webnovel

Vasavi Cross: Remnants

Empat tahun berlalu sejak Rignil Sang Pahlawan Terpilih menghilang setelah mengalahkan Rahnuc Sang Naga Raja Iblis. Namun, dunia belum sepenuhnya kembali damai. Keseimbangan yang tercapai telah hancur. Sisa-sisa kekuatan Rahnuc kembali membuat kekacauan. Sarvati, mantan rekan seperjuangan Rignil, terus berjuang untuk mengemban cita-cita Rignil yang menginginkan kedamaian dunia. Untuk membersihkan sisa-sisa kekuatan Rahnuc, Kekaisaran Naga terpaksa melepas kriminal paling berbahaya, Vayyu Wissn. Demi memenuhi janjinya pada Rignil, Sarvati mengemban tugas untuk menjadi pengawas dan pengawal Vayyu.

Mananko · Fantasy
Not enough ratings
17 Chs

Bab V - Pengalihan

Setengah hari.

Baru saja setengah hari Sarvati mengawal Vayyu, dengan berjalan kaki tentunya karena Vayyu tidak bisa terbang, dia sudah merasa sinar mentari di pagi ini begitu panas. Terutama sinar yang menyentuh kepala dan dadanya.

Bayangkan saja, begitu mereka keluar dari penjara segel setelah mendapatkan titah dari Kaisar Drakko, Vayyu langsung mengoceh tiada henti. Dia mengomentari bagaimana Sarvati dan yang lainnya tidak merasakan betapa kuatnya hawa mencekam dari ufuk barat.

Walau meragukan kebenaran kata-kata Vayyu, Sarvati masih bisa menerima komentar macam itu. Pasti cuma kadal sinting macam Vayyu yang bisa berhalusinasi begitu gila. Mungkin Sarvati harusnya merasa tersanjung, karena itu berarti dia masih waras.

Bukannya apa. Sarvati tahu bagaimana dunia ini terasa tidak beres, tetapi komentar-komentar lain dari Vayyu yang benar-benar membuat Sarvati makin dongkol dan menyangka kadal kriminal itu hanya berkhayal.

"Bagaimana mungkin tidak ada makanan di tempat ini?"

Itu adalah kata komentar pertama yang diucapkan Vayyu tepat di luar penjara segel saat tengah malam di tanah kering. Kadal itu melompat ke batu terdekat karena mengira ada kura-kura tempurung cokelat di sana.

"Dulu tempat ini masih ada airnya! Apa sih dosa yang kalian para bedebah buat sampai tempat ini kering?"

Kira-kira begitu protes Vayyu setelah menyadari tidak ada satupun benda yang bisa dia makan di tanah kering kerontang ini. Sarvati sendiri tidak yakin jika dulu masih ada air di tanah tandus di sekitar penjara segel. Mungkin hawa jahat dari penjara segel sendiri yang membuat tanah di sekitarnya sampai tandus. Entahlah, bisa jadi Vayyu salah ingat.

27 tahun disegel pasti bisa membuat pikiran menjadi kacau.

Lagipula, enak saja dia asal tuduh makhluk lain berbuat dosa padahal dia sendiri kriminal..

Gagal mendapatkan makanan, Vayyu mengoceh tentang posisi rasi bintang yang tidak wajar. Katanya walau rasi bintang bergeser, seharusnya beberapa bintang tidak menghilang begitu saja. Menurut Vayyu, ada sesuatu yang menutupi sinar mereka.

Setelah itu topiknya berubah menjadi segala macam teori yang dikemukakan Vayyu soal Rahnuc. Mulai dari asal usulnya sampai vasavi-vasavi keji macam apa yang dikoleksi naga raja iblis itu.

Sarvati diam saja. Dia enggan memberi balasan dan masih mempertanyakan keputusan Jendral Kaisser dan Kaisar Drakko tentang nagga ini.

Memang, Sarvati sempat merasa ada yang aneh dengan Vayyu ketika melawannya. Bahkan saat bertarung, Vayyu masih tidak memancarkan sedikitpun aura yang menunjukkan kekuatan. Sarvati tidak merasakan ancaman sedikitpun dari Vayyu bahkan saat dia menyerang. Selain itu, bagaimana mungkin api suci Sarvati justru melepas satu segelnya?

Namun, hal yang paling aneh…

Vayyu berjalan bertelanjang kaki dan dada. Mengerikan. Dia seperti tidak memedulikan dinginnya udara malam ataupun kerikil tajam yang mungkin ada di tanah.

Memang, kaki para nagga dilapisi sisik, tetapi itu bukan berarti mereka menanggalkan alas kaki. Tertusuk duri atau kerikil tajam sangat menyebalkan. Apalagi jika tusukannya menyelip di antara sisik, hal itu membuatnya semakin sulit dicabut. Selain itu, potensi disusupi parasit dari celah-celah yang terbuka juga sangat mengerikan.

Mungkin telapak kaki Vayyu sudah dipenuhi kerikil, duri, dan parasit sampai kebas.

Selain itu, soal dinginnya malam. Para nagga memang memiliki energi sihir, akan tetapi sirkulasi darah mereka masih sebagian memerlukan tambahan bantuan sinar. Jika dijauhkan dari sumber energi sejati macam magma, api, petir, panas bumi, atau mentari, mereka cenderung lebih cepat lelah.

Untungnya jati diri Sarvati yang membuatnya tidak disukai justru menjadi kelebihan di saat macam ini. Namun, hal itu juga yang membuat Sarvati agak mencurigai jika jati diri Vayyu serupa dengannya.

Tentunya Sarvati membuang jauh-jauh pemikiran itu. Memikirkan jika dia memiliki latar belakang serupa dengan Vayyu sudah cukup untuk membuat perutnya mual.

Masalahnya, selain ocehan Vayyu, jati diri Sarvati juga yang membuatnya panas tubuhnya agak tidak beraturan ketika mentari makin meninggi. Dia memang agak kesulitan jika dihadapkan langsung pada sumber energi sejati yang terlalu kuat.

Sarvati mengenakan kerudung dan jubah pengelana untuk menghindari hantaman langsung dari mentari. Tubuhnya memanas dan tatapan matanya mengabur. Andai Sarvati sedang terbang, setidaknya dia bisa mendinginkan tubuh dan mengeluarkan energi berlebih dengan terbang secepat mungkin.

Tapi, berjalan kaki membuat semua ini terasa begitu buruk.

"Kau kenapa? Masih marah?" mendadak Vayyu berhenti mengoceh dan bertanya.

Sarvati tidak menjawab dan terus berjalan.

Vayyu menyeringai, "Kepanasan, ya? Payah kau, padahal kekuatanmu api, tapi masa panas begini saja sudah mendidih? Sana semburkan sedikit daripada kau meledak, hahahaha."

Sedikit api menyembut saat Sarvati mendengus, "Kebetulan aku sedang ingin makan kadal panggang."

Masih meledek, Vayyu menepukkan tangan, "Kau belum kapok, ya? Apimu itu malah berguna untukku, tahu? Kau tahu alasan kenapa kau yang dipilih? Karena kau berguna untukku."

Zhurron, golok Sarvati, membara biru ketika Sarvati menariknya dari sarung di pinggang. "Kalau api suci tidak berguna, kuhanguskan saja kadal tengik macam kau sampai jadi abu."

Vayyu bersedekap. Dia mengernyit memandang api Zhurron. "Api macam apa itu? Penyucian? Pemurnian? Atau pelebur?""

"Bukan urusanmu."

"Kau tidak tahu ya?"

"Sudah kubilang bukan urusanmu!"

"Bilang saja tidak tahu, payah kau, senjata sendiri masa tidak tahu?"

Sarvati terus berjalan, berusaha tidak mengacuhkan Vayyu yang semakin beringas dalam meledek. Walau sudah kembali menyarungkan Zhurron, tetapi tangan kiri Sarvati masih menggenggam gagangnya. Perlahan tetapi pasti, kepala Sarvati makin memanas. Bersama dengan itu, genggamannya pada Zhurron menguat.

"Pacarmu si manusia bernama Rignil itu juga tidak tahu ya? Kalian sepasang sama saja bodohnya."

Cukup. Sarvati tidak tahan lagi. Energi dan amarahnya perlu dilampiaskan. Dia menarik Zhurron yang berkobar hebat dan menebaskannya pada Vayyu, ��Kalau begitu kita cari tahu sekarang!"

"Eits!" Vayyu berkelit dari tebasan api Zhurron. Dia malah bertepuk tangan melihat kobaran Zhurron yang menyusur tanah dan menembus apapun di jalurnya, tetapi tidak melukai sedikitpun benda yang dia lewati.

"Wah, api penghakiman, ya? Cocok denganmu yang tukang tuduh."

"Kalau begitu saatnya kau dihakimi sekali lagi!"

Sarvati kembali menebas, Vayyu pun melompat jauh ke belakang. Nagga biru itu mendadak membungkuk dan mencakar-cakar tanah.

Vayyu menyeringai, "Tangkap dulu, baru dihakimi."

Seketika itu dia berlari dengan kaki dan tangannya. Kecepatannya begitu tinggi sampai dia nyaris tidak terlihat. Namun, tidak ada sedikitpun suara yang terdengar.

Sarvati tersentak sesaat. Mungkin ini alasan Vayyu mengoceh sejak tadi. Semua itu hanyalah pengalih perhatian. Dia sengaja membuat Sarvati lengah agar bisa kabur. Berang merasa ditipu, Sarvati mengembangkan sayap dan terbang cepat mengejar kadal kriminal itu.