webnovel

Bab 14

"Kevin," panggilan kepada Kevin itu membuat Kevin membuka matanya. Kevin melihat seorang perempuan memandang kearahnya.

Kevin tak tahu kenapa ia dibangunkan dari tidur siangnya. Hari ini hari Minggu, jadi sekolah libur dan Kevin tak punya kegiatan di siang hari memilih untuk mencoba mengerjakan tugas sekolah. Tugas menjawab soal-soal latihan.

Tak disangka, ia tertidur di atas meja belajarnya. Ini peristiwa yang membuat orang yang mengenalnya berpikir takjub.

Apa yang terjadi hingga Kevin mau membuka buku dan belajar? Mau belajar bahkan hingga tertidur di atas meja?

Ayolah Kevin memang anak yang rajin. Rajin bekerja contohnya. Kelakuannya ini patut dihargai, walaupun sebenarnya dia bukan tipe anak yang rajin belajar.

Sebab kenyataannya Kevin tidak berhasil menyelesaikan satupun soal dari tugas itu. Yah tidak apa-apa, setidaknya Kevin sudah mencoba.

Fokus kembali pada Kevin yang melenguh merasakan pegal di lehernya. Ia bangun dan perlahan duduk tegak sambil sedikit memijat lehernya juga memperhatikan tatapan orang yang membangunkannya.

Memang semua orang tentu ingin tahu kenapa mereka dibangunkan, tapi alasan Kevin tak mengerti kenapa ia dibangunkan karena ia tak bisa menebak ekspresi orang yang membangunkannya.

Dari ekspresi itulah Kevin hendak menebak kenapa dia dibangunkan. Ternyata pikiran Kevin sejauh itu.

"Ada apa?"

"Kau langsung bangun setelah mendengar suaraku. Aku kagum telingamu sangat tajam, apa karena kau yang terbiasa mendengar suara lebih tajam dari pada umumnya dan itulah alasan kau jadi seseorang yang berisik?"

"Kau memujiku atau mengejekku, huh?"

Kevin lalu menggeleng, "Kevin, itu tidak penting." Kevin berkata pada dirinya sendiri agar tak kemakan ucapan itu.

Orang itu tertawa mendengar apa yang Kevin katakan entah karena pertanyaan Kevin atau karena Kevin yang berbicara pada dirinya sendiri.

"Jessie, melihatmu tertawa begitu sepertinya bukan hal penting kenapa kau membangunkanku. Eh, tapi mungkin saja kau khawatir dengan posisi tidurku jadi kau ingin aku tidur di kasur. Aku berterima kasih kalau begitu." Kevin tersenyum.

Senyuman itu terlihat konyol tapi Jessie justru menegang dan terdiam.

Jessie berkata dengan serius, "Ini penting. Ada seseorang yang datang mencari mu."

"Eh?" Kevin heran mendengar itu apalagi melihat ekspresi Jessie.

"Kau sekarang harus menemuinya," kata Jessie. Setelah itu Jessie keluar dari kamar Kevin.

"Sebenarnya ada apa? Ugh, leherku!"

Kevin segera masuk ke sebuah ruangan yang hanya ada dua orang didalamnya. Mereka adalah Nyonya Clark dan seorang lelaki.

"Kevin, ayo duduk disini." Kevin mengangguk.

"Perkenalkan beliau adalah Albert Chavez."

Kevin memandang lelaki yang duduk berhadapan dengannya. Ia seperti pria yang lebih tua dari Kevin tapi lebih muda dari Nyonya Clark.

"Jadi kau adalah Kevin."

Kevin mengangguk mengiyakan.

"Beliau ingin mengambil peran merawat mu mulai sekarang," ucap Nyonya Clark tersenyum.

"Apa?"

"Biasanya jarang yang mau mengadopsi anak seusia kamu, kebanyakan anak dibawah usiamu yang masih kecil," lanjut Nyonya Clark.

"Senang bertemu denganmu Kevin. Mulai sekarang kau akan menjadi adikku." Lelaki itu berkata dengan ramah.

"Tapi.."

"Apa kau terkejut? Tidak apa-apa ini memang hal yang membahagiakan," kata Nyonya Clark.

Mereka tersenyum kecuali Kevin yang masih terlihat berpikir.

"Aku mengerti," kata Kevin membuat senyum dua orang lainnya semakin melebar.

"Tapi, bolehkah saya bertanya?"

"Hm, ada apa?" tanya Nyonya Clark. Lelaki itu juga ikut melihat ke arah Kevin.

"Tentang hal ini, bisakah saya menolaknya?"

"Apa?" Nyonya Clark memastikan dirinya tak salah dengar. Albert bahkan menghilangkan senyumannya.

"Aku ingin tetap disini," lanjut Kevin.

Nyonya Clark menatap tak percaya pada Kevin. "Bagaimana bisa... Kenapa kau menolak?"

"Aku bilang aku ingin tetap disini, karena ini keinginanku." Kevin mengulangi ucapannya.

Nyonya Clark mengalihkan pandangannya melihat Albert lalu kembali melihat Kevin.

"Jika kau perlu waktu, tak apa kalau kau ingin memikirkan tentang hal ini baik-baik. Aku akan menunggu." Albert memutuskan mengambil alih dengan berkata seperti itu.

Nyonya Clark tampaknya kehilangan kata-kata.

"Tidak, aku tidak perlu. Aku sudah memutuskan. Anda bisa memilih anak yang lain. Aku sungguh minta maaf."

Albert terdiam. Kevin terlihat yakin dengan keputusan itu. Albert dan Nyonya Clark lalu bertatapan.

"Sebenarnya yang ingin mengadopsi dirimu adalah ayahku. Aku hanya diperintahkan oleh ayahku untuk mewakilinya datang kesini karena ayah sedang sibuk."

Kevin mengerutkan keningnya.

"Jadi aku tidak bisa memilih anak lain karena aku hanya disuruh memilihmu entah kau setuju atau tidak," lanjut Albert membuat Kevin makin tak mengerti.

Kevin lagi-lagi kebingungan.

Albert mengangkat sebelah tangannya untuk melihat jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.

"Maaf, jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, aku pamit pergi. Aku akan memberitahu jika akan datang lagi. Atau kalian bisa menghubungiku jika ada yang ingin dibicarakan." Albert bangkit dari sofa lalu berpamitan.

Kevin dan Nyonya Clark ikut berdiri untuk mengantar Albert. Sementara itu, Jessie dan anak lainnya mengintip dari balik tembok.

"Apakah ada yang ingin kau katakan?" Nyonya Clark buka suara begitu tak melihat Albert lagi karena sudah pergi.

Kevin menggeleng dan berkata, "Bukankah seharusnya anda yang mengatakan sesuatu?"

Nyonya Clark menghela napas.

"Aku tak tahu apa yang harus aku katakan. Jika memang tak ada yang ingin kau jelaskan, ya sudahlah. Entah kenapa kau menolaknya padahal inilah yang ditunggu semua anak disini."

Kevin bersyukur dengan sikap tak memaksa Nyonya Clark. Beliau pergi dari hadapan Kevin. Sedangkan Kevin melihat anak lainnya yang mengintip.

"Apa yang kalian lakukan disitu?"

Ditanya seperti itu, mereka keluar dari persembunyian setelah memastikan Nyonya Clark pergi.

"Apa kak Kevin akan dibawa pergi?" Salah satu dari mereka bertanya.

Kevin terkesiap, "Bagaimana kalian bisa tahu?"

"Bukankah itu sudah jelas." Jessie menjawab.

"Baiklah, lelaki itu memang ingin mengadopsi aku, tapi aku menolak."

"Eh? Kenapa?" Keterkejutan tampak jelas di wajah mereka.

"Yah, karena aku tak mau." Mereka cemberut mendengar alasan Kevin.

"Alasannya?!" seru mereka. Menolak tentu saja artinya tak mau.

"Hehe, bagaimana mungkin aku akan meninggalkan adik-adikku yang merepotkan ini?" Kevin mencubit pipi anak-anak yang dapat dijangkaunya.

Mereka ikut senang setelah mendengar itu walau mereka disebut merepotkan.

Setidaknya mereka tetap masih bisa merasa tenang karena Kevin menolak pergi.

Tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi ketika Albert datang kembali?

*****

Dokter Claudia menjelaskan tentang kondisi Diana saat ini. David dengan perhatian penuh memperhatikan semua yang dikatakan. Setelah selesai, David pamit setelah berterimakasih.

Ia lalu membuka sebuah pintu ruangan dimana Diana berbaring disebuah kasur. Diana bangun dan duduk di kasur.

"Tidurlah, kau harus beristirahat."

"Hmm." Diana kembali berbaring.

"Diana.." David membuat Diana memandangnya.

"Apa cita-cita mu?" Diana terlihat berpikir.

"Kenapa?" tanyanya

David menggelengkan kepalanya, "Tidak ada. Aku ingin tahu apa kau tetap ingin jadi dokter?"

"Yah, cita-citaku memang tidak berubah." Diana mengiyakan.

******

Jangan lupa tinggalkan komentar dan follow akun penulisnya juga ;)

Dwi_Nacreators' thoughts