webnovel

TIDAK TAHAN

"Tapi, Mas. Ini soal Sarah!"

"Aku sudah katakan, bicaranya nanti saja, Aisha. Jika kamu tidak bisa menjadi istri yang berguna untukku, setidaknya jangan buat aku kesal!

"Istri yang tidak berguna katamu?" Aisha menelan ludahnya, dia memalingkan wajahnya dari Yudha yang sudah terbaring dengan leluasa di atas ranjang. Rasanya terlalu perih jika harus memandang wajah seorang suami yang membencinya.

Susah payah Aisha bertahan dalam rumah tangga yang menyekiknya, tapi balasan yang dia dapatkan dari Yudha hanyalah kata-kata pahit yang menyiksa batinnya.

"Aku pernah dengar, bahwa bertahannya rumah tangga adalah bergantung kepada peran wanita sebagai istri. Kini aku mengerti, mungkin maksudnya, tergantung wanita bisa bertahan dengan sabar atau menyerah dengan pasrah. Aku bertahan di sini dengan harapan, bahwa suatu saat nanti, kamu akan berubah, dan aku berdoa, semoga keputusanku tidaklah salah."

Semua kerja kerasnya untuk menjadi istri terbaik di mata Yudha hanyalah sia-sia. Menyiapkan pakaian, sarapan, bahkan berusaha sabar dengan kelakuannya yang lebih parah dari seorang preman, masih saja tidak bisa membuat Yudha sadar akan ketulusan hati Aisha.

"Baiklah, aku memang tidak becus menjadi istrimu layaknya Sarah yang selalu mampu membuatmu bahagia, tapi ingat, Mas! Aku adalah wanita yang masih bertahan dengan pria yang memperlakukan istrinya dengan seenaknya." Aisha melengos ke arah kamar mandi dengan air mata yang sudah terbendung sedari tadi, dia berusaha keras untuk tidak lagi menangis di hadapan suaminya, agar tidak terlihat lemah.

Aisha memilih untuk tidak bertanya lagi, untuk menyamarkan tangisannya, Aisha pergi ke kamar mandi dan menyalakan shower, dia mencoba untuk lebih tegar dari sebelumnya, karena pada kenyataannya, masalah dalam rumah tangganya tidak berkurang, melainkan bertambah.

"Ibu, bagaimana aku bisa melupakan hal ini, kenyataannya berbalik dari yang kita harapkan." Aisha mengingat pesan yang disampaikan almarhumah ibu mertuanya, saat itu Aisha sangat khawatir akan hubungan Yudha dengan kekasihnya, Aisha sangat takut jika Yudha akan meninggalkannya untuk wanita lain, sehingga Maya, mengatakan, "Abaikan semua hal tentang masa lalu, Yudha, Aish, termasuk dengan wanita di masa lalunya, karena itu bisa merusak rumah tanggamu. Jika kamu membutuhkan dukungan, ibu akan selalu ada untukmu, ibu yang memilihmu untuk menjadi seorang menantu, maka anggaplah ibu sebagai ibu kandungmu sendiri, karena sekarang kamu adalah putriku." Maya memeluk erat Aisha, dan setelah itu pun, pernikahan digelar dengan meriah di sebuah gedung yang dipilihkan oleh keluarga Yudha.

Sayangnya malam pertama diantara Aisha dan Yudha tidak sehangat pesta pernikahan mereka. Aisha tidak menyangka jika hubungannya akan seburuk itu, semakin berjalan waktu, semakin menyakitkan bagi Aisha. Satu malam yang selalu orang kenang dengan keindahan dan keharmonisan, malah menjadi malam yang kelam bagi Aisha, karena Yudha yang menolak untuk menyentuh Aisha sebagai istrinya.

Malam itu juga, Yudha menjelaskan kepada Aisha tentang alasannya menerima pernikahan itu, saat itu pun Yudha mengatakan kalau dirinya tidak menyukai Aisha, dia tidak akan pernah bisa menyentuh wanita yang sama sekali tidak pernah ada di dalam hatinya. Yudha juga masih membahas tentang perasaannya yang masih belum hilang untuk kekasihnya, meskipun saat itu Aisha belum sepenuhnya menyukai Yudha, tapi sayat-sayat luka di hatinya terbuka saat mendengar perkataan Yudha.

Aisha salut dan menghargai kejujuran dari suaminya tersebut, tapi hal itu tidak menutupi rasa sakitnya, mendengar Yudha yang masih menyimpan rasa untuk mantan kekasihnya. Aisha tidak bisa menepis rasa cemburu di hatinya. Istri mana yang tidak akan merasa cemburu jika mendengar suaminya sendiri menyebut nama wanita lain. Namun, Aisha masih bersabar, mengingat amanah mertuanya, dengan berharap akan adanya keajaiban suatu saat nanti.

Lamunan Aisha terhenti kala mendengar dering ponsel dari kamarnya. Dengan cepat Aisha mematikan shower dan meninggalkan kamar mandi, dia tidak ingin jika suaminya terbangun hanya karena suara ponsel, karena hal itu pun bisa menjadi bahan pertengkaran yang baru untuknya.

Saat Aisha sampai di depan nakas kecil dekat ranjang, langkahnya terhenti, bukan ponselnya yang berdering, melainkan benda pipih milik suaminya. Aisha melihat dengan hati-hati nama yang tertera di layar ponsel itu, terlihat jelas nama sang kekasihnya yang menghubunginya. Ada rasa marah di hati yang sudah memuncak, rasa ingin memaki kini menguasainya, tapi Aisha tahan, dia tersadar akan posisinya yang tidak bisa dibandingkan dengan wanita itu di hati Yudha, amarahnya pun tidak ada gunanya.

Aisha menoleh ke arah Yudha yang masih tertidur, sepertinya dia sangat lelah sampai-sampai dering ponsel yang cukup kencang pun tidak menyadarkannya. Untuk beberapa saat Aisha hanya menatap layar ponsel itu, meski ada keinginan untuk menjawab panggilan tersebut, tapi Aisha terus berusaha untuk menahannya.

Aisha menghela nafas berat, dia berharap dering itu akan segera berhenti sehingga Yudha tidak perlu bicara dengan wanita itu, Aisha tidak ingin mendengar suaminya berbicara dengan wanita lain.

Setelah sekian lama, akhirnya ponsel tersebut berhenti berdering setelah dua kali panggilan yang diabaikan. Aisha memutuskan untuk mencari ketenangan sejenak, demi pikirannya yang terasa seakan meledak itu. Wanita itu masih belum mengisi perutnya sedari pagi, dia mencoba untuk membuat sedikit makanan untuk menghilangkan rasa laparnya.

Ting...

"Siapa yang kirim pesan malam-malam begini?" gumamnya, Aisha yang sedang menghangatkan makanan beralih melihat ponselnya yang tergeletak di atas meja.

(Aisha, bagaimana hasilnya? Apa kamu benar-benar sedang hamil?)" Sebuah pesan yang Neli kirimkan.

Aisha berdecak, mendengar kata hamil yang seakan mustahil baginya dapatkan, mengingat Yudha yang tidak pernah mau menyentuhnya. Aisha memutuskan untuk tidak membalas pesan dari temannya itu, karena dia tahu, Neli akan memperpanjang pembahasannya, dan Aisha tidak siap untuk mendengar semuanya.

Setelah dirinya selesai makan, dan membersihkan dapur, Aisha melihat yudha yang turun dengan pakaian sehari-sehari. Sekian lama mereka menikah, Aisha tidak pernah merasakan kehadiran suaminya di rumah, Yudha selalu ada alasan untuk tetap berdiam di kantor, dan malam ini, untuk pertama kalinya, Yudha pulang lebih awal dan berdiam di rumah.

"Mas, kamu butuh sesuatu?" Aisha mencoba mengukir senyuman seraya menghampiri Yudha yang terdiam di sofa seraya menonton televisi. Jantungnya berdegup kencang, dirinya sangat takut jika Yudha sampai kembali membentaknya.

Aisha berusaha bersikap lebih tenang, perlahan dirinya ikut duduk di samping Yudha dan memandangnya. Dengan tangan yang bergetar hebat, Aisha meraih tangan Yudha, berniat untuk memijatnya.

"Aku pijat, ya." Dengan gugup Aisha berhasil menyentuh tangan suaminya, dan ia letakan tangan tersebut di atas pahanya, seraya ia pijat dengan lembut.

Aisha sedikit tersenyum, karena Yudha membiarkan Aisha untuk memijat tangannya, sebelumnya Yudha selalu mengibaskan tangan kala Aisha menyentuhnya.

"Apa yang mau kamu bicarakan, Aish?" tanya Yudha memecahkan keheningan.

Mendengar pertanyaan Yudha, Aisha menghentikan pijatan di tangan laki-laki itu. Dia masih ingin menikmati kebersamaan itu, tapi kenapa Yudha harus bertanya sekarang, sedangkan yang akan Aisha bahas, adalah tentang Sarah dan suaminya.

"Kenapa kamu diam saja? Bukankah kamu memintaku untuk pulang lebih awal untuk berbicara? Sekarang aku sudah lebih baik, bicaralah sekarang!" ujarnya dengan lembut.

"Apa bisa aku menyelesaikan pijatan ini dulu? Aku rindu sama kamu, Mas." Aisha mengalihkan pandangannya ke arah wajah Yudha dengan penuh kasih sayang.

"Aku tidak pegal, Aish. Aku bisa mendengarnya sekarang," jawab Yudha.

"Baiklah." Aisha sedikit menggenggam tangan Yudha untuk beberapa saat seraya mengerjap, sebelum akhirnya dia melepaskan tangan suaminya itu.

"Ini tentang Sarah," ucap Aisha dengan wajah menunduk.

Next chapter