3 The Carrier's Feelings.

Saatnya kita pulang buddy," ucap Vincenzo Squire lagi saat melihat Elleanor Allmora beranjak dari duduknya dan langsung melangkah menuju pondok. Begitu juga dengan Vincenzo Squire yang langsung melangkah meninggalkan tempat tersebut. Berjalan dengan perasaan cemas. Mungkin Reberta tak akan kembali ke pondok lagi karena harus menemani Alysse yang sedang patah hati.

Alysse adalah adik dari almarhumah ibunya, dan yang ia tahu, saat ini wanita tersebut sedang dalam masa pemulihan, akibat patah hati. Meski Vincenzo Squire tak begitu memahami, mengingat ia yang nyaris tak begitu perduli pada sekeliling, namun ia cukup cemas, sebab Alysse jadi tak mengizinkan Reberta kemanapun. Sedang Reberta ia tugaskan untuk menjaga Elleanor Allmora.

"Buddy, sepertinya dia akan sendiri lagi malam ini, apa kau bersedia menjaganya untukku?" tanya Vincenzo Squire menghentikan langkah kaki saat melihat langit mulai mendung, bahkan mulai di selimuti awan gelap. Pertanda badai besar akan datang malam ini.

"Tuan muda, anda di sini?" tanya Celio saat mereka berpapasan di tengah jalan menuju pondok.

"Yah, " angguk Vincenzo Squire. "Apa kau akan ke pondok Celio?" tanya Vincenzo Squire sedikit merasa lega, sebab ada Celio sang pengawal pribadi yang akan berjaga di pondok.

"Iya tuan muda, Reberta belum bisa menemui nona muda, jadi aku ke pondok untuk menemani nona muda." jawab Celio.

"Apa tidak akan terjadi masalah Celio?" tanya Vincenzo Squire ragu, jika Alysse tak menyadari keberadaan Celio di villa. Mengingat Elleanor Allmora adalah seorang tahanan yang keberadaannya tidak boleh di ketahui oleh siapapun, selain Reberta sang pengasuh, juga Celio sang pengawal pribadi. Namun kehadiran Alysse cukup merepotkan mereka, sebab mereka semakin susah untuk memantau kondisi Elleanor Almorra di rumah pondok.

"Saya rasa tidak tuan muda, anda tidak perlu khawatir, mungkin... sebaiknya anda menemui nona Alysse, sebab... "

"Yah, aku tahu!" potong Vincenzo Squire yang bisa menebak jika Alysse mulai gelisah sebab tak melihatnya sejak siang tadi, meskipun Vincenzo Squire sudah mengatakan sebelumnya jika akan mengajak buddy bermain di balik bukit.

"Sebaiknya kau bergegas Celio, hari sudah mulai gelap, dan jangan tinggalkan pondok tanpa perintahku, sebentar lagi badai akan turun, aku tak ingin dia seorang diri di pondok." sambung Vincenzo Squire yang langsung melangkah pergi, tanpa menunggu jawaban dari Celio yang hanya mengangguk di balik punggung Vincenzo Squire sebelum kembali melangkah menuju pondok.

"Oh Tuhan... Vincent, dari mana saja kamu?" tanya Alysse yang sudah sejak tadi berdiri di beranda samping, menunggu Vincenzo Squire dengan perasaan khawatir.

"Aunty tidak perlu mencemaskanku sampai seperti itu, aku bukan anak kecil lagi." jawab Vincenzo Squire terus melangkah kedalam rumah di susul Alysse yang masih mengikuti langkahnya.

"Jelas aunty akan terus mengkhawatirkanmu tuan muda, kau tanggung jawabku! Aku takut kau melakukan sesuatu hal dengan buddy... "

"Sesuatu hal? Kau mencurigai ku Aunty?" tanya Vincenzo Squire menghentikan langkahnya dengan Alysse yang langsung berdiri di hadapannya.

"Aunty tidak mencurigaimu, hanya saja, aunty perlu was was, aku harap kau tidak lupa. Bagaimana Buddy memgginggit seorang pengumpul kayu bakar di balik bukit itu. Kau tahu jika saat ini orang itu masih di rawat di rumah sakit? Kenapa kau tidak melarang Buddy untuk tidak memgginggit orang lain?"

"Buddy tidak akan menerkam orang yang salah," balas Vincenzo Squire melirik Buddy yang tengah duduk patuh di pinggiran sofa. Tahu jika saat ini ia sedang menjadi pembahasan.

"Apa menurutmu demikian tuan muda? Apa kau menikmatinya? Ayolah Vincent, berhenti berbuat ulah, Charles menghadiahi mu Buddy bukan untuk menyakiti orang lain," balas Alysse yang memang tak tahu perkara, jika seseorang yang pernah di terkam Buddy adalah seseorang yang hendak menyelinap masuk ke rumah pondok dengan tujuan yang tak di ketahui.

"Yah, baiklah nyonya, aku mendengarmu!" balas Vincenzo Squire mengalah dan langsung melangkah menuju kamar, di susul Buddy.

"Vincent... hei, tuan muda.... berhenti! Kita belum selesai bicara!" seru Alysse.

"Nona, biarkan tuan muda Vincent beristirahat." ucap Reberta yang tiba tiba muncul dari pantry.

"Oohh Tuhan... apa yang harus aku lakukan, di Manhattan Vincent selalu berbuat ulah, berkelahi, dan melakukan hal-hal extrem lainnya, dan aku yang harus menunduk dengan pucuk hidung menyentuh lutut untuk terus meminta maaf atas tindakan brutal Vincent, dia sudah menginjak remaja Reberta. Aku khawatir, dia bisa membunuh orang lain." kelu Alysse jika kembali mengingat bagaimana kelakuan Vincenzo Squire selama ini.

Ia bahkan tak punya teman satupun, hanya Mozha Fillipo dan Buddy yang menjadi teman barunya saat ini, dan ketika Buddy bersamanya, sudah tiga orang yang menjadi korban gigitan Buddy dan tentunya di bawah perintah Vincenzo Squire. Sedang Reberta yang sejak tadi menyimak tak mampu berkomentar apapun lagi. Ia hanya merasa jika Vincenzo Squire seperti ayahnya Charlles Beall.

"Mungkin tuan muda memiliki alasan, memerintahkan Buddy untuk menggigit mereka, kenapa nona tidak menanyakan hal itu dulu padanya?" tanya Reberta yang sedikit paham dengan prilaku dan sikap Vincenzo Squire.

"Memang alasan apalagi selain kesal kepada mereka, dan apa pun alasannya, tindakan Vincent tidak bisa di benarkan Reberta! Membiarkan Buddy memgginggit orang lain, masih beruntung mereka hanya mendapati luka sobek meski dengan beberapa jahitan, bagaimana jika mereka sampai meninggal? Aku tidak mau Vincent menjadi seorang pembunuh, bahkan ia masih berusia 11 tahun sekarang, aku benar-benar tak ingin ia mengikuti jejak Charlles."

"Yah, aku paham dengan perasaan anda nona,"

"Oh Tuhan... Camille akan menangis bila melihat ini, menyaksikan sang putra yang dulu selalu bersikap hangat dan manis, kini berubah dingin dan tak berperasaan." balas Alysse mencengkram rambut, nampak kesal.

"Tuan muda sedang sakit nona,"

"Yah... yah... aku tahu itu." angguk Alysse memijat tengkuk lehernya yang mulai menegang.

"Sebaiknya anda beristirahat nona," saran Reberta, berharap ia bisa mengunjungi Elleanor Allmora malam ini, ia bahkan sudah sangat merindukan gadis itu.

"Bisakah kau menemaniku Reberta? Aku benar benar gelisah malam ini, aku sudah meminum obat, tapi tetap saja, aku tidak bisa tidur!" balas Alysse mendudukkan tubuhnya di atas sofa sambil mengusap wajahnya.

"Apa anda baik baik saja?"

"Aku pikir begitu Reberta, ternyata aku salah. Aku tidak baik baik saja." jawab Alysse menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. Merasakan hatinya yang masih saja terasa nyeri. Dan ia mulai merasakan itu sejak kepergian Axel Delano. Ia berharap bisa melihat pria itu kembali padanya, namun ternyata ia salah, sudah dua minggu berlalu, pria itu tak kembali. Hingga Alysse berfikir, jika Axel Delano sudah menemukan wanita itu, dan mereka kini bersama.

Alysse meremat kuat dadanya, saat sesak kembali menghampirimu, ia pikir akan baik baik saja. Seiring berjalannya waktu, ia semakin merindukan pria itu, hingga hatinya terbenam dalam rasa sakit, di selimuti duka yang tak berujung.

"Apa anda masih belum bisa melupakannya?" Tanya Reberta.

"Aku rasa tidak Reberta, aku masih dengan perasaanku. Merasakan sakit di tiap sudut hatiku, entah sampai kapan. Terkadang aku merasakan tidak akan semudah itu melupakannya. Aku bahkan terlihat sangat bodoh sekarang."

"Nona Alysse, semua akan baik baik saja, seiring berjalannya waktu. Anda pasti akan melupakannya. Mungkin Anda harus mencoba untuk membuka hati, dan mulai dengan pertemenan." Balas Reberta mencoba memberi ide.

* * * * *

Bersambung...

avataravatar
Next chapter