webnovel

BAB 01. Menyerah?

Seorang wanita dengan beberapa buku tebal di tangannya serta tas yang tersampir di bahu memasuki rumah mewah tersebut. Ia berjalan dengan tatapan ke fokus ke depan menuju ruang keluarga. Menghampiri seorang pria paruh baya yang tengah duduk di sofa sana sembari menikmati kopi paginya.

Anne menjatuhkan bokongnya tepat di single sofa di sana, meletakkan kasar buku tersebut ke atas meja, membuat pria paruh baya itu meletakkan kembali cangkir kopi miliknya.

"Aku ingin berhenti kuliah, Dad."

Pria paruh baya itu mengembuskan nafas pelan. Bibirnya menarik garis ke atas, membentuk senyum sinis.

"Jadi kau menyerah?" tanya Berson, menoleh menatap anak semata wayangnya itu.

Anne berdecak. "Aku tidak menyerah," jawabnya frustasi.

Berson terkekeh melihat putrinya itu. "Lalu kenapa kau ingin berhenti? Bukannya kau sendiri yang memilih jalan ini? Ah, padahal Daddy memberimu jalan yang sangat mudah, tapi kau tidak mau," ujar Berson seolah mengejek.

Lagi-lagi Anne berdecak kesal. Apa katanya? Mudah? Yang benar saja! Anne tidak ingin menikah, atau bahkan memiliki anak! Tapi kenapa ayahnya ini memberinya persyaratan serumit itu?!

Ya, untuk mendapatkan harta warisan dari keluarganya, Roseanne atau kerap di sapa Anne itu harus memenuhi syarat dari ayahnya ini. Berson--ayah Anne memberikannya syarat jika di usianya yang sudah menginjak umur 23 tahun, Anne harus sudah memiliki anak, dan lebih parahnya lagi, harus melahirkan seorang anak laki-laki. Yang benar saja! Memangnya mudah mengandung anak yang kita sendiri harus menentukan jenis kelaminnya? Tentu saja tidak!

Karena Anne tidak tertarik dengan persyaratan yang ditawakan oleh ayahnya itu, Anne akhirnya memilih untuk melanjutkan pendidikannya dengan maksud, ia akan memiliki harta kekayaan dengan hasil keringatnya sendiri. Akan tetapi, baru dua tahun lamanya ia menjalani hari sebagai seorang siswa, Anne rasanya sudah tidak tahan. Ia rasa cara ini terlalu lama dan membosankan. Maka dari itu ...

"Aku akan memenuhi persyaratan itu, Dad."

Berson dibuat terkejut karena penuturan anaknya itu. Bibirnya melukis senyum puas di sana. Akan tetapi, dengan cepat ia mengubah ekspresinya.

"Kau yakin, hem?" tanya Berson. Anne berdecak frustasi.

Anne mau tidak mau harus menerima penawaran dari ayahnya ini. Jika hanya mengandalkan kerja kerasnya yang baru akan ia nikmati hasilnya setelah beberapa tahun kemudian, bisa dipastikan Anne akan menjadi gelandangan. Jelas saja, memangnya siapa dia jika tanpa Marga Mckenzie? Bahkan untuk membayar kuliahnya saja, Anne harus mengorbankan uang tabungannya. Akan tetapi, persyaratan dari ayahnya ini sangat tidak masuk akal. Ntahlah, padahal Anne ingin memegang teguh prinsipnya untuk tidak akan menikah seumur hidupnya. Bukan tanpa alasan, Anne hanya trauma. Mengingat jika ia salah satu anak yang menjadi korban kegagalan rumah tangga orang tuanya. Ya, Berson dan Mama Anne sudah berpisah sejak Anne berusia tujuh tahun. Dan dari situlah, Anne bertekad untuk tidak akan menikah seumur hidupnya karena tidak ingin kehidupan pernikahannya sama seperti orang tuanya.

"Aku yakin, Dad," jawab Anne, sudah yakin dengan keputusannya.

"Baiklah. Jadi, apa kau sudah memiliki calon suami?" tanya Berson. Anne memutar bola mata malas. Selama hidupnya Anne bahkan belum pernah memiliki kekasih, apalagi calon suami.

"Tidak," jawab Anne singkat. Berson mengembuskan nafas kasar.

"Lalu dengan siapa kau akan menikah? Apa kau mau Daddy yang mencar--"

"Aku tidak akan menikah," potong Anne cepat, membuat Berson sontak menegakkan tubuhnya dengannya mata yang membelalak.

"Apa maksudmu, Rose?" tanya Berson. Ah ya, hanya orang tertentu saja yang memanggilnya Rose. Termasuk ayahnya.

Anne mengubah posisinya yang tadinya menyandar pada punggung sofa menjadi menegak.

"Aku akan memenuhi persyaratan itu, tapi tidak dengan menikah." Berson mengerutkan kening, masih tidak mengerti dengan ucapan anaknya ini.

"Daddy hanya memberiku syarat untuk memiliki anak, dan melahirkan anak laki-laki dan bukan harus menikah," ujar Anne. Lagi-lagi membuat Berson membelalak.

"Lalu bagaimana kau bisa mendapatkan anak jika tidak menikah, Rose?" tanya Berson tidak habis pikir dengan anaknya ini. Ah, Berson merutuki dirinya yang memberikan syarat hanya menginginkan cucu laki-laki. Padahal maksud darinya memberikan persyaratan itu karena ingin Anne menemukan cintanya dan segera menikah tanpa adanya bayang-bayang bagaimana hancurnya rumah tangganya dulu. Ya, Berson sangat memikirkan masa depan putri semata wayangnya ini. Memangnya, orang tua mana yang ingin putrinya tidak menikah hingga tua?

Anne terdiam, menatap ke depan sana dengan bibir yang terangkat sebelah. Anne tersenyum miring, lalu bangkit dari duduknya tanpa berniat menjawab pertanyaan sang ayah.

"Rose, kau mau kemana? Jawab pertanyaan Daddy, Rose!" Berson mengusap wajah frustasi. Ia tidak habis pikir dengan anaknya itu. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Anne. Berson hanya bisa berharap Anne tidak melakukan perbuatan yang bisa merugikan dirinya sendiri dan keluarganya. Kalau sampai itu terjadi, maka nama baik keluarganya tentu akan dipertaruhkan.

****

Di ruangan yang didominasi oleh warna putih tulang itu, Anne berdiri tepat di depan sebuah papan kecil yang tertempel di tembok, yang di mana, di papan itu tertempel dua buah foto pria yang berbeda. Pria berwajah tampan dengan rahang tegas serta tatapan yang sama-sama tajam bak elang. Hanya saja yang membedakannya adalah pria yang satunya memiliki belahan di dagunya.

Anne melipat tangannya di depan dada. Menarik senyum miring seraya menatap salah satu foto pria tampan itu.

"Ethan Harrison Kendrick," gumam Anne. Tangannya terangkat menyentuh foto pria bernama Ethan itu. Senyum manis, alis tebal, mata coklat terang, hidung mancung serta rahang yang tegas, membuat Anne seolah enggan memalingkan wajahnya.

"Sangat tampan, kaya, tangguh dan cerdas," guman Anne. Bibirnya tanpa sadar menampilkan senyum manis. Ya, itulah yang ia ketahui tentang seorang Ethan. Sebenarnya Anne hanya mengetahuinya dari orang-orang saja, karena ia belum pernah bertemu langsung dengan pria ini. Yang Anne tahu, benih Ethan sangatlah berkualitas dan cocok untuk menempati rahimnya nanti. Karena bukan apa-apa, menurut Anne pria itu sangat sempurna.

Anne beralih menatap foto Othniel. Sama seperti apa yang ia lakukan pada foto Ethan, Anne mengelus-elus foto Othniel dengan bibir yang melukiskan senyum manis.

"Othniel Vian Shimshon. Pria tampan, pemberani, juga cerdas. Ah, hanya saja ia sedikit angkuh," gumam Anne. Jika tadi Anne mengetahui bagaimana Ethan dari mulut orang-orang, maka lain lagi dengan Othniel. Anne pernah bertemu dengannya ketika pertemuan kerja sama antara Mckenzie Group dan Shimshon Company, yang di mana perusahaan yang dipegang oleh Berson--ayahnya menjalin kerja sama dengan perusahaan Othniel. Dan di situlah Anne bertemu Othniel, dan menilai langsung bagaimana pria itu.

Pria cerdas dan sedikit angkuh. Bagaimana tidak, pria itu bahkan tidak ingin berjabat tangan untuk sekedar berkenalan dengannya. Oh, jangankan berjabat tangan, tersenyum saja tidak. Wajahnya selalu saja menampilkan raut datar dan dingin. Membuat siapa saja merasa takut kepadanya. Akan tetapi tidak dengan Anne. Ntah kenapa ia merasa tertantang. Maka dari itu, selain Ethan, ia juga memilih Othniel untuk menjadi kandidat pria yang akan menjadi ayah dari anaknya.

Anne kembali ke posisi semula. Masih dengan tatapan yang menatap foto kedua pria tampan itu. Ia kembali melipat tangannya di depan dada. Bibirnya membentuk senyum miring.

"Tidak lama lagi kalian akan kululuhkan. Dan akan ku pastikan benih kalian tumbuh di rahimku."

Next chapter