22 --Chapter 21--

"Aku bisa!" Gavin menghela nafas lelah ketika menghadapi keras kepala milik Amel.

Pagi ini, Amel memaksa beraktivitas normal tanpa kursi roda. Gavin bukannya melarang, hanya saja dia takut terjadi apa apa dengan Amel. Gavin tau sekali kalau Amel itu ceroboh.

"Pelan pelan sayang," peringat Gavin. Amel mengangguk anggukan kepalanya dengan lucu.

Sekarang, Amel sedang membuat susu dan kopi untuk sarapan pagi mereka. Amel sudah menyiapkan roti bakar juga untuk dirinya dan Gavin.

"Kemarin mama mampir ngasih kue doang?" Tanya Gavin.

"Iya ngasih kue doang," jawab Amel.

"Terus?" Tanya Gavin.

"Apanya yang terus terus? Nabrak nanti," balas Amel sambil membawa gelas plastik yang berisi susu dan kopi dengan nampan bunga bunga kesayangan Amel.

"Makshud aku, mama ga ngomong yang lain gitu?" Tanya Gavin. Amel meletakan nampannya dan meletakan kedua gelas itu di tempatnya dan di tempat Gavin.

"Engga, emang kenapa?" Tanya Amel. Gavin mengekerutkan keningnya heran.

"Ini aku nemu kertas note di kulkas sayang," ucap Gavin. Amel duduk dikursinya dan mengambil kertas berwarna neon itu.

"Mama sama papa mau pulang ke Jerman. Kalian gausah kebandara yaa." —134124.

"Ini angka apaan?" Tanya Amel. Gavin menggelengkan kepalanya.

"Tanggal hari kali." Amel mengkerutkan keningnya dengan heran.

"Jabarinnya gimana?" Gavin menarik kertas itu.

"Kemarin kan tanggal 13. Terus kemarin hari kamis, yaitu hari ke-4. Terus sekarang bulan Januari, yaitu bulan pertama. Tahunnya tahun 2024." Amel mengangguk anggukannya kepalanya dengan pelan.

"Yaaa... bisa jadi sih," gumam Amel.

"Lah, kok bisa jadi sih sayang? Ya apa lagi kalau bukan keterangan hari, tanggal, bulan sama tahun." Amel hanya tersenyum dan segera mengambil kertas itu dan melipatnya dengan hingga kecil.

Sarapan pagi ini, membuat Amel harus berfikir berkali kali tentang angka misterius itu. Amel beberapa kali menemukan angka dirumah ini, namun angkanya sangat random.

Amel tidak akan cerita sama siapa siapa. Amel tidak mau kalau kelakuannya yang seperti ini terlihag seolah olah belum mengikhlaskan ibunya. Nyatanya, Amel sudah ikhlas akan kepergian ibunya—Karly.

***

"So? Maunya gimana?" Amel dan Ana saling tatap dan tersenyum misterius.

"Temanya Merah Maroon sama Hitam," ucap Amel dan Ana secara berbarengan.

"Oke," balas Gavin. Akbar hanha duduk di samping Gavin sambil menikmati kopi buatan Ana.

"Kalian tentuin sendiri konsepnya." Amel dan Ana mengangguk.

Mereka sedang berdiskusi bagaimana baiknya acara resepsi mereka berdua. Amel dan Ana tidak ingin yang terlalu megah, namun Gavin dan Akbar memaksa, karena ini momen yang tidak bisa diulang, apalagi dibeli pakai uang.

"Yang buat akad lo Mel," Ucap Ana. Amel mengangguk anggukan kepalanya.

"Bagus, tapi keknya ga di bolehin sama Gavin." Ana menatap Gavin sekilas lalu tersenyum.

"Boleh, nanti gua bantu deh," ucap Ana. Amel menggelengkan kepalanya.

"Seumur umur gua nurut mulu sama Gavin. Tanya aja sama Gavin, kalau boleh ya di pake kalau engga yaudah gausah maksa dia." Amel berucap sambil membolak balik majalah yang dibawa oleh Gavin dan Akbar dari butik ternama.

"Eh Vin, ini Amel pake kebaya ini pas akad boleh?" Tanga Ana. Gavin melirik sekilas lalu menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?" Tanya Ana.

"Modelnya belahan," jawab Gavin sambil membolak balikan majalah mobil mobil sport keluaran terbaru. Ana memajukan bibirnya dengan wajah kesal.

"Gimana?" Tanya Amel.

"Ya lo denger kan kalau tadi Gavin nolak?" Amel tertawa.

"Gavin sayang sama gue, jadi dia ga mau lah gua pake pakaian yang menunjukan aurat gua." Gavin tidak akan mendengar percakapan mereka. Karena mereka berdiskusi sambil berbisik bisik.

"Yaudah lanjut...." Mereka berdua mulai membolak balikan majalah itu sambil sesekali berdiskusi.

"Penyelesaiannya berapa waktu sayang?" Tanya Amel, namun dengan mata yang menatap majalah ditangannya. Gavin melirik Amel sekilas.

"Bulan depan." Amel mengangguk paham.

"Itu termasuk cepet sih," sambar Ana.

"Iyaa, karena kita kan dua resepsi gitu, dan pasti ribet sih," ucap Amel.

"Tapi WO-nya menyanggupi ga?" Tanya Ana ke arah Akbar.

"Kamu kayak ga tau Gavin gimana," balas Akbar. Ana melirik Gavin dengan wajah terkejut.

"Elu sogok Vin?" Tanya Ana.

"He'em." Ana membulatkan matanya.

"Astagfirullah, bener bener dah. Mereka emang ga ada client lain gitu?" Ucap Ana.

"Ck. Gua sogok biar ngerjain resepsi sekaligus akad buat gua sama Amel dulu," ucap Gavin. Amel hanya diam, dia tau kelakuan buruk dari Gavin adalah itu, egois.

"Kenapa ga cari WO yang lain?" Tanya Amel.

"Engga sayang, mereka yang paling bagus, soalnya dipake buat acara acara artis." Amel hanya mengangguk anggukan kepalanya dengan paham.

"Tau dari mana? Emang ojol apa, kalah abis pake jasanya disuruh berii bintang lima," ucap Akbar. Gavin mendelik mendengar jawaban Akbar.

"Kalau gua bilang iya gimana?" Tantang Gavin.

"Lah? Terus kudu ngapain? Lo mau nikahin gua gitu, kalau tu WO beneran ada bintang limanya," ucap Akbar dengan sengit.

"Ga gitu juga anjir," balas Gavin.

"Lah? Ahahaa terus gimana anjirrr hahaha," ucap Akbar.

"Kalau beneran ada, souvenir tamu lu yang beli ya?" Akbar membulatkan matanya.

"HEH! SEMBARANGAN! USAHA GUA BELOM SESUKSES ELU DODOL!" Akbar melemparkan bantal sofa ke arah Gavin dengan keras.

"Lah? Souvenir doang sayang, beli aja gunting kuku, centong nasi, kipas, gantungan apaan kek, di pasar juga banyak," ucap Ana dengan ucapan polosnya.

"Bego nih anak atu," sambar Amel. Ana menoleh ke arah Amel.

"Lah? Emang kenapa?" Tanya Ana. Amel memegang pipi Ana dengan senyuman yang menurut Ana aneh.

"Masa resepsinya udah megah souvenirnya itu sih sayang? Nanti kita dihujat netijen," balas Amel.

"Lagian kenapa nikahan megah megah sih!" Kesal Ana. Amel melepaskan pegangannya pada wajah Ana.

"Iya! Kenapa kudu megah megah?" Akbar dengan spontan menunjuk Gavin.

"Gavin yang maksa, aku ga ikut ikutan!" Gavin melemparkan majalah yang sempat dia buka ke arah Akbar.

"Kambing lu! Mana ada! Lu juga mau anjrot!" Gavin mulai mengeluarkan bahasa bahasa gaulnya dan itu membuat Ana, Amel dan Akbar yang mendengar aneh.

"Gila! Bapak CEO bicara gahol!!!" Pekik Ana. Gavin memutar bola matanya dengan malas.

"Emang CEO ga bisa gaul?" Tanya Gavin.

"Mohon maap untuk bapak Gapin tercintah. Menurut novel novel yang saya baca, CEO identik dengan ke-aroganannya, dengan wajah dinginnya, tatapan tajam dan pasti tampan," ucap Amel.

"Sayang, aku itu berbeda dari laki laki yang suka kamu haluin," balas Gavin. Amel mendengus.

"Bodo amat! Pokoknya CEO yang ada di di nopel nopel lebih menggoda hasrat!" Bantah Amel.

"Emang kalo real life kenapa Mel?" Tanya Akbar.

"Real life identik dengan om om hidung belang!" Jawab Amel dengan wajah yang menurut Akbar dan Gavin menggemaskan.

"HAHAHAHAHAHAHA!" Tawa Ana.

"Gua tuh dari dulu tau banget sama lo Mel! Paling anti sama cowo cowo yang gatel!" Ana tertawa sambil memegang perutnya yang terasa geli.

"Udah ah ngeledeknya!"

Brak!

Brak!

Prang!

Saat asik asiknya bercanda. Rumah Amel dan Gavin dilempar sebuah benda yang membuat kaca itu sampai pecah. Akbar dengan cepat melindungi Amel dan Ana karena mendengar perintah Gavin.

"JAGAIN AMEL SAMA ANA!"

***

avataravatar
Next chapter