webnovel

WARUNA

Ranggi tidak menyangka kalau kucing hitam kecil yang terluka dan ditolongnya adalah Badi, sosok siluman yang lahir dan bekerja karena keserakahan, dan demi keserakahan manusia. Badi itu disebut Waruna, dikenal sebagai Badi kejam yang bisa berubah menjadi kucing hitam besar menyeramkan, kucing hitam kecil, dan sosok cowok ganteng yang memiliki telinga dan ekor kucing yang imut. Dia bertugas untuk menghancurkan saingan bisnis dari para pengusaha ataupun pejabat serakah yang mengontraknya. Setelah ditolong Ranggi dan sembuh dari lukanya, Badi Waruna meminta bantuan pada Ranggi untuk mengantarnya pulang, karena dia adalah kucing hitam malang yang buta arah dan sering lupa jalan pulang. Awalnya Ranggi tidak mau, tapi setelah dibujuk, dia akhirnya luluh, dan kabur dari rumah untuk mengantar Waruna pulang. Dan perjalanan mengantar Waruna menjadi perjalanan yang luar biasa untuk Ranggi.

MiiAMii · Fantasy
Not enough ratings
9 Chs

2. Ranggi Juga Ingin Diperhatikan

Ranggi mendesah pelan melirik piagam penghargaan yang ada di tangannya. Dia baru saja terpilih sebagai pemenang lomba menulis karya ilmiah remaja sekabupaten. Dia pulang cepat dari sekolah, dan ingin menunjukan piagam itu pada Papa dan Mamanya. Tapi dia harus menelan kekecewaan saat mendapati Randu, adiknya, sudah lebih dulu memberitahukan Papa dan Mama mengenai prestasinya yang luar biasa. Randu terpilih sebagai salah satu anggota paskibraka nasional mewakili provinsi NTB, yang akan pergi ke Jakarta.

Papa terlihat bangga. Dia bahkan tidak berhenti berkata kalau Randu sangat mirip dengan dirinya saat muda dulu. Sedangkan Mama, langsung menelpon nenek untuk mengabari prestasi si cucu kebanggaan.

"Makanya Nggi, contoh adikmu Randu. Jangan sakit-sakitan mulu," kata Papa bangga sambil menepuk pundak Randu, "baru upacara dijemur di bawah matahari pagi aja udah pingsan. Gimana mau jadi anggota paskib?"

Ranggi menunduk, "Iya Pah," sahutnya pelan. Sementara Randu tersenyum pongah.

"Karena itu jaga kesehatan. Jangan begadang sampai tengah malam, makan yang teratur. Kamu sakit melulu bikin Papa repot."

"Hmmm."

"Oh ya, Ran, gimana sama persiapan kamu buat ke Jakarta?" Papa kembali berdiskusi dengan Randu, mengabaikan atensi Ranggi dalam ruangan yang sama.

Mendengus pelan, Ranggi kemudian berjalan menuju kamarnya untuk ganti baju. Dia memutuskan untuk tidak memberitahu Papa dan Mama tentang piagamnya. Apa yang dia menangkan hari ini, tidak sebanding dengan apa yang dimenangkan Randu untuk menyenangkan Papa. Jadi lebih baik dia diam.

***

Sementara kedua orangtuanya sedang membanggakan Randu di ruang keluarga, Ranggi sedang makan siang sendiri di dapur. Sesekali dia menggaruk pelipisnya, saat mendengar pujian yang dilemparkan orangtuanya untuk si adik.

Kapan aku bisa dipuji seperti itu sama papa dan mama? batinnya sambil tersenyum getir.

Ranggi tersentak kaget ketika ada sesuatu yang menyentuh kakinya. Dia hampir berteriak, namun tak jadi dilakukannya, saat melihat bahwa pelakunya adalah kucing hitam yang tadi malam dia tolong. Si kucing hitam masih mengenakan perban yang dipakaikan Ranggi semalam.

"Kamu?"

Kucing itu tidak bersuara. Dia melongokan kepalanya ke arah ruang tamu, lalu menatap Ranggi datar. Dia seolah berkata ; "Aku tidak berani mengeong. Kalau orangtuamu dengar dia pasti mengambil karung dan membuangku jauh."

"Kamu pasti lapar ya? Tunggu." Mengendap mengintip Orangtua dan adiknya yang sedang berbincang serius di ruang keluarga, Ranggi kemudian berlari pelan ke arah lemari tempat penyimpanan lauk, mengambil seekor ikan bandeng goreng dan piring plastik bekas. Dia lalu membawa ikan tersebut dan si kucing hitam keluar lewat pintu dapur.

"Kamu makan disini ya?" Ranggi menyembunyikan si kucing hitam itu beserta piring lauknya di bawah pohon bonsai di samping kamarnya. "Ingat. Jangan berisik. Setelah selesai makan langsung pulang, oke?"

"Meong." Sahut si kucing hitam, lalu menikmati bandeng goreng yang disediakan Ranggi. Sedangkan Ranggi langsung lari masuk ke dalam rumah.