webnovel

CHAPTER 02

"Eunghh, bau apa ini?. Hm?. Bau rokok ya."

Aria bangkit dengan mengantuk dan menemukan Arjuna tengah merokok sambil menatap keluar jendela

"Hee jamet juga ternyata, bagi dong." Arjuna menjauhkan kotak rokok itu membuat Aria cemberut

"Punya gw."

Aria mencibir kesal. Sebenarnya bukan itu alasannya

"Lo tau gak sih?. Gw mimpi serem banget tadi malam."

"Mimpi?."

"Em, semua murid di Cyber jadi buas. Mereka jadi monster terus nyerang satu sama lain." Ujar Aria

Arjuna reflek menengok dengan tatapan tak percaya

"Lo kenapa ngeliat gw gitu?."

Arjuna bangkit lalu menginjak puntung rokoknya

"Hee sampah itu!." Arjuna menarik Aria hingga mereka dekat

"H-hei."

"Dan gw nyuruh lo panggil gw Arun kan?." Aria tersentak

"K-kok lo…"

Arjuna menyibakkan gorden

Aria terdiam menatap kota yang ia tempati kini berubah, seperti kiamat. Asap dimana-mana, motor mobil yang saling menabrak, dan hening. Tak ada suara sedikitpun

"Ahaha gw masih mimpi ternyata. Bangun Aria, bangun!." Arjuna menahan tangan Aria yang memukuli wajahnya sendiri

"Kenapa lo gini?. Bukannya lo suka tantangan?." Ujar Arjuna

"Bukan berarti gw gak bisa takut. Lo liat aja diluar. Mereka menyebarkan virus dengan gigitan. Tunggu, gigitan?." Aria melepas tangan Arjuna

"Ini, sama persis dengan film yang gw tonton semalam." Sentaknya

"Zombie maksud lo?." Tebak Arjuna. Aria menjentikkan jarinya, membenarkan ucapan lelaki didepannya

"Argh ini benar-benar mustahil!. Mana ada zombie di dunia ini!." Jerit Aria

"Kalau begitu jelaskan makhluk apa yang diluar itu."

Aria menatap kesal. Seharusnya itu tugas Arjuna, tapi ya sudahlah

"Lupakan itu, mari pikirkan bagaimana caranya keluar dari sini." Tutur Aria

Arjuna duduk dan hendak mengambil rokok kembali sebelum mengingat sesuatu

"Ada telpon dari tadi." Ujar Arjuna seraya menyalakan rokoknya

Aria beralih membuka handphonenya, ada lebih dari 10 kali telpon dari teman-temannya

Langsung saja ia menelpon Ririn, beberapa menit kemudian telponnya terhubung

"Halo Rin, lo dimana?."

"Gw Tiara bang Ryan Freza Joan sama bang Martin ada di UKS. Ar tolongin kami, hiks. Gw takut banget ini Tiara tadi tangannya digigit!."

Aria dan Arjuna saling tatap

"Kok bisa?!."

"Ya bisalah!. Tapi bagian yang udah digigit tadi langsung di potong sama bang Ryan, sampai sekarang Tiara belum bangun. Ar tolongin kami plis, hiks."

"Oke lo tenang ya. Pokoknya pesan gw jangan gegabah, tetap disana dan berbuat seperlunya aja. Oh ya sama ambilin obat-obatan disana buat asupan. Kami bakal nyusul kesana." Aria mematikan telpon

"So gimana kita bisa keluar?." Ujar Arjuna lebih ke meledek

Aria berpikir

"Kita bikin senjata." Aria menggeledah lemari

Sementara Arjuna berasumsi mematahkan ujung kuas besar hingga runcing. Aria tersenyum sumringah menemukan beberapa gunting dan tongkat estafet panjang

"Kenapa ada tongkat estafet di ruang seni?." Dialog Arjuna

"Entahlah. Lo udah siap?."

"Tunggu kita belum buat rencana."

Aria segera merobek kertas lukisan lalu mengambil pulpen

"Sehabis dari ruang seni adalah lab kimia, kita harus ke lantai dua untuk pergi ke UKS setelah itu kita ke kantin untuk mencari pangan." Ujar Aria

"Di lab ada banyak benda kaca, apa itu berfungsi?." Tutur Arjuna

"Untuk situasi sekarang semua itu berfungsi, percaya atau tidak kita bahkan membutuhkan rudal saat ini. Baiklah, ayo!."

Si kembar mengikat lengan mereka dengan kain hingga tebal. Aria memimpin, ia membuka pintu perlahan lalu menengok keluar. Ternyata sepi. Aria menajamkan pendengarannya dan memang tak mendengar gerak dari makhluk-makhluk itu

"Sepi ha?."

"Jangan lengah, mereka bisa saja tiba-tiba muncul. Biar gw duluan." Arjuna berdiri di depan

Aria berjalan perlahan sambil memastikan di belakang dan sampingnya aman. Mereka sampai di ruang lab

"Kyaa mereka datang!."

"Ha?."

Si kembar saling tatap

"Guys ini gw!."

Hening…

"Hey tenanglah itu hanya Arjuna."

Salah seorang laki-laki membuka pintu

"Arjuna!. Ternyata kamu masih selamat!." Seorang gadis centil berlari dan memeluk lengan tebal Arjuna

Ia Charine, gadis IPA yang sangat jenius namun juga sombong dan playgirl tentunya. Jika didalam novel, ia akan cocok menjadi seorang pembully. Namun nyatanya jika ia lengah, maka ia yang akan menjadi korban bully di sekolah ini. Memang sih bukan keinginannya berada disini

"Kalian semua baik'saja?." Tanya Arjuna, mengabaikan Charine yang menatap tajam Aria. Sementara gadis itu tampak tak peduli

"Ya kami semua baik'saja. Oh Aria kan?. Kembarannya Arjuna?."

"Ya dan apa kalian ingin mati?. Cepat masuk!."

Mereka pun masuk ke lab itu dan menahan pintu dengan segala macam

"Gw Billy, sohibnya Arjuna."

Aria menjawab salaman itu dengan senang hati. Semuanya juga memperkenalkan diri dengan sedikit berat hati

"Ar, itu lo?."

"Lah kak The-."

Semuanya diam ketika Theo memeluk gadis itu, bahkan Arjuna sekalipun

"Lo gapapa?." Ujar Theo khawatir

"I'm okay, sumpah. Tapi kenapa lo disini?. Bukannya di kantin." Tutur Aria

"Pas lo pergi bareng Citra dan Sarah, gw dipanggil buat nemenin pak Eric di lab dan dia pergi bentar katanya mau ke toilet. Lalu semua ini terjadi." Cerita Theo sambil menunduk

Aria menatap sendu, ia duduk sebentar dengan pikiran kalut dan juga perasaan yang bercampur

"Ugh beraninya dia disini." Gumam Sena dengan suara nyaring

"Ya bukannya anak nakal seperti dia tak seharusnya bersama dengan anak berkelas seperti kita?." Lanjut Mia

"Hey ini bukannya untuk-."

"Ah aku tau perasaan kalian teman-teman. Tapi bukankah sangat kasihan dia?. Sangat ketakutan untuk sendirian, terlebih bukankah dia tak bisa melihatkan wujud heronya jika sendirian." Tambah Charine dengan suara dibuat-buat imut

"Hee kalau begitu aku akan membiarkan kalian bertiga mati terlebih dahulu." Semuanya terkejut

Aria memutar gunting di tangannya

"Bukankah kalian terlihat sangat berani?. Dan kalian berperilaku seolah aku salah?. Oke fine. Jadi tolong ajari aku untuk tidak berbuat kesalahan." Aria mendorong gunting dan tongkatnya

"Ajari aku, dengan melawan makhluk-makhluk itu." Lanjutnya dengan suara rendah dan mengintimidasi

Suasana mencekam. Ketiga gadis itu mendadak menciut

"Hei-hei ini bukan waktunya untuk bertengkar!. Ayo berpikir bagaimana caranya kita keluar dari sini!." Pekik Billy menyadarkan mereka

Semua orang menatap Aria

"Naon?. Bukannya gw itu lebih rendah dari kalian?. Jadi gunakan otak lo, jangan cuman mulut." Aria bangkit lalu duduk di pojokan dan memainkan handphonenya, entah kenapa hatinya terasa sakit

Bahkan kenal mereka saja tidak. Apa kau mengerti bagaimana rasanya?

Theo menatap teman-temannya dan menghela nafas. Akhirnya ia turun tangan

"Halo, ma!." Pekik Aria tiba-tiba. Arjuna lantas berdiri dan berlari ke Aria, namun gadis itu menahan

"Sinyal sialan."

"Mama baik-baik aja?."

Aria melirik dan menatap wajah khawatir laki-laki itu. Alasan ia tak pernah menuntut Arjuna adalah karena laki-laki itu masih sering menanyakan tentang wanita yang melahirkan mereka

"Ya, dia pergi ke pengungsian bersama tetangga kami."

Arjuna menghela nafas lega. Aria dapat melihat Theo yang tengah membuat rencana dan membagi tugas

Tiba-tiba Aria berdiri dan mengambil barang-barangnya

"Lo mau kemana?."

Aria tak menghiraukan lalu beranjak ke pintu

"Ar lo mau kemana?!." Sentak Billy

"Nolongin orang yang menganggap diri gw ada!."

Semuanya tercekat. Aria menyeringai

"Enjoy the nightmare."

    BRAKK