menjelaskan.

Menjelaskan pada saydaraku bahwa aku menarik kata-kataku sebelumnya yang berjanji tidak akan pergi.

Hah kesulitan ini.., batin Kevin lalu menghela napas.

Kevin memandang adik-adiknya dengan sebuah senyuman.

Kevin membuka mulutnya dan berkata, "Aku akan menjelaskan pada kalian tentang semuanya. Tapi bagaimana jika kita pergi dulu ke taman hiburan untuk bersenang-senang?"

"Ke taman hiburan?" Rein buka suara.

"Benar." Kevin mengangguk semangat. Berharap mereka antusias.

Mereka jarang pergi ke sana dan ini pasti menjadi kesempatan untuk mereka bersenang-senang di sana.

Mereka terlihat memandangi satu sama lain. Mata mereka menampakkan keraguan tapi tak menutup ketertarikan di mata mereka juga.

Akhirnya mereka mau menerima ajakan Kevin setelah Kevin sedikit membujuk mereka.

*****