webnovel

VENICE

Awal kedatangan Felice ke negara romantis italia adalah untuk bertemu dengan ayahnya yang berkerja di venice. pertemuan Felice dan ayah nya berjalan lancar hingga Zeo muncul sabagi orang yang menemani Felice dalam ceritanya di kota romantis Venice Italia. dari sanalah skenario tuhan mulai memainkan pertemuan kedua hati yang sama-sama terjebak dalam satu situasi, yaitu jatuh cinta.

Nur_Annisa_Rodia · General
Not enough ratings
3 Chs

C1

Felice mengulum bibirnya ketika angin dari kota venice menerpa wajah nya.

Pipi merah muda itu tidak berhenti mengulum senyuman ketika mengingat mimpinya untuk menginjakan kaki di kota romantis ini dapat tercapai.

Ya ini hari yang sudah sangat di tunggu tunggu oleh Felice dapat menghirup udara segar venice, menginjakan kaki di Marco volo airport, dan ingin segera bertemu dengan ayahnya.

Felice segera merogoh tasnya tidak butuh waktu lama tangan itu menemukan handphone berwarna merah nya. Hanya satu orang yang harus di hubungi nya, ayah.

Felice menggigit bibir nya ketika dering tunggu dari panggilan masih terdengar.

"Ciao." sapa suara lelaki paruh baya di seberang sana.

"Ayah! Felice di sini di venice ayah!" Felice tidak dapat menutupi antusias nya bagaimana hatinya benar benar merasa sangat senang.

"Oh sayang! Dimana posisi mu sekarang" ayah Felice terkekeh senang saat mendengar suara anak perempuan manisnya itu.

"Marco Volo airport!" Jawab Felice cepat.

"Ayah cepat aku sangat rindu ayah tahu." lanjut Felice dengan manja.

"Sabar sayang, sebentar ok."

Panggilan terputus ketika ayah Felice berkata bahwa ia sedang siap siap untuk menjemput putri nya itu.

.

.

"Ayah!" Felice berlari menuju pria paruh baya yang masih terlihat tampan walau sudah berusia 53 tahun itu.

"Putri manjaku" Bren membalas pelukan putri nya sambil sesekali menciumi wangi rambut felice.

6 tahun lamanya Felice harus menahan rindu terhadap sosok pria yang sekarang tengah memeluk nya ini.

Yang tadinya hanya bisa saling tatap lewat layar handphone kini Felice bisa menyentuh pria yang sangat berarti dalam hidup nya.

"Ayah, Felice rindu." Felice masih betah memeluk Bren bahkan ia mengeratkan kedua tangannya pada leher Bren.

"Sama sayang, ayah juga rindu." Balas Bren.

"Tapi yang lebih penting dari rindu, kita harus berhenti berpelukan seperti ini. Sebentar lagi jam kerja ayah, kita harus cepat sayang." Lanjut Bren sambil melihat jam tangannya.

Bren terkekeh ketika mendengar cekikikan putri manisnya itu.

.

.

Setelah melihat venice secara langsung kini Felice percaya bahwa kota ini memang cocok di juluki sebagai kota di atas air.

Di perjalanan menuju tempat tinggal Bren tadi Felice dapat melihat beberapa gondola sedang berlayar.

Rasa kagum tidak henti hentinya terlihat dari mata perempuan berusia 21 tahun itu.

Mimpi nya benar benar jadi nyata venice di depan mata nya sekarang, ini adalah kesempatan yang mungkin hanya datang sekali dalam hidupnya bisa mengunjungi kota tempat ayah nya bekerja.

Sebelum dapat melihat dengan nyata kota yang terkenal dengan kanal kanalnya ini Felice sangat harus bersabar untuk ada di tempat ini.

Selain biaya yang tidak sedikit, juga karena ibunya yang belum siap melepas Felice jauh ke kota yang terletak di timur laut Italia ini.

Tapi dengan uang yang sudah ia kumpulkan dari masih sekolah menengah atas hingga bayaran bekerja di salah satu restoran di Jakarta, dan kekuatan untuk meyakinkan perempuan yang telah melahirkan nya itu Felice berhasil.

Sekarang venice dengan kanal yang indah pada malam hari dapat di saksikan secara nyata oleh Felice.

.

.

Bren menatap putrinya yang sedang menyandarkan tubuhnya pada daun jendela apartemen.

Bren tahu Felice pasti sudah sangat tidak sabar untuk memulai petualangan di kota romantis ini.

Hampir setengah jam Felice masih belum jenuh memandangi perahu perahu yang sedang berlalu lalang di kanal sana.

"Ingin turun sayang?" Tanya Bren.

Felice mengangguk cepat, Bren terkekeh.

"Tapi ayah tidak bisa menemanimu sayang."

"Felice bisa jalan jalan sendiri." Jawab Felice sambil kembali menatap ke luar jendela.

"Kau tahu ayah belum bisa melepas mu menyusuri kota sendiri, yang bahkan belum sampai dua jam kau mendarat di sini sayang."

Felice merenggut, Bren yang melihat itu terkekeh kecil.

Otak nya seketika berfikir bagaimana cara agar putri manjanya ini tidak keluar dari apartemen dengan seorang diri.

"Kau sungguh ingin pergi sekarang?" Tanya Bren lagi, Felice kembali mengangguk-anggukan kepala nya.

"Ingin pergi dengan teman ayah?" Tanya Bren santai, tangan berselancar pada layar handphone nya mencari cari kontak teman yang bisa di percayai nya untuk menemani Felice.

"Seumuran dengan ayah?" Tanya Felice

Manik Bren kembali menatap felice, " kau keberatan?" Tanya Bren.

"Ayolah ayah, pasti rasa nya sangat canggung mengelilingi venice dengan pria seumuran ayah." Jawab Felice.

"Tapi jika pria itu ayah Felice tidak keberatan." Cengirnya

Bren terkekeh. "Ayah harus bekerja sekarang, jadi tunggu saja pria itu akan datang sebentar lagi." Ucap Bren sambil mencium kening putri nya.

Sebelum mencapai pintu Bren membalikan badan nya. "Zeo nama pria yang akan menemanimu nanti, sayang." Ucap Bren sebelum tubuh besar nya hilang di balik pintu.

Felice menatap kembali keluar jendela. Fikirnya tidak apa berjalan jalan di calleta ditemani dengan teman ayah nya yang diyakini Felice pasti berumur sama dengan ayah nya.

Intinya ia tidak boleh menyia yiakan kesempatan untuk bersenang senang di kota jembatan ini.

Otak nya sudah memikir kan tempat mana yang akan menjadi tujuan utama nya nanti.

Tanpa tahu bahwa Tuhan sedang menciptakan skenario permainan untuk dua hati, yang tengah terjebak dalam satu situasi yang sama yaitu, jatuh cinta.