webnovel

Watashi wa shujinkōde wanai ( I'm Not The Main Character )

Katsuragi Arata, seorang murid kelas 2 SMA yang memiliki trauma pada saat dia masih duduk di bangku SMP. Karena Traumanya itu dia mulai menjauhi orang-orang disekitarnya dan tidak mau terlibat ke dalam masalah kehidupan orang lain. Dan sampai saat ini dia pun masih melakukan hal itu. Namun disaat tahun ajaran keduanya, dia bertemu dengan seorang perempuan yang akan merubah seluruh kehidupannya. Dia masih belum tahu bahwa pertemuan pertama mereka adalah awal dari seluruh semua masalah yang akan menimpanya. Ilustrasi by KAGAMI

Hasanarata · Urban
Not enough ratings
19 Chs

Chapter 4 – Akhir Dari Sebuah Awal Yang Baru

" Permisi... "

Suara pintu yang tertutup pun terdengar di kedua telinga ku.

Seperti yang aku duga tadi sebelum mengambil keputusan besar tersebut. Setelah kejadian di kelas, aku disuruh datang ke ruang BK untuk menerima hukumanku.

Dan alhasil hukuman ku pun telah ditentukan, yaitu mulai hari ini sampai Minggu selanjutnya aku tidak diizinkan mengikuti pelajaran rutin di sekolah, dengan kata lain, aku di skors.

Benar-benar menyebalkan.

Siapa coba murid yang kena hukum skors di awal semester selain aku. Tentu saja tidak ada.

Dan kalau dibandingkan dengan yang kemarin, kali ini merupakan suatu pencapaian yang benar-benar luar biasa hebatnya kudapat di hidupku.

Ah… aku harus bagaimana selanjutnya.

Sesampainya dikelas, semua mata tertuju ke arahku. Memang inilah salah satu resiko yang harus aku terima setelah melakukan hal yang seperti itu tadi.

Mengingat kalau aku tidak mau menjadi pusat perhatian oleh mereka semua. Ini benar-benar hari yang terburuk.

Aku yang tadi hanya terdiam dipintu masuk kelas akhirnya mulai melangkah masuk kedalam. Karena kutahu tidak baik kalau jadi pusat perhatian terus seperti sekarang.

Mungkin Minggu depan yang akan datang aku tidak akan jadi pusat perhatian lagi. Ya… aku yakin.

Sesampainya di bangku ku, aku pun mulai mengemasi barang bawaanku dengan cepat. Namun saat dipertengahan mengemasi barangku, aku merasa ada yang menarik lengan blazer ku.

Menyadari hal itu aku pun berbalik, dan ku dapati Sakayanagi- san berada di hadapan ku saat ini.

" Katsuragi - kun.. "

" Ya? Ada apa?. "

Terlihat wajah cemasnya Sakayanagi-san yang ia tunjukkan kepadaku sekarang. Apa terjadi sesuatu?.

" Waktu aku menelepon ke nomor milik Kuruna, orang tuanya yang mengangkat. "

" Lalu? Apa ada urusannya dengan ku, kau tadi sudah lihat bukan? Bagaimana ayahnya itu yang membenci ku. "

" Aku tahu itu, tapi... ini mungkin penting bagimu, aku dengar Kuruna, dia dilarikan ke rumah sakit hari ini. "

" A-apa!?. "

Aku pun terkejut bukan main saat mendengar ucapannya itu. Kuruna dilarikan ke rumah sakit!? Sebenarnya apa yang telah mereka lakukan kepada Kuruna hingga dia bisa sampai masuk ke rumah sakit!?.

Tidak…

Ini mungkin bukan karena kedua orang tuanya. Mengingat luka Kuruna yang sudah membaik kemarin malam jadi aku tidak bisa berasumsi kalau orang tua melakukan hal yang ekstrim kepada Kuruna.

Jawabannya hanya satu.

Dia yang sudah lelah dengan kehidupan ini, tekanan yang diberikan oleh kedua orang tuanya serta orang-orang yang berada di sekitarnya.

Maka jawabannya hanya satu... Dia…

Mencoba bunuh diri.

" Sakayanagi-san, dimana rumah sakit yang merawat Kuruna berada!?. "

" Eh!? I-itu... "

Aku pun mulai berlari keluar dari kelas setelah mengetahui dimana rumah sakit yang menampung Kuruna dari Sakayanagi-san.

Menuruni tangga dari lantai 2 ke 1 dengan cepat itulah yang sedang kulakukan saat ini. Terlihat beberapa guru sedang berjalan dan memarahiku saat mengetahui aku sedang berlarian di lorong sekolah.

Aku sudah tidak pedul lagi dengan ocehan mereka semua. Karena ada suatu hal yang penting yang harus aku urus sekarang.

Rumah sakit pusat kota itu lumayan jauh kalau dari sekolah. Mengingat kalau aku tidak punya sepeda maka jalan satu-satunya adalah lari menggunakan kakiku.

" Kuruna... Apa yang sedang kau coba lakukan!!?. "

Setelah menghabiskan waktu hampir setengah jam berlarian, aku pun telah sampai di tempat tujuan ku yaitu rumah sakit yang berada dekat dengan kota.

Dengan napas yang terengah-engah aku masuk ke dalam dan melangkah ke tempat resepsionis rumah sakit untuk menanyakan keberadaan Kuruna saat ini.

Setelah suster itu mengecek data dari komputer, dia pun mulai berbicara tentang pasien yang bernama Kurugaya Kuruna.

Aku pun berterima kasih kepada suster itu, dan mulai mencari tempat yang dimana itu adalah tempat Kuruna yang saat ini sedang dirawat, entah apa yang telah ia perbuat hingga dia bisa dioperasi, aku tidak tahu dengan jalan pikirannya itu.

Saat sampai di persimpangan lorong, aku menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menemukan ruang operasi yang mana saat ini Kuruna berada.

Dan saat menoleh ke arah lorong sebelah kananku, terlihat ayah Kuruna sedang duduk dengan wajah yang putus asa. Sedangkan disampingnya terlihat seorang wanita yang tengah menangis, bahkan dari sini aku bisa mendengar suara tangisnya tersebut.

Melihat keadaan mereka berdua membuat langkah kakiku terhenti seketika. Perasaan marah yang menumpuk karena melihat hal itu benar-benar tidak bisa ku kontrol lagi.

Aku ingin menghajar habis-habisan ayah yang bodoh itu, aku ingin memarahi ketidakbecusan ibunya yang tidak bisa merawat anaknya dengan baik itu.

Aku benar-benar ingin melampiaskan amarahku kepada mereka berdua.

Aku ingin…

Aku ingin membuat mereka menyesal seumur hidup mereka karena sudah membuat anaknya mengalami hal yang buruk selama ini.

Tapi kenapa…

Kenapa baru sekarang mereka...

Aku pun melangkah dengan cepat menuju ke ayah Kuruna dengan mengepalkan kedua tangan ku ini, saat dia menyadari keberadaan ku ayah Kuruna sedikit terkejut dan berdiri dari tempat duduknya.

Dan saat ia berdiri dari tempat duduknya, aku langsung meraih kerah kemejanya dan langsung memukul wajahnya dengan tangan kanan ku yang sudah mengepal tadi.

Saat aku melakukan hal itu kepadanya, dia hanya bisa terdiam seperti paham kenapa dia bisa mendapatkan pukulan itu dariku.

Aku pun berkata kepadanya dengan amarahku yang sudah menumpuk karena mereka berdua.

" Apa kalian sudah puas sekarang hah!! Apa kalian tidak tahu bagaimana penderitaan yang dialami oleh Kuruna!? Apa ini yang namanya orang tua baik itu!? Hei!! Jawab aku sekarang!!. "

Ayah Kuruna diam dan tak berbicara sama sekali, dan ibu Kuruna mulai menangis kembali saat ini.

" Kalian membesarkan anak dari kecil hingga dewasa seperti sekarang apa hanya untuk melampiaskan kesalahan yang kalian perbuat hah!? Jika kalian bilang kalau ini terjadi karena masalah yang kalian hadapi waktu itu maka itu salah! Kalian… kalian hanya… "

Seketika itu mulutku tidak bisa melanjutkan apa yang ingin kukatakan kepada mereka.

Amarah karena kesalahan yang diperbuat oleh orang tua Kuruna benar-benar membuatku gila karenanya.

Apa ini… apa ini ending yang diinginkan Kuruna?.

Meninggalkan semuanya dengan mengakhiri dirinya sendiri.

Bukankah dia menyayangi kedua orangtuanya? Bukankah dia ingin seseorang membantunya?.

Ya…

Itu benar.

Dia hanya ingin seseorang memahami penderitaannya itu, dia hanya ingin ada orang yang mendukungnya dan memberikannya sebuah keberanian untuk memulainya.

Dari awal, siapa saja bisa memberikan happy ending kepada Kuruna.

Skenario terbaik ini telah diberikan oleh Tuhan kepada seseorang yang mampu memberikannya sebuah keberanian serta harapan kepada Kuruna yang hampir hancur karena ketidakadilan dunia ini.

Oleh karena itu aku harus melakukannya, sebagai seorang tokoh utama di kehidupan Kuruna aku harus melakukan apa yang harus aku lakukan.

Untuk mereka bertiga, keluarga Kurugaya.

Disaat aku sedang melampiaskan amarahku kepada kedua orang tua Kuruna, datanglah seorang dokter beserta suster yang mengikuti nya dari belakang, mereka berdua menghampiri ku dan sang dokter akhirnya memegang pundak ku.

" Maafkan aku anak muda, tapi ini rumah sakit tolong jangan berisik. "

Dia mencoba menenangkan ku, karena dia tahu tidak baik berbicara keras-keras seperti itu di tempat ini.

Menyadari kesalahan ku, aku pun melepas tanganku dari kerah kemeja ayah Kuruna dengan sedikit mendorongnya.

Sang dokter yang mengetahui kalau aku sudah tenang saat ini akhirnya memutuskan untuk pergi dari tempat ini dengan suster yang mengikutinya dari belakang.

Aku pun menuju ke salah satu bangku berada tak jauh dari tempat ku dan terduduk dengan melihat ke langit-langit lorong rumah sakit.

Apa aku sudah kelewat batas? Tidak… hal itu tidak sebanding dengan penderitaan yang telah dialami Kuruna selama ini.

Disaat aku sedang menatap langit-langit lorong rumah sakit. Kedua orang tua Kuruna pun duduk di sebelah ku. Mereka hanya bisa terdiam dan tidak melakukan apa-apa hanya saja terdengar Isak tangis dari ibu Kuruna.

Beberapa menit pun telah berlalu, dan ayah Kuruna yang tadinya diam dan tak melakukan apapun itu akhirnya angkat bicara.

" Aku benar-benar ayah yang buruk ya. "

Mendengar hal itu darinya, aku hanya melirik ke arah wajahnya yang terlihat lelah dan rumit itu. Mungkin dia sudah lelah dengan semua yang terjadi di keluarganya.

Memang menyadarkan seseorang dari kesalahannya hanya bisa dilakukan dengan tindakan yang bisa membuatnya merasa bersalah.

" Kau benar-benar bodoh karena baru menyadari kesalahan mu. Dari dulu di mana akal pikiran kalian?. "

Jika Kuruna mendengar apa yang kukatakan kepada kedua orang tuanya mungkin dia akan marah kepadaku.

" Ya, aku benar-benar bodoh. Di sadarkan oleh anak sendiri membuat harga diri ku sebagai seorang orang tua benar-benar rendah dihadapannya. Aku tidak cocok untuk menjadi ayahnya maupun kepala rumah tangga. "

Ya, itu benar. Jika dilihat dari sudut pandang semua orang tua di dunia ini. Dia benar-benar gagal di kedua hal yang dia sebutkan tadi.

Dari awal apa yang terjadi hingga seperti ini karena kesalahan yang dia perbuat pada waktu itu. Jika saja dia tidak melakukan kesalahan tersebut mungkin Kuruna tidak akan jadi seperti yang sekarang dan tidak akan pernah bertemu dengan orang aneh seperti ku.

" Kuruna adalah anak yang baik, seharusnya kalian bersyukur karena di karuniai anak sebaik dirinya. Bahkan aku sampai iri kepada kalian… kenapa anak sebaik Kuruna bisa terlahir di keluarga yang begitu buruk nya. "

" Begitu ya… " Ucap Ayah Kuruna singkat.

Mendengar ucapan ku tadi, ibu Kuruna yang tadinya diam setelah menangis akhirnya angkat bicara.

" Terima kasih… "

Itulah yang kudengar darinya setelah beberapa menit yang lalu hanya bisa menangis dan diam saat aku dan suaminya berbicara tadi.

Terima kasih? Untuk apa?.

" Terima kasih karena sudah menjadi teman Kuruna… sebagai seorang ibu aku benar-benar bersyukur bahwa dia bisa mendapatkan teman sebaik dirimu. "

" Aku bukanlah teman Kuruna. " Jawabku singkat.

" Dari awal aku tidak pernah berharap menjadi temannya… tapi… "

Aku benar-benar seseorang yang beruntung bisa bertemu dan berhubungan dengannya. Dia membuat ku menerima diriku yang dulu meskipun itu diperlukan waktu untuk ku.

Karena dia aku jadi sadar bahwa aku belumlah berjuang keras di kehidupan yang keras ini.

Aku benar-benar kalah telak dari perempuan yang satu ini. Oleh karenanya aku hanya ingin menunjukkan sisi lain ku di hadapannya nanti.

Dan berharap nanti dia sadar bahwa aku jauh lebih baik darinya.

Untuk itu aku… kepada mereka berdua… sungguh… berterima kasih karena telah melahirkan anak sebaik Kuruna.

" Aku juga… berterima kasih kepada kalian. "

Mungkin mereka sedikit terkejut kenapa bisa aku berterima kasih kepada mereka berdua. Dan saat aku menoleh ke arah mereka berdua terlihat wajah mereka terkejut dan tak percaya bahwa aku akan berterima kasih karena sudah memarahi mereka tadi.

" Terima kasih karena telah melahirkan Kuruna, dia benar-benar anak yang baik. Aku bahkan tidak bisa disandingkan dengan Kuruna. Meskipun kami hampir sama tapi dia lebih baik dariku… aku benar-benar kalah telak darinya. " Ucapku dengan diakhiri dengan sedikit menunduk berterima kasih kepada mereka.

Saat kulihat kembali wajah mereka berdua, linang air mata terlihat di pelipis mata mereka.

Mungkin mereka merasa bahagia dan bangga kepada Kuruna dengan apa yang telah kukatakan tadi.

Ya, aku pun akan menunjukkan hal yang sama saat anakku dipuji seperti itu tadi.

" Kalau begitu aku mau kembali ke sekolah dulu. Tolong jaga Kuruna… meskipun aku bukan kerabat atau keluarga kalian tapi aku benar-benar peduli kepadanya. Pastikan dia tidak kenapa-kenapa. "

" Ya… aku berjanji, kesempatan kedua ini tidak akan kami sia-siakan begitu saja. Terima kasih... "

Mereka pun menundukkan kepalanya kearah ku. Melihat hal itu aku merasa tidak enak kepada mereka tapi di lain sisi aku merasa lega bahwa mereka telah menyadari kesalahan mereka perbuat.

Aku pun melangkahkan kaki ku pergi dari tempat kami berada namun di sebelum aku pergi jauh dari mereka aku pun menghentikan langkah kakiku dan berkata.

" Meskipun Kuruna membenci kalian berdua, tapi bagi Kuruna kalian adalah orang tua yang berharga, kemarin dia menceritakan masa lalunya kepadaku dan didalam cerita nya dia sama sekali tidak pernah menjelek-jelekkan kalian berdua, dan itu artinya Kuruna masih menyayangi kalian berdua kan? Bahkan aku sampai dimarahi olehnya saat aku merendahkan kalian berdua. Aku benar-benar iri kepada kalian berdua… permisi. "

Saat aku pergi, aku mendengar Isak tangis mereka, memang Kuruna adalah anak terlalu baik untuk mereka dan juga dia sama sekali tidak mempunyai dendam sama sekali kepada mereka.

Aku pun juga sempat berpikir apakah di masa yang akan datang aku bisa menjadi ayah yang bisa diandalkan oleh anak ku? Atau aku nantinya akan menjadi seperti mereka berdua? Menurut ku Itu tergantung denganku sendiri bukan? Jalan yang mana yang akan aku pilih nanti.

Setelah kembali dari sekolah aku pun langsung menuju ke rumah sakit lagi, dan saat aku datang ke tempat Kuruna di operasi aku melihat di ruang tunggu tidak ada ayah ataupun ibu Kuruna. Akhirnya aku kembali ke tempat resepsionis dan menanyakan tentang keberadaan Kuruna dan kedua orang tua nya, dan ternyata dia barusan dipindahkan ke kamar pasien yang ada di lantai 3.

Akhirnya aku pun langsung bergegas menuju ke lantai 3 ke kamar yang telah di beritahu oleh sang resepsionis tadi.

Setelah sampai di depan pintu kamar tersebut, aku pun langsung membuka pintu yang ada di depanku tanpa permisi terlebih dahulu dan di sana aku disuguhkan pemandangan kedua orang tua Kuruna sedang memperhatikan Kuruna dari dekat dengan senyuman lembut yang terukir di wajah mereka masing-masing.

Melihat hal itu aku menjadi lega dan tenang saat melihat pemandangan yang hangat tersebut.

Aku sangat bersyukur dengan apa yang aku lihat ini, aku sungguh sangat senang.

Tak lama kemudian mereka berdua pun sadar akan keberadaan ku dan akhirnya mereka tersenyum ke arah ku lalu mereka memanggil ku untuk mendekat.

Aku pun hanya bisa tersenyum tipis saat mereka memanggil ku dan di dalam hati ku berkata " lihatlah bagaimana perasaan orang lain bisa mengubah perasaan seseorang dengan begitu mudahnya, apakah kau senang bisa melihat mereka berdua bisa akrab lagi Kuruna? Ini semua berkat keberanian dan kecerobohan yang kau buat dan yang kau lakukan itu, dasar bodoh. ".

Dan pada saat itu kami bertiga bercerita panjang lebar hingga hari menjelang malam.

Hari demi hari pun berlalu, tapi Kuruna tak kunjung sadar karena saat itu Kuruna terkena koma dikarenakan syok yang ia terima saat menusuk pisau ke arah jantung nya, namun syukurlah pisau yang ia tusukkan tidak mengenai jantung milik Kuruna, tapi mengenai tulang yang ada di sekitar jantung itu, kata ibu Kuruna pisau itu menancap keras di tulang Kuruna sehingga pencabutan pisau itu harus dilakukan operasi agar tidak membuat cedera lain yang bisa berakibat fatal, itulah yang aku dengar.

Kami bertiga selalu bergantian untuk menjaga Kuruna, saat pagi aku menjaga Kuruna dan orang tua Kuruna pulang dan beristirahat, lalu saat malam, orang tua Kuruna yang menjaga dan aku pergi untuk kerja sampingan, dan rutinitas itu terus berulang - ulang kali aku jalani, ya.. itu juga untuk menghabiskan masa skors yang aku terima dari sekolah.

Sebulan kemudian aku mendengar bahwa Kuruna telah sadar dari koma nya, dan sudah Jauh hari masa skors ku dari sekolah berakhir.

3 Minggu sebelumnya setelah masa penskorsan ku selesai aku berpamitan kepada mereka berdua dan akhirnya aku pun tidak pernah datang lagi ke tempat Kuruna dirawat tapi malam saat akhir dari masa penyeskorsan ku selesai, aku menitipkan sebuah surat kepada ayah Kuruna untuk diberikan kepada Kuruna.

Dan ayah Kuruna menerimanya dengan senyuman yang agak membuatku khawatir, sebenarnya tidak ada maksud jahat tapi.. mungkin lebih mendekati kata jahil.

Lalu seminggu kemudian, Kuruna masuk kembali ke sekolah dan disaat itu juga teman - teman Kuruna langsung mengelilinginya, aku melihat salah satu teman nya ada yang menangis dengan bahagia karena teman nya yang sedang sakit itu sekarang telah sehat kembali.

Dan berbagai macam ucapan serta hadiah diberikan oleh Kuruna sebagai tanda dia sehat kembali.

Saat istirahat makan siang tiba, sama seperti biasanya aku datang ke tempat favorit ku, yaitu di bawah pohon besar ini.

" Akhirnya sudah berakhir. "

Itulah yang aku katakan saat menyantap bekal makan siang ku yang Shiori buatkan tadi pagi.

Dan disaat bersamaan aku merasakan angin yang berhembus dengan lembut nya saat ini dan aku mulai berpikir jika angin itu terus berhembus dengan lembutnya seperti ini aku bisa saja tidur terlelap.

Saat aku membuka mata ku sama seperti biasanya paman itu menghampiri ku dan duduk di sebelah ku, akhir - akhir ini paman pemotong rumput itu masuk setiap hari, aku tidak tahu alasan nya tapi kemungkinan besar dia ingin bekerja agar penghasilan nya bertambah.

" Aku dengar, murid perempuan yang selalu bersama mu itu telah masuk sekolah lagi, benarkah itu?. "

Dan kalau boleh tahu dari mana kau bisa tahu informasi seperti itu?.

" Ya... tepat sekali. "

" Syukurlah… jadi kapan aku bisa melihat kalian bermesraan lagi?. "

" Baiklah biar aku beritahu untuk yang sekian kalinya, aku tidak pernah bermesraan dengannya, dan lagi pula aku akan membawanya kemari agar Paman Kotaro bisa berkenalan dengannya secara resmi. "

" Baiklah... kau benar-benar telah berjuang dengan keras sepertinya, aku sangat senang dengan itu, Arata. "

Setelah beberapa menit kami menunggu dia pun tak kunjung datang, dan akhirnya bel masuk terdengar.

Setelah membersihkan sisa makanan ku dari tempat itu, aku pun berpamitan kepada Paman Kotaro dan meninggalkan nya sendirian disana.

Seperti yang aku duga Kuruna tak kunjung datang kemari, tapi sebelum beranjak dari tempat itu aku pun berkata.

" Paman… terima kasih… karena paman aku telah sampai sejauh ini. "

" Mau sampai kau berterima kasih nak Arata, ini sudah menjadi tugasku sebagai orang tua yang berpengalaman membimbing anak muda yang bimbang seperti mu. "

" Ternyata menjadi tukang kebun sekolah sangatlah merepotkan juga. "

" Hahaha… itu benar. "

" Kalau begitu, aku permisi. "

" Ya… "

Aku pun langsung menuju kembali ke gedung sekolah dan meninggalkan paman Kotaro sendirian disana.

Dia benar-benar luar biasa, jika aku masih berada di jalan ku yang dulu mungkin aku bisa menjadi seperti dirinya yang sekarang.

Jika aku berjuang lebih keras lagi aku mungkin tidak akan berada disini. Jadi aku bersyukur juga karena hal itu.

Ya itu benar.

Aku masihlah tokoh sampingan yang tidak ingin terlibat ke dalam masalah kehidupan orang lain.

Cukup keluarga ku saja yang aku urus, mungkin.

Sore hari pun telah tiba, pada jam ini para siswa dan siswi pulang ke rumah mereka masing-masing tapi masih ada juga dari mereka yang mengikuti aktivitas klub yang mereka masuki sampai malam hari.

Dan saat ini, yaitu didalam kelas ku hanya ada kami berdua, aku dengan Kuruna diam dan duduk di bangku masing - masing tanpa berkata apapun. Dari sini aku bisa melirik ke belakang untuk memastikan bagaimana wajah Kuruna saat ini.

Dan saat aku melirik kebelakang aku mendapati muka Kuruna yang merah padam, aku bisa berasumsi bahwa dia telah membaca surat itu.

Tapi mau sampai kapan kami terus diam dan tak berbicara sedikit pun tentang hal itu?

Aku ingin pulang… kalau suasana terus seperti ini mungkin aku tidak akan mendapatkan apa-apa selain suara murid-murid yang berlarian di lapangan itu dengan semangat.

Apa aku harus mengambil langkah awal lagi seperti waktu itu?

Tidak.

Aku pulang saja.

" Aku mau pulang. "

Aku pun beranjak dari tempat dudukku namun sebelum aku melangkahkan kaki ku tiba-tiba dari belakang tasku ditarik oleh Kuruna dan hampir membuat ku terjatuh kebelakang karenanya.

Bukankah itu terlalu berlebihan? Aku kira dia akan memanggil ku nanti tapi ternyata salah.

" Ke-ke-ke-kenapa kau ini!?. " Katanya sambil tergagap.

" Hah? Tentu saja aku mau pulang, bukankah seharusnya kita pulang pada jam segini?. "

" Ya... kau memang benar, tapi bukan itu yang ingin aku ketahui!. "

Muka nya memerah, apa aku harus menggoda nya lagi agar dia mau mengakuinya?.

" Lalu?. " Aku pun bertanya dengan memalingkan wajahku ke arahnya.

" Ini semua gara - gara kau... surat itu apa kau benar - benar yang menulis itu semua?. "

Jadi ini semua salahku ya? Jika memang seperti itu aku minta maaf tapi tunggu, kenapa aku harus meminta maaf sekarang?.

" Entahlah... " itulah jawaban singkat ku.

Namun saat ini dia hanya bisa menggembungkan kedua pipinya, ahh… dia terlihat sangat imut dengan wajah marah serta malu - malunya itu.

Mantap.

" Jadi... semua yang kau tulis itu sungguhan?. "

" Apa aku pernah berkata bohong?. "

" Ti-tidak sih... Tapi sebelum itu ada yang ingin aku ucapkan terlebih dahulu, aku sangat berterima kasih, kata ibu kau selalu datang dan merawat ku saat sedang koma waktu itu. "

Hmm... begitu ya, tapi ya aku juga harus berterima kasih kepada nya karena dia aku dapat bisa melihat pemandangan yang sungguh indah disaat aku menjaganya.

" Ya... aku juga ingin berterima kasih, karena waktu itu aku sungguh beruntung bisa melihat pemandangan yang seindah itu. "

" Dasar mesum... "

" Hei... yang aku maksud adalah pemandangan di luar jendela ruangan mu. "

" Apa benar?. "

Dia membuat ku kesal.

" Aku pulang.. "

" Tunggu dulu Arata - kun. " Dia pun menarik kembali tas ku

" Dengar ini Kuruna aku tidak pulang dari tadi karena aku menunggu jawaban mu itu apa kau tahu? Jika aku tidak peduli dengan jawaban yang akan kau berikan aku bisa saja pulang dari tadi bukan?. "

" Ya... kau benar tapi aku malu menjawab nya. "

Malu ya? Tapi itu tidaklah aneh jika memang seperti itu yasudah lah mau tidak mau aku akan membantu nya.

" Ah... baiklah aku akan membantu untuk kali ini saja. "

Aku pun menjatuhkan tas yang aku bawa tadi dan langsung mendekati Kuruna, dan di saat jarak kami telah dekat aku pun mendekatkan wajah ku ke arah keningnya secara perlahan, dan akhirnya aku mengecup kening milik nya.

" Hanya ini... yang bisa aku berikan. "

Kuruna hanya bisa terdiam dengan apa yang sudah kulakukan tadi. Wajahnya benar-benar menunjukkan terkejut dengan apa yang kulakukan tadi.

Namun seketika itu...

" Bodoh.. "

" Eh?. "

Dan dengan cepat wajah Kuruna mendekat ke wajah ku, lalu bibir kami berdua saling bertemu satu sama lain.

Hangat dan lembut, apa ini.. rasa dari bibir seorang perempuan? Apa ini rasa dari bibir Kurugaya Kuruna ini?.

Dan saat kami sedang berciuman, Kuruna pun memelukku dengan erat seperti dia tidak ingin melepaskan ku saat ini.

Aku awalnya sedikit terkejut namun akhirnya aku pun mengikuti apa yang diinginkannya saat ini.

Napas nya yang bisa ku rasakan berhembus dengan tenangnya itu membuat ku tidak ingin melepaskannya dalam waktu dekat ini.

Aku masih ingin merasakan betapa hangat dan manisnya bibir Kuruna tersebut. Serta kehangatan yang diberikan olehnya kepadaku saat ini.

Aku benar-benar bersyukur bahwa aku bisa bertemu dengannya dan mencintainya.

Setelah beberapa menit kemudian kami melepaskan ciuman kami berdua, dia pun tersenyum dan menintikkan air mata disaat yang bersamaan.

Melihat senyumannya itu membuat ku merasa senang bahwa yang kulihat saat ini bukanlah senyuman yang ia buat-buat seperti waktu itu.

Kali ini dia tersenyum dengan tulus tanpa ada beban yang tersirat di dalam senyumannya yang indah itu.

" Aku... mencintai mu... Arata - kun. "

" Seharusnya... akulah yang mengatakan nya terlebih dahulu bukan?. "

" Tidak boleh... akulah yang harus mengatakan. "

" Dasar curang… " Aku pun menyempatkan tersenyum tipis sebelum kami berciuman untuk kedua kalinya.

Setelah selesai dengan ciuman tersebut aku pun melepaskan pelukan ku ke Kuruna begitu juga dengan Kuruna. Dan akhirnya saat ini kami berdua terdiam untuk beberapa menit untuk mencerna apa yang telah terjadi tadi.

Ya... ini merupakan prestasi yang lumayan cukup besar bagiku, tak kusangka aku akan mendapatkan seorang kekasih di kehidupan ku yang seperti ini.

Lalu...

Apa yang harus aku perbuat sekarang? Gawat.. aku belum pernah masuk ke dalam zona seperti ini apa yang harus aku lakukan sebagai kekasih nya?

Pikiran ku mulai campur aduk karenanya dan disaat yang sama aku sangatlah gugup, sedangkan Kuruna hanya bisa diam dan tak melakukan apapun.

Kenapa dia diam saja!? Coba katakan sesuatu agar bisa menghilangkan kecanggungan ini!.

" Jadi.. "

Akhirnya dia mengatakan sesuatu, aku tertolong.

" Ya?. "

" Kau sudah menjadi sang tokoh utama sekarang bukan? Dan boleh tinggalkan tokoh sampingan itu Arata-kun. "

Dia.. tahu?.

" Eh? Bagaimana kau bisa tahu tentang itu?. "

" Waktu itu, Shiori cerita tentang dirimu yang ingin menjadi tokoh sampingan dari pada menjadi sang tokoh utama, dan alasan itu yang kau gunakan agar tidak berurusan dengan kehidupan orang lain bukan?. "

Dia sudah tahu ya? Tapi maaf aku akan terus berpegang teguh dengan motto milikku, karenanya kita berdua bisa bertemu dan menjadi seperti ini.

Jadi aku akan menjaga apa yang telah kucapai hingga bisa berdiri di hadapan mu sekarang.

" Tidak... aku akan tetap menjadi seorang tokoh sampingan di kehidupan ku maupun di kehidupan mu. "

Dia terlihat sedikit terkejut setelah aku mengatakan nya, tapi setelah itu dia pun tersenyum.

" Begitu ya... baiklah aku akan mendukung mu. "

" Kau yakin? Apa kau tidak mau menghalangi ku atau semacamnya?. "

" Tidak... sebagai seorang kekasih aku seharusnya mendukung mu bukan kah begitu?. "

Dia tersenyum lagi kali ini, ya... tapi aku tidak akan memaafkan Shiori karena memberitahu Kuruna soal masa laluku itu.

Aku waktu itu hanya bisa berharap agar aku sendiri yang mengatakannya kepada Kuruna. Yah mau bagaimana lagi, jika ini memang jalan menuju stage baru, maka aku akan terus menjalaninya.

Tapi setelah mendengar Kuruna berkata seperti itu, mungkin dia belum tahu kenapa alasan ku bisa menjadi seperti ini. Aku sangat menghargai nya kalau Shiori tidak membicarakan hal itu kepada Kuruna.

" Ngomong - ngomong, ayah dan ibu ku mengajak mu untuk makan malam bersama di rumah kami, apa kau mau?. "

" Makan malam ya... seharusnya aku bekerja malam ini. "

" Begitu ya... Sayang sekali, kalau begitu tidak apa - apa. "

" Tapi mungkin aku bisa izin untuk tidak masuk hari ini, jadi... ayo kita pergi. "

" Eh? Apa tidak apa - apa?. "

" Tenang saja... aku juga tidak begitu yakin, tapi Sekali - sekali di marahi oleh manajer boleh juga kan?. "

" Ah~ baiklah kau yang minta bukan? Aku tidak akan bertanggung jawab lo. "

" Aku tahu itu. "

Setelah itu kami pun bergegas keluar dari kelas ini berdua, cahaya senja terus menyinari lorong sekolah, mungkin aku tidak pantas mengatakannya, tapi ya biarkan aku mengatakannya meskipun tidak cocok dengan sifat yang aku punya.

Kami akan selalu terus bersama selamanya, dan aku akan berusaha semampuku untuk meraih happy ending yang aku dan Kuruna inginkan. Ya… kami berdua akan mencapai ending tersebut.

Dan setelah itu kami berdua pun berjalan dengan bergandengan tangan menuju keluar sekolah bersama.

Lalu acara makan malam itu pun berakhir dengan tanpa ada masalah sedikitpun.

***

Setelah acara makan malam itu selesai, saat ini aku sedang dalam perjalanan pulang. Jika kalian menanyakan apa yang terjadi disana, maka aku akan menjawab terjadi beberapa hal yang membuat ku tidak bisa mengatakan apa pun.

Tapi aku telah bersyukur, setelah terjadi masalah yang dibuat oleh Kuruna mereka berdua, orang tua Kuruna sekarang sangatlah akur dan aku dengar ibu Kuruna sedang mengandung anak kedua mereka tapi tak disangka akan akur sampai sejauh itu.

" Ya... hari ini badan ku capek semua, tapi tidak apa - apa, ini juga untuk Kuruna. "

Ya, semua ini hanya untuknya namun saat di perjalanan aku sempat memikirkan apa artinya menjadi seorang tokoh sampingan?.

" Tokoh sampingan ya.. "

Dua kata itu yang telah membuat ku menjadi seperti ini. Dan coba, apa yang dimaksud menjadi seorang tokoh sampingan?.

Di saat aku memikirkan kedua kata tersebut, entah kenapa bayangan masa lalu bersama Kuruna terlintas di pikiran ku, saat dia tersenyum, saat dia menangis, saat dia kesal, di saat dia malu, dan disaat kami berdua bersama, ya... aku tahu, apa arti dari tokoh sampingan bagi diriku sendiri.

Tokoh sampingan menurut ku adalah, seseorang yang membimbing sang tokoh utama agar dia bisa mendapatkan kisah terbaik di dalam hidup mereka, jadi tidak masalah bukan? Aku masih bisa berpegang teguh kepada motto yang kumiliki saat ini.

Malam yang begitu sunyi, dengan lampu jalan yang menghiasi setiap langkah kakiku, tapi meskipun begitu aku tidak pernah tahu bahwa sebuah kejadian besar terkadang bisa mendadak datang kedalam kesunyian ini.

Ya... kali ini aku dipaksa menjadi seorang tokoh utama untuk sekali lagi.

" To-tolong… aku… "

Itulah kata - kata yang terucap dari mulut seorang perempuan yang saat ini dihadapan ku. Dengan hanya disinari cahaya rembulan, aku melihat wajahnya yang begitu ketakutan, apa ini sikap yang dia tunjukkan saat bertemu dengan seseorang?.

Dan sekilas aku melihat dua orang memakai pakaian serba hitam itu di belakang nya yang sedang menuju kemari.

Aku pun bertanya - tanya, sebenarnya... apa yang direncanakan oleh tuhan kepada ku? Kenapa aku tidak bisa hidup dengan tenang layaknya tokoh sampingan yang ada di dalam sebuah cerita yang pernah aku lihat?.

Ini semua tidaklah adil bagiku.